Pemerintah Berkomitmen Kendalikan Inflasi Pangan Berbasis Data
Pemerintah menargetkan, laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi pangan terkendali di angka 3 persen dalam lima tahun ke depan.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah menargetkan, laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi pangan terkendali di angka 3 persen dalam lima tahun ke depan. Pencapaian target ini membutuhkan sinergi yang berdasarkan data antara pemangku kebijakan terkait.
Komitmen sinergi itu tersurat dalam kunjungan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto ke kantor Kementerian Pertanian di Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (11/11/2019) pagi. "Kami akan berkoordinasi dan bekerja bersama dari perencanaan hingga evaluasi (dalam hal pengendalian harga pangan). Kami juga akan menggunakan data," kata Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat ditemui di kantornya, Senin siang.
Menurut Syahrul, pertemuan ini menjadi momentum penguatan sinergi antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Dia berharap, sinergi tersebut dapat mengintegrasikan program, utamanya yang berkaitan dengan pembangunan pertanian, agar tidak terjadi tumpang tindih antarkementerian.
Dalam rantai pasok pangan, Kementerian Pertanian cenderung berada di ranah hulu sedangkan Kementerian Perdagangan di ranah distribusi dan hilir. Sebelumnya, Agus menyatakan, Kementerian Perdagangan menargetkan, inflasi pangan berada di angka 3 persen dalam lima tahun ke depan sesuai dengan yang tertera dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN.
Badan Pusat Statistik mendata, sepanjang Januari-Oktober 2019, inflasi yang terjadi sebesar 2,22 persen. Secara tahunan (year-on-year), inflasi pada Oktober 2019 senilai 3,13 persen.
Dari segi kelompok pengeluaran, inflasi bahan makanan sepanjang Januari-Oktober 2019 mencapai 3,09 persen dan pada Oktober 2019, inflasi tahunannya sebesar 4,84 persen. Jika diperinci dari segi komponen inflasi, aspek bergejolak atau volatile food sepanjang Januari-Oktober 2019 senilai 2,99 persen sedangkan secara tahunannya berkisar 4,82 persen.
Kami akan berkoordinasi dan bekerja bersama dari perencanaan hingga evaluasi dalam pengendalian harga pangan. Kami juga akan menggunakan data
Sebagai gambaran, inflasi bahan makanan sepanjang 2017 dan 2018 secara berturut-turut senilai, 1,26 persen dan 3,41 persen. Komponen inflasi bergejolak sepanjang 2017 dan 2018 sebesar 0,71 persen dan 3,39 persen.
Pengendalian harga di tingkat konsumen berkaitan dengan pasokan hasil produksi pangan. Dalam hal ini, Agus mendukung rencana Kementerian Pertanian dalam memanfaatkan teknologi untuk peningkatan produksi.
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rusli Abdullah mengapresiasi sinergi Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan tersebut.
"Sinergi ini penting sekali karena kebijakan kedua kementerian ini mempengaruhi pembentukan harga pangan, baik di tingkat petani sebagai produsen maupun konsumen," tuturnya saat dihubungi secara terpisah.
Secara teknis, Rusli menyatakan, Kementerian Pertanian perlu memiliki sumber data produksi semua komoditas pangan yang representatif. Di sisi lain, Kementerian Perdagangan harus memiliki data proyeksi konsumsi masyarakat.
Kedua data ini dapat menjadi landasan pengelompokkan bahan pangan yang bisa dipenuhi sendiri dan bahan pangan yang harus diimpor. Sebelum impor pun, Rusli menyatakan, pemerintah mesti mencari terlebih dahulu subtitusi dari segi nutrisi yang berasal dari produksi dalam negeri.
Pengendalian harga pangan beserta kelengkapan data yang menjadi dasar kebijakan pun tak hanya soal beras. Sembilan bahan pokok, termasuk cabai, bawang merah, bawang putih, daging sapi, serta daging dan telur ayam patut turut menjadi sorotan.
Di sisi lain, Agus dan Syahrul merupakan kader partai politik. Agus bernaung dalam Partai Kebangkitan Bangsa sedangkan Syahrul dari Partai Nasdem.
Menurut Rusli, pertemuan antara keduanya menjadi sinyal positif yang menandakan adanya koordinasi yang baik secara ekonomi dan politik. Saat ini, pertemuan dua menteri tersebut dapat meredam kekhawatiran terhadap potensi terjadinya kegaduhan isu pangan, misalnya saling lempar tanggung jawab dalam impor.
"Namun, kita tetap perlu memantau keberjalanan koordinasi ini karena pangan bersifat sensitif, baik dari sisi ekonomi maupun politik," katanya.