Berlari dapat menyehatkan badan dan membuat suasana hati jadi ceria. Namun, memahami kemampuan diri juga dibutuhkan agar tidak mengalami cedera atau bahkan meninggal seperti yang terjadi dalam lomba lari kali ini.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Berlari dapat menyehatkan badan dan membuat suasana hati menjadi ceria. Namun, memahami kemampuan diri juga dibutuhkan agar tidak mengalami cedera atau bahkan meninggal seperti yang terjadi dalam perlombaan kali ini.
Kesempatan untuk melihat kemampuan diri tersebut salah satunya dengan mengikuti lomba lari. Danamon Run 2019 yang diselenggarakan di Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, Minggu (10/11/2019), menjadi ajang lari yang memberikan kesempatan kepada peserta untuk melihat kemampuan dirinya.
Peserta diperbolehkan memilih jarak yang hendak ditempuh sendiri saat berlari. Panitia menyediakan empat kategori, yakni 5 kilometer, 10 km, 15 km, dan 21 km atau separuh maraton. Namun, salah satu peserta meninggal saat mengikuti lomba.
Sebagian besar peserta lebih memilih jarak sesuai dengan rencana awal. Mereka telah memiliki target jarak yang ingin ditempuh sebelum mengikuti lomba.
Salah satu peserta jarak 15 km, Stanley Hendarto (43), dari Jakarta Selatan, mengaku tidak ingin mengejar jarak yang lebih jauh karena kaki kanannya masih terasa sakit setelah mengikuti lomba lari separuh maraton.
”Dari awal saya memilih lari 15 kilometer. Selain jarak ini jarang dilombakan, kaki saya juga masih terasa sakit,” ujar Stanley sambil menunjukkan kakinya yang berbalut perban.
Meskipun tertatih-tatih saat berlari, Stanley berhasil menyelesaikan jarak yang telah ia pilih. Ia pun merasa puas dapat menyelesaikan lomba dengan kondisi tubuhnya yang kurang fit.
Sementara itu, salah satu peserta jarak 5 km dari Jakarta Barat, Riki Fadjar (58), yang masuk dalam kategori master (berumur di atas 45 tahun), menuturkan, dirinya berlari untuk menjaga kesehatan dan supaya terus hidup ceria.
Riki tidak ingin berlari jarak yang lebih jauh karena telah mengetahui kekuatannya. Selain itu, ia ingin cepat selesai di garis finis agar dapat menikmati keceriaan di sekitar panggung hiburan.
Bagi Riki, lari dapat menambah semangat hidupnya setelah pada 2017 menderita penyakit diabetes, darah tinggi, ginjal, dan jantung. Sejak saat itu, ia terus berusaha hidup sehat dan rajin berlari.
Hingga saat ini, ia telah mengumpulkan 61 medali. Ia ingin memperoleh umur yang panjang agar dapat melihat cucunya tumbuh dewasa.
Bagi peserta yang baru pertama kali ikut lomba, memilih jarak yang ingin ditempuh ternyata cukup sulit dilakukan sebab mereka belum mengetahui kemampuannya ada di mana. Lila Kalila (41), misalnya, belum mengetahui kemampuannya sehingga ia memilih jarak yang terpendek, yakni 5 km.
Sementara itu, Sebastian Riyadi (28) memilih 10 km karena terbiasa berlatih lari di sekitar rumahnya dengan jarak 5 km. Setelah melihat kemampuannya, ia pun tertarik untuk mencoba lari dengan jarak yang lebih jauh di lomba selanjutnya.
Berbeda dengan Lila dan Sebastian, Ario Priyo Sujatmiko (36) memilih berlari pada jarak 21 km meskipun baru mulai mengikuti lomba lari tahun lalu di ajang yang sama. Saat itu ia langsung mencoba jarak 21 km dan berhasil mencapai garis akhir dengan catatan waktu sekitar 3 jam.
Sejak itu, ia rutin berlatih dan mengikuti lomba lari. Kini ia pun merasa lebih puas karena dapat mencapai garis akhir dengan catatan waktu 2 jam 26 menit.
Bagi pelari yang sudah terbiasa mengikuti lomba lari, memilih jarak tempuh bukanlah persoalan yang sulit. Mereka telah mengetahui kemampuan dirinya dan mempersiapkannya pada saat latihan secara matang.
Juara 1 kategori 10 km Febtri Putra Zega (23), misalnya, telah mempersiapkan diri untuk berlari di jarak 5 km dan 10 km.
”Saya mempersiapkannya dengan berlari selang-seling antara jarak jauh dan jarak dekat setiap hari. Latihan ini bertujuan untuk melatih kecepatan dan ketahanan tubuh,” ujar Febtri.
Febri berhasil menyelesaikan lomba dengan waktu 35 menit 21 detik. Ia unggul 18 detik atas Suwandi yang berada di peringkat kedua dan 40 detik dari Rudi Febriade di peringkat ketiga.
Satu peserta meninggal
Lomba ini disukai peserta karena mereka dapat berlari dengan ceria. Namun, salah satu peserta meninggal saat mengikuti lomba. Race Director Danamon Run Lexi Rohi mengatakan, berdasarkan penjelasan dokter, Benito Prasetyo (40) meninggal karena serangan jantung.
Sebelum meninggal, korban mendapatkan pertolongan pertama oleh dokter di ambulans. Selanjutnya, korban dibawa ke Rumah Sakit Omni Tangerang.
Lexi belum mengetahui korban mengambil jarak berapa kilometer karena para peserta mendaftarkan diri dengan kategori bebas. ”Kami belum tahu korban mengambil pita warna apa (penanda kategori jarak). Kami masih coba cari tahu,” ujar Lexi.
Manajemen Bank Danamon turut berduka atas meninggalnya peserta Danamon Run 2019. Corporate Communications Head Bank Danamon Indonesia Atria Rai belum dapat menjelaskan kronologi meninggalnya peserta Danamon Run 2019 untuk menghormati privasi keluarga korban.
Antusias
Peserta Danamon Run tahun ini tampak semakin antusias. Hal itu terlihat dari jumlah peserta yang bertambah banyak, mencapai 6.000 peserta. Dua tahun lalu saat pertama kali diadakan, lomba ini hanya diikuti 3.800 peserta. Tahun lalu jumlah peserta yang ikut sebanyak 5.000 orang.
Direktur Utama Bank Danamon Yasushi Itagaki mengaku terkejut dengan jumlah peserta yang terus meningkat. Ia menargetkan tahun depan kegiatan ini dapat digelar kembali dan dapat diikuti hingga 10.000 peserta.
Menurut Itagaki, kegiatan ini sangat menarik karena memiliki konsep yang unik. Peserta dapat memilih jarak yang ingin ditempuh saat berlari. Hal tersebut sama artinya dengan setiap orang dapat memegang kendali atas kehidupan masing-masing.