Para pebalap Indonesia di ajang CEV Moto2 dan CEV Moto3, menghadapi tantangan berupa angin kencang di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, Minggu ini. Kondisi itu menuntut para pebalap lebih jeli dalam manuver.
Oleh
Agung Setyahadi dari Valencia, Spanyol
·5 menit baca
VALENCIA, KOMPAS — Angin kencang di Sirkuit Ricardo Tormo, Valencia, Spanyol, menjadi tantangan bagi para pebalap yang akan beradu cepat di ajang Kejuaraan Eropa CEV Moto2 dan Kejuaraan Dunia CEV Moto3 Junior, Minggu (10/11/2019). Kondisi itu membuat sejumlah pebalap terjatuh pada sesi kualifikasi pertama dan kedua, Sabtu kemarin.
Pebalap Indonesia yang turun di kelas Moto2, Andi Farid Izdihar, terjatuh di akhir sesi kualifikasi pertama. Sementara pebalap Tanah Air di kelas Moto3, Mario Suryo Aji, terjatuh pada awal sesi kualifikasi kedua. Kedua pebalap binaan Astra Honda Motor ini tidak mengalami cedera dan bisa melanjutkan kualifikasi kedua.
Andi terjatuh karena terlalu memaksa kecepatan ketika memasuki tikungan pada lap terakhir saat melakukan time attack. Dia berusaha memperbaiki catatan waktunya sehingga terlalu memaksa saat masuk tikungan. Andi mencetak waktu 1 menit 37,697 detik pada kualifikasi pertama dan menempati posisi ke-8. Rekan setimnya di Astra Honda Racing Team yang juga turun ke Moto2, Gerry Salim, berada di posisi ke-9 dengan waktu 1 menit 37,792 detik.
Berdasarkan hasil kombinasi antara kualifikasi pertama dan kedua, pada balapan Minggu ini, Gerry akan start dari posisi ke-11, sedangkan Andi di posisi ke-12. Andi menargetkan bisa masuk rombongan depan saat balapan dengan melakukan serangan di lap awal. ”Kalau di awal sudah tertinggal, akan sulit mengejar,” ujar Andi yang musim depan akan naik kelas ke Grand Prix Moto2.
Andi terakhir kali membalap di Ricardo Tormo pada 2017 di kelas Moto3. Pebalap asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu menegaskan, saat balapan perlu lebih jeli bermanuver di tikungan pertama, keempat, dan tikungan 9, 10, dan 11 karena sangat teknikal. ”Tikungan keempat merupakan tikungan pertama ke kanan setelah tikungan 1, 2, dan 3 tikungan ke kiri. Banyak yang terjatuh di R4 karena ban sisi kanan masih dingin. Sementara, di R10 juga sulit karena tikungan 7, 8, dan 9 tikungan ke kiri semua,” ujar Andi.
Gerry menilai, pada tikungan ke kiri, angin juga sangat kencang dari arah kiri. Hal itu membuat sulit merebahkan sepeda motor karena tertahan angin dari kiri. Pebalap harus berani membanting motor supaya bisa lebih rebah untuk melibas tikungan dengan kecepatan tinggi.
”Dari kemarin (Jumat) sampai tadi pagi, kondisinya mirip, angin kencang. Angin membantu kecepatan tertinggi di trek lurus, tetapi berbahaya saat tikungan ke kiri karena tiupan angin dari samping menahan motor,” ujar Gery yang mengalami masalah kopling selip pada akhir kualifikasi pertama.
Dia menilai, setelan suspensi, rem, dan mesin sudah sesuai dengan karakter membalapnya. Dia hanya perlu lebih jitu dalam mengantisipasi embusan angin. Data telemetri kualifikasi pertama dan kedua juga akan dianalisis dengan mekanik untuk menentukan setelan terakhir saat pemanasan Minggu pagi.
