PT Jasa Tirta, pengelola Waduk Karangkates, akan memodifikasi cuaca untuk mengisi bendungan sekaligus memadamkan sisa kebakaran di Gunung Kawi dan Arjuno.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Volume air di Waduk Sutami atau Waduk Karangkates di Kabupaten Malang, Jawa Timur, kian menyusut saat kemarau. PT Jasa Tirta, pengelola Waduk Karangkates, akan memodifikasi cuaca untuk mengisi bendungan sekaligus memadamkan sisa kebakaran di Gunung Kawi dan Arjuno.
Dari pengamatan Kompas di Dusun Kecopokan, Desa Senggreng, Kecamatan Sumberpucung, Senin (11/11/2019) siang, muka air waduk surut lebih dari 10 meter dibandingkan dengan permukaan air dalam kondisi normal pada musim hujan. Hujan yang turun sesekali belum mampu menaikkan permukaan air waduk.
Wilayah waduk yang digenangi air menyempit sehingga banyak jaring apung milik nelayan—yang sebelumnya terbenam di tepi waduk—kini terbengkalai, memunculkan tonggak-tonggak bambu menjulang dan dasar waduk yang kering. Tepian waduk yang kering dimanfaatkan oleh petani untuk menanam palawija.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan mengatakan, volume air menyusut, tetapi masih di atas elevasi terendah. Elevasi terendah Waduk Sutami 260 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sementara elevasi tertinggi 272,04 mdpl. ”Kami masih di atas low water level +260 mdpl. Jadi, kami masih memiliki cadangan kekeringan,” ujarnya.
Menurut Raymond, untuk menambah debit air, pihaknya akan melakukan modifikasi cuaca dengan hujan buatan. Modifikasi cuaca itu dilakukan Perum Jasa Tirta bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Hujan buatan yang dilakukan pada pertengahan November ini untuk menambah debit air sungai yang masuk ke waduk.
”BPPT memiliki Unit Pelaksana Teknis yang khusus menangani modifikasi cuaca. Nanti hujan buatan dilakukan di hulu Brantas (lereng Gunung Anjasmoro). Lama waktunya 20 hari,” katanya.
Melalui modifikasi cuaca, lanjut Raymond, pihaknya berharap kegiatan itu tidak saja menambah curah hujan sehingga debit air sungai yang masuk ke waduk bisa lebih besar, tetapi juga kemungkinan bisa memadamkan sisa-sisa bara kebakaran lahan dan hutan, baik di lereng Arjuna maupun Kawi.
Disinggung soal dampak persediaan air waduk saat ini terhadap dunia pertanian yang selama ini mengandalkan air dari Waduk Karangkates, Raymond mengatakan, sejauh ini untuk wilayah Sungai Brantas ketersediaan air masih mencukupi. Ada sekitar 83.000 hektar lahan persawahan yang mengandalkan air irigasi dari Karangkates dan beberapa bendungan lain yang ada di Daerah Aliran Sungai Brantas.
”Untuk pertanian, kita masih bisa memberikan air sesuai pola operasi waduk dan alokasi air. Tetapi, tentu saja tidak seleluasa saat musim hujan tiba,” katanya.
Melihat curah hujan di hulu Brantas, lanjut Raymond, sejauh ini rata-rata curah hujan harian yang turun di wilayah itu baru tahap awal dan belum signifikan telah memasuki musim hujan.
Untuk pertanian, kita masih bisa memberikan air sesuai pola operasi waduk dan alokasi air. Tetapi, tentu saja tidak seleluasa saat musim hujan tiba.
Dikonfirmasi secara terpisah, prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika pada Stasiun Klimatologi Karangploso, Ahmad Lutfi, membenarkan bahwa hujan turun belum merata di semua daerah.
Distribusi curah hujan pada dasarian (masa 10 hari) I, bulan November, di Jawa Timur pada umumnya kurang dari 50 milimeter (mm). Begitu pula curah hujan pada dasarian II diperkirakan baru 21-50 mm. Suatu wilayah dikatakan telah memasuki musim hujan jika curah hujan sudah di atas 50 mm setiap dasarian dan kondisi itu berlanjut selama tiga dasarian berturut-turut.