Tolak Pengosongan Lahan Keraton Yogyakarta, Lima PKL ”Tapa Pepe”
Lima pedagang kaki lima menolak pengosongan tanah milik Keraton Yogyakarta yang mereka gunakan sebagai lokasi berdagang. Dasar pengosongan itu adalah dimenangkannya gugatan atas tanah tersebut oleh seorang pengusaha.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Lima pedagang kaki lima menolak pengosongan tanah milik Keraton Yogyakarta yang mereka gunakan sebagai lokasi berdagang. Dasar pengosongan itu adalah dimenangkannya gugatan atas tanah tersebut oleh seorang pengusaha. Para pedagang itu berharap agar eksekusi putusan tersebut tidak dilakukan.
Para pedagang kaki lima (PKL) itu melakukan aksi tapa pepe atau duduk bersila sambil berjemur di Alun-alun Utara Yogyakarta, Senin (11/11/2019). Tempat mereka duduk persis di depan gerbang Keraton Yogyakarta. Mereka juga membawa poster yang isinya memohon kebijaksanaan pihak keraton agar bisa membantu pembatalan eksekusi pengosongan lahan. Adapun aksi itu dimulai sejak pukul 12.00 hingga 13.00.
”Kami mau mengadu ke Sultan. Bagaimana pendapatnya kalau rakyat kecil mau digusur. Saya sudah 20 tahun berjualan (bakmi jawa) di situ. Bapak saya sudah berjualan dari tahun 1948. Ini satu-satunya pekerjaan kami,” kata Sugiyadi (53), salah seorang PKL.
Kasus ini telah bergulir sejak 2015. Bermula dari seorang pengusaha bernama Eka Aryawan yang menggugat lima PKL di Jalan Brigjend Katamso, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta. Mereka adalah Agung Budi Santoso, Budiono, Sutinah, Sugiyadi, dan Suwarni. Usaha yang didirikan mulai dari duplikat kunci, warung makan, hingga bengkel.
Gugatan itu diajukan karena Eka memiliki surat kekancingan atau surat perjanjian hak pinjam pakai lahan. Surat tersebut didapatkannya pada 2011. Adapun lahannya berluas 73 meter persegi. Para PKL dituduh menduduki lahan seluas 28 meter persegi (Kompas, 14/9/2015).
Kasus itu selanjutnya disidangkan di Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta. Perkara diputus majelis hakim, Kamis (11/2/2016). Majelis hakim menyatakan, lahan seluas 28 meter persegi yang diduduki lima PKL itu lahan milik Keraton Yogyakarta yang dipinjam-pakaikan kepada Eka Aryawan. Majelis hakim juga menilai, PKL yang digugat tak bisa menunjukkan bukti mereka berhak menduduki lahan yang menjadi obyek sengketa (Kompas, 12/2/2016).
Menurut rencana, eksekusi akan dilangsungkan Selasa (12/11/2019).
Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Budi Hermawan mengakui, para pedagang itu memang tidak memiliki surat pinjam pakai dari Keraton Yogyakarta. Namun, mereka membayar surat pemberian pajak terutang secara taat.
Selain itu, Budi mengungkapkan, para pedagang itu turun-temurun berdagang di sana. Menurut informasi yang dihimpunnya, sejak 1960, pedagang berjualan di lokasi tersebut. Itu pun karena diatur oleh pihak keraton, kala itu.
”Teman-teman akan tetap bertahan. Alasan kami ke sini untuk meminta kebijaksanaan keraton selaku pihak yang berwenang melakukan penguasaan atas tanah itu. Masalah ini munculnya karena pemberian tanah kekancingan yang kurang jelas,” kata Budi.
Mediasi antara PKL dan penggugat sudah dilakukan dua kali. Namun, tidak ada hasil yang bisa diperoleh. Pihak penggugat, Eka Aryawan, tidak pernah hadir dalam kedua mediasi tersebut. Mereka menilai mediasi tidak perlu dilakukan karena kasus itu sudah dibawa ke ranah hukum (Kompas, 7/10/2015).
Setelah putusan dikeluarkan, PKL pun diminta untuk mengosongkan lahan. Namun, mereka masih belum bersedia.
Sari Sudarmi dari bagian Humas Pengadilan Negeri Kota Yogyakarta menyatakan, pihaknya telah melayangkan teguran untuk mengosongkan lahan tersebut, tetapi juga tak ditanggapi. Hal ini membuat pihak penggugat mengajukan permohonan untuk melakukan eksekusi. Menurut rencana, eksekusi akan dilangsungkan Selasa (12/11/2019).
”Permohonan eksekusi telah masuk sejak 5 Oktober 2018. Surat eksekusi ini terbit 2 Oktober 2019. Sudah dipastikan pihak tergugat telah menerima teguran untuk pengosongan lahan ini,” kata Sari.
Menurut surat permohonan eksekusi itu, pengosongan lahan bakal dilakukan terhadap tanah dan bangunan beserta segala sesuatu yang tumbuh dan tertanam di atasnya tanpa terkecuali. Itu berupa sebidang tanah seluas 28 meter persegi yang merupakan tanah pinjam pakai milik Keraton Yogyakarta.
Hal tersebut menimbulkan tanda tanya bagi Koordinator Tim Hukum Keraton Yogyakarta Achiel Suyanto. Ia menyatakan, tanah yang berada di lokasi itu tidak bersengketa. Hak kepemilikannya jelas merupakan milik Keraton Yogyakarta. Eksekusi untuk lahan seharusnya tidak diperbolehkan mengingat penggugat hanya mempunyai hak guna saja.
”Kami akan hadir sewaktu eksekusi. Kami akan lihat dan memantau. Kalau sampai eksekusi tanah itu keliru. Jangan malah sampai timbul persoalan baru karena eksekusi tersebut,” kata Achiel.
Selain itu, Achiel menyatakan, tanah yang dipinjam Eka itu bakal habis masa pinjamnya dua tahun lagi. Keputusan perpanjangan masa pinjam ada di pihak keraton. ”Tergantung keraton mau memperpanjang masa pinjamnya atau tidak,” ujarnya.
Sementara itu, Sari memastikan, eksekusi tidak akan menyita aset milik keraton berupa Sultan Ground. Sebab, pemohon eksekusinya juga hanya memiliki hak pinjam pakai saja terhadap tanah tersebut.