Organisasi Negara-negara di Amerika (OAS) pada Minggu (10/11/2019) menyatakan, terdapat kejanggalan dalam pilpres tersebut dan pemilu harus digelar ulang.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
LA PAZ, SENIN — Presiden Bolivia Evo Morales (60) mengumumkan pengunduran diri pada Minggu (10/11/2019). Morales dituduh curang dalam pemilihan presiden yang berlangsung bulan lalu.
Morales merupakan warga dari masyarakat adat Bolivia yang pertama kali menjabat presiden. Ia menjadi orang nomor satu di Bolivia selama 13 tahun 9 bulan, terlama dalam sejarah negara itu.
”Saya mengirim surat pengunduran diri saya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Bolivia. Saya meminta anda semua untuk berhenti menyerang saudara-saudari serta berhenti membakar dan menyerang,” kata Morales, yang menggambarkan pengunduran dirinya sebagai puncak kudeta.
Dikutip dari kantor berita ABI, Morales mengumumkan pengunduran diri dari Provinsi Chapare, tempat dirinya memulai karier sebagai pemimpin serikat pekerja. Di akhir pidatonya, ia mengatakan akan kembali ke Chapare.
Ketika Morales membacakan pernyataan itu, kerumunan massa telah terbentuk di La Paz dan kota-kota lainnya. Warga bersorak-sorai dan menangis berbahagia sebelum Morales menyelesaikan pernyataannya.
Mereka membunyikan klakson mobil, mengibarkan bendera Bolivia, dan menyalakan kembang api untuk merayakan pengunduran diri Morales. Di depan istana presiden, warga berbaring dan membakar sebuah peti mati untuk melambangkan kematian pemerintahan Morales.
”Ini bukan Kuba, juga Venezuela. Ini Bolivia, dan Bolivia dihormati,” teriak massa di Ibu Kota. ”Kami merayakan Bolivia telah bebas”.
Morales pertama kali terpilih sebagai presiden pada 2006. Ia memimpin kebangkitan ekonomi Bolivia yang merupakan salah satu negara termiskin di Amerika Latin. Morales mengendalikan inflasi dan mengirim satelit pertama Bolivia ke luar angkasa.
Namun, banyak orang mulai mewaspadai penolakannya untuk meninggalkan kekuasaan. Morales mencalonkan diri untuk masa jabatan keempat setelah Mahkamah Konstitusi menolak hasil referendum terkait dengan batas masa jabatan presiden.
Bulan lalu, Morales mengklaim kembali memenangi pilpres pada 20 Oktober 2019. Bahkan, sebelum hasil resmi menunjukkan ia tidak perlu kembali melawan pemimpin oposisi dan mantan presiden Carlos Mesa. Hasil resmi pilpres yang berselang 24 jam turut memicu kecurigaan adanya kecurangan suara.
Penolakan atas kemenangan Morales tidak ayal memicu bentrok antara pendukung dan oposisi pemerintah di La Paz. Ketegangan juga terjadi kota El Alto.
Tiga orang tewas dan 100 orang lainnya luka-luka akibat insiden itu. Para pengunjuk rasa membakar kantor pemilihan umum dan membentuk penghalang jalan sehingga melumpuhkan kota-kota. Terjadi penjarahan serta pembakaran properti publik dan beberapa rumah.
Organisasi Negara-negara di Amerika (OAS) pada Minggu (10/11/2019) menyatakan, terdapat kejanggalan dalam pilpres itu dan pemilu harus digelar ulang. ”Mengingat adanya tumpukan penyimpangan, tidak mungkin untuk menjamin integritas angka dan memberikan kepastian atas hasil pemilu”, bunyi pernyataan OAS.
Adapun usulan pemilu ulang telah disepakati Morales sebelum mengumumkan pengunduran dirinya.
Pengunduran diri Morales menyebabkan krisis kepemimpinan sebab belum diketahui siapa yang dapat menggantikannya. Wakil Presiden Bolivia Álvaro García Linera juga ikut mengundurkan diri, begitu pula presiden senat, dua menteri bidang pertambangan dan hidrokarbon, serta tiga anggota dewan pendukung pemerintah.
Selain itu, Ketua Mahkamah Pemilihan Tertinggi Bolivia Maria Eugenia Choque mengundurkan diri setelah OAS merilis temuan. Kejaksaan Agung mengatakan akan menyelidiki hakim pengadilan pemilihan atas dugaan penipuan.
Choque telah ditahan bersama dengan 37 pejabat lainnya atas dugaan kejahatan terkait dengan pemilu. Keberadaan Morales juga tidak diketahui.
Tekanan militer
Selain tekanan publik, Morales juga menerima tekanan dari pihak militer meskipun telah menyetujui pemilu ulang. Panglima Militer Bolivia Jenderal Williams Kalima, secara terbuka melalui siaran televisi nasional, meminta Morales untuk mundur.
”Setelah menganalisis situasi konflik internal, kami meminta presiden untuk mengundurkan diri agar memungkinkan perdamaian dipulihkan dan stabilitas dipertahankan untuk kebaikan Bolivia,” kata Kaliman.
Melalui Twitter, Minggu (10/11/2019), Morales mengklaim pihak berwenang tengah berupaya untuk menahannya. Tuduhan itu kemudian dibantah oleh Jenderal Polisi Yuri Calderon.
Pengajar ilmu politik dan studi Amerika Latin University of Arizona, Jennifer Cyr, menyuarakan keprihatinan atas tekanan yang dilakukan oleh militer kepada Morales. ”Tindakan tersebut sangat mengganggu. Laporan OAS dan penerimaan Morales untuk mengadakan pemilu ulang merupakan langkah positif yang bisa menenangkan Bolivia. Sekarang, saya tidak yakin apa yang akan terjadi,” ujarnya.
Pemerintah Meksiko melaporkan, 20 pejabat eksekutif dan legislatif Bolivia telah berada di kantor perwakilan Meksiko di Ibu Kota untuk mencari suaka. Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard mengatakan, Meksiko akan menawarkan suaka kepada Morales jika diminta.
”Kami menolak keterlibatan militer Bolivia. Meksiko akan mempertahankan posisinya untuk menghormati demokrasi dan institusi. Tidak untuk kudeta,” ujarnya, melalui Twitter. (AP)