Kementerian PUPR Cegah agar Pantai Padang Tidak Punah
Pencegahan abrasi pantai di kawasan pesisir Sumatera Barat tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Peran masyarakat dibutuhkan dalam membantu mencegah abrasi dan menjaga vegetasi pesisir yang kondisinya masih baik.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pencegahan abrasi pantai di kawasan pesisir Sumatera Barat tidak bisa hanya mengandalkan upaya pemerintah. Peran masyarakat dibutuhkan dalam membantu mencegah abrasi dan menjaga vegetasi pesisir yang kondisinya masih baik.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyampaikan itu dalam kunjungannya ke Monumen Merpati Perdamaian, Padang, Sumatera Barat, Kamis (7/11/2019). Monumen yang berada di obyek wisata Pantai Padang itu terancam roboh karena abrasi pantai.
”BNPB, pemerintah provinsi, dan TNI di Sumbar sudah menyiapkan banyak tanaman (untuk mencegah abrasi pantai). Namun, kembali kepada kepedulian seluruh unsur di sini. Tanpa kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk ikut merawatnya, rasanya sulit,” kata Doni.
Pernyataan Doni merujuk pada hasil penanaman ribuan pohon, seperti cemara udang, di kawasan pesisir Sumbar, akhir Maret lalu. Selain upaya memitigasi tsunami, pohon tersebut diharapkan bisa mengurangi abrasi.
Akan tetapi, alih-alih tumbuh, sebagian besar pohon tersebut mati. Di Pantai Padang, misalnya, lebih dari separuh pohon itu cuma menyisakan batang kering. Areal sekitar pohon gersang. Sebagian pohon juga tersapu ke laut terkena abrasi.
Menurut Doni, antisipasi abrasi tidak bisa hanya mengandalkan infrastruktur buatan manusia, seperti pemecah ombak dan dinding laut. Harus ada kombinasi antara infrastruktur buatan dan alami. Infrastruktur alami yang dimaksud adalah penanaman pohon tertentu, seperti cemara udang, waru, ketapang, dan pule.
Di kawasan pesisir selatan Jawa Timur dan Jawa Tengah, kata Doni, penanaman pohon efektif mengurangi dampak abrasi. Upaya tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah, melainkan masyarakat dan pegiat lingkungan. Mereka secara sukarela membuat bibit, menanam, dan merawat pohon itu. Masyarakat Sumbar diharapkan bisa mencontoh hal itu.
Karena abrasi merupakan upaya alam mencari keseimbangan, masyarakat pun diimbau menjaga vegetasi di kawasan yang belum terdampak abrasi. Abrasi di Pantai Padang, jika sudah diantisipasi, bisa saja beralih ke tempat lain.
”Abrasi merupakan ancaman permanen, solusinya juga harus permanen. Ahli PU (Kementerian PUPR) sedang mencoba merancang ulang agar Pantai Padang tidak punah. Sekarang, hampir tidak ada lagi tempat (bermain di pantai). Sayang, kan, generasi sekarang tidak dapat menikmati Pantai Pandang yang indah seperti tahun 1970-an,” ujar Doni.
Sayang, kan, generasi sekarang tidak dapat menikmati Pantai Pandang yang indah seperti tahun 1970-an. (Doni Monardo)
Untuk mencegah abrasi yang lebih parah di kawasan Pantai Padang, Balai Wilayah Sungai Sumatera V sedang menyiapkan infrastruktur buatan.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit mengakui, tidak berhasilnya upaya penanaman pohon di pesisir Sumbar karena tidak adanya kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk ikut berperan. Semestinya pohon bantuan BNPB yang sudah ditanam bisa dirawat masyarakat sekitar.
”Kita sudah menanam pohon, mari dirawat, disiram, dan dipupuk agar ia besar. Masalah pantai ini bukan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga masyarakat. Pemerintah memfasilitasi, yang bertanggung jawab selanjutnya adalah masyarakat sekitar,” kata Nasrul.
