Rusia Kembali ke Afrika
Pernah mencatatkan kedekatan di bidang ekonomi, politik, keamanan, dan kebudayaan pada era Uni Soviet, si ”Beruang Merah” kembali ingin ”berburu madu” di Afrika.
Pernah mencatatkan kedekatan di bidang ekonomi, politik, keamanan, dan kebudayaan pada era Uni Soviet, si ”Beruang Merah” kembali ingin ”berburu madu” di Afrika.
Keruntuhan Uni Soviet diikuti hilangnya pengaruh negara besar yang sudah tiada itu di Afrika. Rusia, pewaris utama Uni Soviet, berusaha mengembalikan pengaruh itu.
Dulu, banyak politisi dan perwira Afrika belajar di Uni Soviet. Sisa pasokan senjata Uni Soviet dalam jumlah besar pada era Perang Dingin masih tersebar di berbagai penjuru Afrika. ”Senjata Rusia (dulu bagian dari Uni Soviet) cukup bagus dan murah. Mereka tidak banyak tanya saat menjual (senjata),” kata analis di Carnegie Endowment, Paul Stronski.
Ia juga menyoroti dukungan Uni Soviet pada pergerakan kemerdekaan di banyak negara Afrika, yang menjadi modal hubungan kuat Afrika-Uni Soviet selama puluhan tahun pada era Perang Dingin. Kini, banyak hal berubah. Sekarang, hanya tiga pemimpin Afrika yang pernah belajar di negara- negara bekas Uni Soviet. Nilai perdagangan Rusia-Afrika pun hanya 20 miliar dollar AS, separuh dari nilai dagang Perancis- Afrika dan jauh di bawah China- Afrika. Hanya 3,7 persen ekspor Rusia menuju Afrika dan hanya 1,1 persen ekspor Afrika menuju Rusia.
Presiden Rusia Vladimir Putin ingin membalikkan keadaan. Ia mengundang para pemimpin Afrika untuk hadir pada Konferensi Tingkat Tinggi Rusia-Afrika pada 23-24 Oktober 2019 di Sochi. Sebanyak 54 negara Afrika mengirim utusan, 45 di antaranya kepala negara atau kepala pemerintahan. Pertemuan menghasilkan kesepakatan bisnis lewat nota kesepahaman bernilai 12,5 miliar dollar AS.
Di forum itu, Putin menunjukkan kebaikan lewat janji akan menghapuskan utang negara- negara Afrika dari era Uni Soviet senilai 20 miliar dollar AS. Ia menyebut penghapusan itu dalam koridor pertukaran utang dengan program pembangunan. ”Ini kebaikan sekaligus pragmatis karena banyak negara Afrika yang tidak sanggup membayar utang. Kami memutuskan yang terbaik bagi semua dengan memulai kerja sama dari awal,” kata Putin kepada kantor berita Rusia, TASS.
”Negeri Beruang Merah” itu tak sepenuhnya rugi gara-gara penghapusan tersebut. BUMN Rusia, Rosneft, sebagai imbalannya bisa mengakses cadangan gas alam di Mozambik lewat program pertukaran utang dengan pembangunan.
Mineral dan militer
Meski kaya sumber daya alam, Moskwa tetap butuh mineral seperti mangan, bauksit, dan kromium dari Afrika. Rusia-Zimbabwe, misalnya, membuat Great Dyke Investments bermodal 4 miliar dollar AS untuk menambang platinum di Zimbabwe. Di Angola, Rusia menjajaki investasi hidrokarbon.
BUMN nuklir Rusia, Rosatom, mendekati Namibia dan Mesir untuk pemanfaatan nuklir di Afrika. Rusia meminjamkan 25 miliar dollar AS untuk pembuatan reaktor nuklir di Mesir. Pihak swasta Rusia juga terlibat. Lukoil, perusahaan migas Rusia, punya konsesi di Kamerun, Ghana, Nigeria, Mesir, dan menjajaki jalan masuk ke Kongo. ”Rusia mencoba menunjukkan identitas sebagai negara besar,” kata penasihat urusan Afrika bagi Presiden AS Barack Obama, Grant Harris.
Selain mineral, komoditas penting dalam hubungan Rusia- Afrika adalah persenjataan. Hingga 35 persen senjata Afrika dipasok Moskwa. Rusia punya kerja sama militer dengan 20 negara Afrika. Moskwa memasok pesawat tempur dan peluru kendali. Rusia membantu Afrika dalam program antiteror hingga pemeliharaan perdamaian. Afrika Tengah, Botswana, Burkina Faso, Burundi, Kamerun, Afrika Tengah, Chad, Eswatini, Etiopia, Gambia, Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, Kamerun, Mozambik, Niger, dan Rwanda terlibat kegiatan ini.
Rusia juga diduga mengirim tentara bayaran ke Afrika. Pada Oktober 2019, sebagian tentara bayaran itu tewas dalam kecelakaan pesawat di Afrika. Mereka diduga bekerja untuk Wagner. Informasi soal Wagner antara lain terkuak lewat dokumen yang dibocorkan Mikhail Khodorkovsky—jutawan Rusia yang melarikan diri ke luar negeri— kepada media Inggris, The Guardian.
Dokumen itu menyebut Wagner terkait dengan Yevgeny Prigozhin, jutawan yang dituding dekat dengan Putin. Prigozhin tenar karena diduga mengerahkan pasukan dunia maya untuk memengaruhi proses pemilu AS pada 2016.
Politik
Direktur Urusan Afrika Kementerian Luar Negeri Rusia Oleg Ozerov mengatakan, kehadiran pemimpin Afrika di Sochi menunjukkan kegagalan Barat untuk mengisolasi Rusia. ”Hari ini, sepertinya Barat menemukan justru mereka yang terisolasi gara-gara kebijakannya sendiri,” katanya.
Ozerov mengklaim, Rusia didukung karena ketulusan dalam hubungan internasional. ”Orang-orang bosan dan menderita gara-gara campur tangan asing. Kami mendukung solusi Afrika untuk masalah Afrika. Mereka menderita karena dilarang menyelesaikan konflik dengan cara mereka sendiri,” katanya.
Kedekatan Rusia-Afrika di forum internasional tecermin di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Perwakilan Afrika, yang dikenal dengan sebutan A3, didukung Rusia, anggota tetap DK PBB. Dengan dukungan Rusia, A3 sukses mencegah DK PBB berpendapat soal dugaan kecurangan pemilu Kongo.
A3-Rusia mencegah DK PBB meminta gencatan senjata di Libya dan mengecam serangan Khalifa Haftar pada pemerintahan Libya yang diakui internasional. Rusia juga menyokong A3 mencegah DK PBB berpendapat soal Sudan.
”Salah satu tujuan utama Rusia untuk di Afrika adalah memberi dukungan tambahan pada forum internasional atau setidaknya sikap abstain,” kata Kepala Program Asia pada Chatham House, Alex Vines, sebagaimana dikutip Newsweek.
”Tidak ada yang meragukan, Rusia semakin erat dengan isu Afrika di DK PBB dalam sepuluh tahun lalu. Walakin, saya pikir masih banyak harus dilakukan dan tidak bisa begitu saja mengubah arah DK PBB pada Afrika,” kata Direktur International Crisis Group Richard Gowan. (AFP/REUTERS)