Gerry dan Andi juga melakukan penyesuaian pada suspensi belakang supaya bisa melibas tikungan lebih stabil, berdasarkan data telemetri kualifikasi pertama dan kedua. ”Kalau suspensi enggak pas, ban belakang akan banyak spinning sehingga cepat habis,” ujar Gerry yang musim lalu berlomba di kelas Moto3.
Target 10 besar
Posisi yang ditinggalkan Gerry pada Moto3 kini diisi pebalap berusia 15 tahun Mario Suryo Aji. Dia kemarin berada di posisi ke-11 dari 41 pebalap dengan catatan waktu 1 menit 40,649 detik pada kualifikasi pertama. Pada kualifikasi kedua dia mencatatkan waktu 1 menit 41,033 detik dan akan start dari posisi ke-14 pada balapan Minggu ini. Pada musim petamanya di Kejuaraan Dunia CEV Moto3 Junior ini, Mario cepat beradaptasi dengan persaingan yang sangat ketat.
Dari kelas CEV Moto3, pebalap yang cemerlang bisa langsung naik kelas ke Grand Prix Moto3. Mario kini berada di posisi ke-16 dengan 26 poin hasil dari lima balapan sebelumnya. Memetik poin di musim perdana bukan masalah yang mudah di Kejuaraan Dunia CEV Moto3 Junior ini.
Mario yang pernah membalap di Ricardo Tormo pada seri kedua mengaku sudah mengenal karakter lintasan dengan lebih baik. Dia tinggal melakukan penyesuaian pada suspensi depan yang terasa lebih berat saat menikung. Suspensi belakang sudah tidak memerlukan perubahan. ”Dibandingkan dengan seri-seri awal, sekarang suspensi motor saya jauh lebih keras dan titik pengereman lebih rapat ke tikungan. Sekarang saya tinggal memperbaiki fokus saat masuk dan keluar tikungan,” ujar Mario.
Dengan suspensi yang lebih keras, pebalap bisa memacu motor dengan lebih kencang, termasuk saat memasuki tikungan. Namun, suspensi keras menuntut teknik tinggi dan perubahan gaya membalap.
Terkait catatan waktunya di sesi kualifikasi pertama dan kedua, Mario masih belum puas karena selisihnya masih 0,8 detik dan di atas 1 detik. Padahal, dia menargetkan selisih waktu menjadi 0,2 detik sebagai modal masuk papan atas pada saat balapan, Minggu ini. ”Di seri terakhir ini saya menargetkan finis di 10 besar,” ujar Mario yang terus memperbaiki kecepatan di seksi chicane Sirkuit Ricardo Tormo yang sangat teknikal.
Dia pun akan lebih tenang saat awal balapan karena pada kualifikasi kedua dia terlalu memaksa untuk masuk rombongan depan sehingga terjatuh di tikungan pertama. Pengalaman itu menjadi pegangan bagi Mario saat belapan, untuk lebih tenang dalam manuver.
Presiden Direktur PT Astra Honda Motor Toshiyuki Inuma mengatakan, Mario adalah pebalap muda yang sangat berbakat. Dia cepat beradaptasi dengan level kompetisi yang jauh lebih ketat di Eropa dibandingkan di Asia Road Racing Championship. ”Jika dia tetap mampu menjaga motivasinya, fokus memperbaiki kemampuan membalapnya, dia akan bisa menembus Grand Prix Moto3. Namun, saya tidak tahu apakah itu akan terjadi satu atau dua tahun ke depan, semua tergantung Mario. Kami memberikan peluang bagi pebalap untuk meraih mimpinya, yaitu hingga tampil di MotoGP,” ujarnya.
Mario mengakui bahwa dirinya tidak pernah membayangkan bisa membalap di CEV begitu cepat, di usia 15 tahun. ”Ini membuat saya lebih termotivasi untuk memperbaiki teknik juga mental. Di Eropa, balapannya sangat ketat, motornya juga lebih bertenaga, jadi perlu persiapan fisik dan mental yang bagus,” ujar pebalap yang dijuluki ”Super Mario” itu.