Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Provinsi Aceh, mempersiapkan diri menjadi pusat riset dan mitigasi bencana di Indonesia. Untuk Unsyiah baru meneken kerja sama dengan Tohoku University dan Fujitsu Tokyo Jepang.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Provinsi Aceh, mempersiapkan diri menjadi pusat riset dan mitigasi bencana di Indonesia. Unsyiah baru meneken kerja sama dengan Tohoku University dan Fujitsu Tokyo Jepang untuk saling memperkuat pengetahuan bidang riset dan mitigasi bencana gempa tsunami.
Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Samsul Rizal dihubungi dari Banda Aceh, Minggu (10/11/2019), mengatakan, dirinya berada di Jepang untuk mengisi konferensi internasional mitigasi bencana tsunami berkelanjutan.
Kegiatan itu digelar di Universitas Tohoku, Sendai, Jepang. Selain Samsul Rizal, pembicara lain dalam konferensi itu adalah Yoshimi Nishi dari Universitas Kyoto, dan Toshiya Ueki dari Universitas Tohoku.
Samsul menuturkan, pascabencana tsunami 2004, Unsyiah mulai memperkuat riset-riset tentang bencana. Unsyiah membentuk pusat studi mitigasi bencana (TDMRC) dan program studi magister ilmu kebencanaan. Unsyiah juga menerapkan kepada mahasiswa wajib mengikuti mata kuliah kebencanaan.
Konferensi ini menjadi kesempatan besar bagi para peneliti sharing pengetahuan terkait bencana di Aceh tahun 2004 dan di Jepang tahun 2011, ujar Samsul.
Samsul pengatakan, Jepang dan Indonesia, khususnya Provinsi Aceh memiliki pengalaman yang sama terkait bencana gempa dan tsunami. Oleh karena itu, bekerja sama untuk memperkuat mitigasi sangat penting.
”Konferensi ini menjadi kesempatan besar bagi para peneliti berbagi pengetahuan terkait bencana di Aceh pada 2004 dan di Jepang pada 2011,” ujar Samsul.
Dalam kesempatan itu, Unsyiah juga menandatangani dua naskah kerja sama dengan Universitas Tohoku dan Fujitsu Tokyo. Beberapa kegiatan kerja sama pendeteksian gempa, riset bersama, dan pertukaran mahasiswa.
Samsul mengatakan, pada 2015 Pusat Studi Mitigasi Bencana Unsyiah telah ditetapkan sebagai pusat unggulan iptek kebencanaan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Unsyiah juga telah banyak melahirkan jurnal ilmiah kebencanaan.
Kepala Pusat Studi Mitigasi Bencana Unsyiah Khairul Munadi mengatakan untuk menuju kampus pusat riset bencana di Indonesia, pada 2020 Unsyiah akan membangun gedung laboratorium kebencanaan. Pembangunan dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) melalui proyek surat berharga syariah negara (SBSN).
”Laboratorium ini akan dilengkapi dengan alat shaking table untuk simulasi gempa,” kata Khairul.
Khairul mengatakan riset-riset kebencanaan diharapkan menjadi landasan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan pembangunan. Hasil riset Unsyiah memaparkan banyak proyek pemerintah dibangun pada zona rawan gempa.
Sebelumnya saat memberikan kuliah umum kebencanaan di Unsyiah, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, apa yang telah dilakukan Unsyiah sangat membantu kerja pemerintah dalam membangun mitigasi bencana.
”Perguruan tinggi bisa meningkatkan edukasi kebencanaan bagi warga. Ini sangat penting,” ucapnya.
Doni juga mengapresiasi Unsyiah yang melakukan penelitian terhadap jejak tsunami kuno di Goa Ek Leunti, di Lhoong, Kabupaten Aceh Besar. Gua itu merekam jejak tsunami yang terjadi 600 tahun silam. Lapisan-lapisan tanah di goa itu adalah sisa tsunami. Doni menginginkan Goa Ek Leunti itu dijadikan objek wisata mitigasi bencana.