Markus Nari Divonis 6 Tahun Penjara dan Denda Rp 300 Juta
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Dalam sidang sebelumnya, Markus Nari dituntut pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 500 juta oleh jaksa penuntut umum KPK.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa Markus Nari, bekas anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana korupsi. Majelis hakim menjatuhkan vonis 6 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, serta mencabut hak Markus Nari menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
”Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Markus Nari dengan penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp 300 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Ketua Hakim Franky Tambuwun dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan agenda pembacaan putusan, Senin (11/11/2019). Markus Nari menjadi terdakwa dalam kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk (KTP) elektronik.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum KPK. Dalam sidang sebelumnya, Markus Nari dituntut pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 500 juta oleh jaksa penuntut umum KPK.
Selain Franky Tambuwun, majelis hakim yang terdiri dari Emilia Djadjasubagdja, Rosmina, Anwar, dan Sukartono membacakan putusan. Markus juga dijatuhi hukuman membayar uang pengganti sebesar 400.000 dollar AS atau setara dengan Rp 5,63 miliar.
”Dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun,” tutur Franky.
Selain itu, hakim juga memutuskan merampas barang bukti nomor 7513 sampai 7515 untuk negara. Barang bukti diperuntukkan sebagai pembayaran uang pengganti atas kerugian negara yang dilakukan oleh terdakwa.
Barang bukti tersebut adalah mobil Range Rover berwarna hitam dengan nomor registrasi B 963 MNC tahun 2010. Adapun barang bukti lain berupa surat tanda nomor kendaraan dan buku pemilik kendaraan bermotor.
Atas perbuatannya, Markus juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama lima tahun. Ketentuan ini terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pidana.
Markus, anggota DPR periode 2009-2014, dinyatakan bersalah karena telah memperkaya diri sendiri sebesar 400.000 dollar AS dalam perkara dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik. Dana korupsi yang diterima dari pejabat Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, telah mengalir ke mana-mana, mulai dari mantan menteri dalam negeri, anggota DPR, hingga korporasi.
Dalam perkara ini, kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun. Markus dikatakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana selaku anggota Badan Anggaran dan anggota Komisi II DPR dalam proses penganggaran dan pengadaan barang/jasa paket penerapan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2013.
Tidak menerima
Terhadap putusan hakim tersebut, Markus menyatakan tidak pernah menerima uang sebesar 400.000 dollar AS. Menurut dia, mata uang tersebut harusnya dalam pecahan ratusan dollar Singapura.
”Itu saya pertanyakan. Nyatanya, dalam putusan yang disampaikan, kok, jadi dollar AS. Ini sesuatu yang tanda tanya bagi kami. Sementara kami tidak pernah menerima (uang 400.000 dollar AS). Hal ini merupakan yang tidak banyak dipertimbangkan,” ujar Markus.
Untuk itu, Markus menyatakan akan mempertimbangkan hasil putusan hakim. Menurut dia, apa yang diputus hakim tidak banyak mempertimbangkan fakta persidangan, tetapi lebih berdasarkan pada dakwaan jaksa penuntut umum.
”Nanti kami pikir-pikir dalam tujuh hari ini, apa yang harus dilakukan. Kami percaya hakim perpanjangan daripada Tuhan,” ucap Markus.