Pemerintah sebaiknya fokus membangun kesadaran publik agar pedagang meningkatkan kualitas produk olahan pangan. Kesadaran publik akan membuat konsumen meminta produk makanan dan minuman yang sesuai standar kesehatan.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyoroti kualitas makanan dan minuman yang dijual pedagang kaki lima. Dalam rangka peningkatan kualitas, FAO mengharapkan pemerintah menopang transformasi pola pikir dari sisi konsumen maupun pedagang.
”Isu utama terkait jajanan (makanan-minuman) pedagang kaki lima ialah keamanan pangannya,” kata Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste, Stephen Rugard, saat memberikan sambutan dalam Festival Jajanan Kaki Lima atau Healthy Street Food Festival di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (10/11/2019). Stephen menyatakan, minimal ada 50.000 PKL penjual makanan dan minuman di Jakarta.
Kualitas makanan dan minuman yang dijual pedagang kaki lima (PKL) tersebut ditinjau dari aspek proses pengolahan dan gizi. Namun, mayoritas PKL belum diatur dalam regulasi mengenai hal kualitas dan pengolahan pangan yang memenuhi standar kesehatan.
Sebagai contoh, penjual makanan yang digoreng. PKL kerap menggunakan minyak lebih dari dua kali proses penggorengan.
Namun, Stephen berpendapat, pemerintah sebaiknya fokus membangun kesadaran publik agar pedagang meningkatkan kualitas produk olahan pangan. Kesadaran publik akan membuat konsumen meminta produk makanan dan minuman yang sesuai standar kesehatan.
Permintaan konsumen akan mendorong produsen, khususnya penjual makanan-minuman kaki lima, untuk meningkatkan kualitas produknya, baik dari sisi proses pengolahan maupun kandungan nutrisi. Hal ini lebih efektif dibandingkan membuat aturan yang melibatkan lebih dari puluhan ribu pelaku usaha tersebut.
Mayoritas penjual makanan-minuman kaki lima tergolong sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berdasarkan data yang dihimpun Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), jumlah UMKM di Indonesia pada 2017 sebanyak 62,92 juta pelaku.
PKL cenderung menjual makanan dan minuman siap santap. Berdasarkan data yang dihimpun penyelenggara Festival Jajanan Kaki Lima, saat ini makanan dan minuman siap santap menyumbang 28 persen dari total kalori yang dikonsumsi penduduk perkotaan. Laporan dari Kementerian Kesehatan juga menyebutkan. makanan dan minuman yang dijual di pinggir jalan menjadi sumber keracunan tertinggi kedua di Indonesia.
Chief Executive Officer Food Sustainesia Jaqualine menyatakan, komunitasnya menghimpun sejumlah temuan terkait makanan dan minuman yang dijual di pinggir jalan. Temuan ini diambil di perkotaan, khususnya DKI Jakarta.
Jaqualine memaparkan, makanan-minuman yang sering dibeli konsumen dari PKL terdiri dari nasi goreng, sate, dan gorengan. Dalam pengolahannya, sejumlah makanan-minuman yang dijual PKL terpapar oleh polusi udara.
Kualitas kebersihan dalam pengolahan tersebut menjadi sorotan karena sejumlah pedagang tidak mencuci tangan. Proses pembakaran ataupun penggorengan sejumlah PKL juga tidak memenuhi standar kesehatan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyatakan, pihaknya menyadari, permintaan masyarakat terhadap makanan-minuman yang dijual PKL tergolong tinggi. ”PKL merupakan bagian dari UMKM. Kami telah mendampingi sejumlah UMKM untuk memproduksi pangan yang berkualitas, termasuk dari sisi nutrisi,” katanya dalam kesempatan yang sama.
Penny berpendapat, kualitas makanan-minuman yang dikonsumsi masyarakat, termasuk yang dijual PKL, menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Oleh sebab itu, pangan jajanan, terutama untuk anak sekolah, menjadi prioritas pengawasan pemerintah.
Di sisi hulu, Kementerian Pertanian turut memiliki andil dalam pasokan pangan. Untuk memastikan ketersediaan sumber bahan pangan berkualitas bagi PKL penjual makanan-minuman, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pihaknya mengandalkan pemangku kebijakan dan pelaku terkait di tingkat kecamatan.