Menurut Nasrul, kawasan pesisir di Sumbar yang tersebar di tujuh kabupaten/kota memang rentan terabrasi. Kabupaten/kota yang sering dilaporkan mengalami abrasi, antara lain, Padang, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Pariaman, Agam, dan Pasaman Barat. Nasrul sudah meminta bupati/wali kota yang daerahnya rentan abrasi untuk menyiapkan perencanaan penanggulangan abrasi.
Pemicu
Abrasi menjadi ancaman di kawasan pesisir Sumbar, terutama dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini menjadi kekhawatiran karena telah merusak rumah dan fasilitas umum serta mengganggu perekonomian warga.
Di Pantai Padang, abrasi mengancam infrastruktur wisata, seperti Monumen Merpati Perdamaian dan masjid ikon wisata halal yang tengah dibangun. Di Padang Pariaman, abrasi telah memusnahkan puluhan rumah dan mengancam infrastruktur sekolah. Di Batangkapas, Pesisir Selatan, belasan rumah dan bangunan lain rusak parah akibat abrasi serta membuat masyarakat mengungsi.
Guru Besar Teknik Lingkungan Universitas Bung Hatta Nasfryzal Carlo berpendapat, abrasi di pesisir Sumbar dipengaruhi pola angin geostrofi atau disebut juga angin monsun dan pola arus laut. Secara normal, angin munson barat bertiup kencang mulai Oktober-Maret, sedangkan angin munson timur mulai Mei-September.
”Sekarang angin munson lebih kuat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini juga tidak terlepas dari pengaruh pemanasan global,” kata Carlo.
Faktor alam tersebut, kata Carlo, diperparah pula dengan kondisi vegetasi pesisir yang rusak. Di Pantai Padang sudah lama tidak memiliki terumbu karang untuk membantu menahan ombak. Di pantai lain, terumbu karang dan tanaman bakau juga tidak lagi ada.
Sementara itu, pemasangan pemecah ombak dan dinding laut di Pantai Padang belum merata. Di kawasan Monumen Merpati Perdamaian, hampir tidak ada pemecah ombak. Ada pun di beberapa titik, pemecah ombak lebih pendek dibandingkan dengan titik lain.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Uslaini berpendapat, ada sejumlah faktor yang memicu abrasi semakin parah di pesisir Sumbar. Pertama, perubahan iklim yang memicu peningkatan muka air laut yang secara perlahan menenggelamkan pantai dan kawasan pesisir. Kedua, kerusakan lingkungan.
Banyak kawasan pesisir Sumbar yang hutan bakaunya dibabat habis, baik untuk tujuan wisata maupun tambak udang. Pembabatan bakau, misalnya, terjadi di Pantai Pasir Jambak, Padang; kawasan Mandeh, Pesisir Selatan; dan Air Bangis, Pasaman Barat. ”Kerusakan itu mengurangi ketangguhan wilayah pesisir dalam menghadapi gelombang sehingga memicu abrasi parah,” kata Uslaini.
Ketiga, kesalahan dalam kegiatan pembangunan. Menurut Uslaini, konsultan perencana pembangunan dan pemilik proyek semestinya melakukan analisis lahan secara baik. Sebelum sebuah bangunan didirikan, seperti Tugu Merpati Perdamaian dan masjid ikon wisata halal dekat Pantai Muaro Padang, semestinya ada analisis batas empasan ombak ke darat pada musim pasang dan musim surut.
”Kita tahu, saat musim pasang dan badai, ombak akan sampai ke jalan raya. Semestinya, jika membangun, jangan di tepi pantai, tetapi di seberang jalan. Jika dipaksakan, ya, begini jadinya. Belum 10 tahun, bahkan belum selesai dibangun, sudah rusak karena gelombang. Pemerintah semestinya menjadikan hal ini sebagai catatan agar tidak memberi izin bangunan di tempat yang berada dalam zona bencana tertentu,” kata Uslaini.