Asa Memijar dari Selatan Jawa
Berporos ke Candi Borobudur, Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo membuka gerbang pariwisata dan diyakini mencipta ruang ekonomi baru di wilayah selatan Jawa.
Bandara Internasional Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo tidak saja membuka lebih lebar pintu gerbang pariwisata wilayah selatan Pulau Jawa.Berporos ke Candi Borobudur, kehadiran bandara ini juga diyakini mencipta ruang ekonomi baru di wilayah selatan Jawa.
Bertahun silam, jalan raya di tepi Kali Tinalah, Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, DI Yogyakarta, dikenal sebagai jalur rawan karena kerap jadi tempat penjahat beraksi. Kini, daerah itu kian ramai, bahkan jadi jalur pelesiran.
”Dulu banyak begal. Makanya banyak orang enggak berani lewat sini kalau malam,” kata Agung Sugiharto (51), pemilik rumah makan di Desa Banjararum, Kamis (17/10/2019).
Rumah makan Oemah Agoeng miliknya berada persis di pinggir jalan yang dulu dikenal rawan. Kini, jalan raya itu dikenal dengan nama Jalan Nanggulan-Mendut, penghubung wilayah Kulon Progo dengan Kabupaten Magelang.
Jalan itu diprediksi kian ramai karena menjadi salah satu jalur penghubung Bandara Internasional Yogyakarta (BIY) dan Candi Borobudur di Magelang. BIY merupakan bandara baru di DI Yogyakarta, menggantikan Bandara Adisutjipto di Kabupaten Sleman.
Setelah beroperasi terbatas sejak Mei 2019, BIY ditargetkan sepenuhnya rampung Desember. BIY diharapkan ikut mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara ke Candi Borobudur. Untuk itu, pemerintah memprioritaskan jalur penghubung BIY ke Borobudur.
Saat memimpin rapat kabinet terbatas di Candi Borobudur, 30 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo menyinggung pentingnya jalur itu serta beberapa usulan jalur BIY-Borobudur yang bisa dikembangkan. ”Banyak alternatif dan kemarin juga dari Pak Gubernur Jawa Tengah ada usulan, juga dari Pak Bupati Purworejo. Masukannya sangat baik dan nanti akan segera diputuskan setelah studi lapangan,” tuturnya.
Saat ini, ada dua alternatif jalur dari BIY ke Candi Borobudur yang siap dilalui, yakni lewat wilayah Kulon Progo dan Kabupaten Purworejo. Jalur BIY-Candi Borobudur melalui Kulon Progo sekitar 60 kilometer melintasi sejumlah wilayah, seperti Wates, Sentolo, Nanggulan, Dekso, dan Klangon. Sebagian jalur melalui wilayah perbukitan dengan pemandangan indah.
Adapun jalur BIY-Candi Borobudur melalui Purworejo sekitar 63 kilometer. Wisatawan bisa melalui jalan Yogyakarta-Purworejo lalu mengambil ruas Purworejo-Magelang. Perjalanan darat dari BIY ke Borobudur melalui Kulon Progo ataupun Purworejo sama-sama memakan waktu sekitar 1,5 jam dalam kondisi normal.
Di luar dua jalur itu, pemerintah pusat juga membangun jalur ”Bedah Menoreh”. Namun, jalan yang akan membelah perbukitan Menoreh itu belum selesai dibangun.
Incaran investor
Seiring proyeksi peningkatan wisatawan yang turun di BIY menuju Candi Borobudur, kawasan di sepanjang poros tersebut mulai diincar investor. Harga tanah pun naik. Yohanes Tri Kusnanto (45), warga Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, mengatakan, sekitar tahun 2016 harga tanah di desanya berkisar Rp 60.000-Rp 100.000 per meter persegi.
Namun, kini mencapai Rp 500.000 per meter persegi. ”Yang di tepi jalan besar bisa mencapai Rp 1 juta per meter persegi. Itu pun belum tentu dilepas,” ujarnya. Tri mengaku, hampir setiap hari mendengar tanah-tanah di sekitar Sentolo dan Nanggulan ditanyakan calon investor asal Jakarta. Sebagian menggunakan perantara warga setempat. Mereka meyakini jalur itu akan berkembang pesat.
Sigit Hermawan (37), pemilik rest area di Desa Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, di tepi jalan penghubung BIY-Candi Borobudur juga berharap tempatnya semakin ramai. Fasilitas rest area milik Sigit cukup lengkap, mulai dari rumah makan, toko oleh-oleh, tempat parkir, mushala, dan toilet. ”Ada juga kolam renang anak-anak untuk menambah daya tarik,” ungkapnya.
Rest area itu awalnya dibangun menampung pengunjung yang berziarah ke Goa Maria Sendangsono di Desa Banjaroya. Kebetulan lokasinya dekat salah satu jalan masuk ke Goa Maria Sendangsono.
Selain rumah makan dan rest area, jalur BIY-Candi Borobudur melalui wilayah Kulon Progo juga disemarakkan sejumlah kios kuliner khas. Di sepanjang jalur, khususnya antara Sentolo dan Dekso, terdapat banyak kios penjual geblek, makanan khas Kulon Progo dan Purworejo. Geblek terbuat dari tepung tapioka alias aci yang digoreng dan diberi bumbu bawang.
Yanto (50), warga Desa Jatisarono, Kecamatan Nanggulan, memiliki enam kios geblek, empat di antaranya berada di jalur BIY-Candi Borobudur. Ia berharap, setelah BIY beroperasi penuh, banyak wisatawan singgah. ”Saya juga akan memperbaiki tampilan kios agar lebih menarik,” ucapnya.
Pada bulan-bulan tertentu, para wisatawan yang melewati jalur BIY-Borobudur di Kulon Progo juga bisa menikmati kelezatan durian di wilayah Kalibawang yang dikenal sebagai sentra durian. Menurut Wasri (48), pemilik Toko Durian Pak Satang, panen durian biasanya dimulai Desember hingga April. Pada masa itu, sepanjang jalan Nanggulan-Mendut akan dijejali lapak-lapak penjual durian.
Pasar unik
Geliat ekonomi baru juga tumbuh di koridor BIY-Borobudur yang melintasi wilayah Purworejo. Di ruas itu, muncul sejumlah pasar tradisional dengan konsep unik yang diinisiasi warga setempat. Pasar-pasar itu juga dipromosikan melalui media sosial untuk menarik wisatawan.
Salah satunya Pasar Temon di Desa Sambak, Kecamatan Kajoran, Magelang. Pasar yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari jalan raya Purworejo-Magelang itu menjual aneka makanan, misalnya getuk, lemet singkong, pelas kedelai, dan aneka olahan tahu.
Pasar yang buka sejak 15 September 2019 itu juga diisi sejumlah aktivitas kreatif untuk menggaet kalangan milenial. Di antaranya flash mob (atraksi seni yang ditampilkan mendadak), pertunjukan musik, atraksi reptil, hingga konsultasi psikologi untuk melupakan mantan kekasih. Namun, Pasar Temon hanya buka setiap 35 hari sekali, yakni setiap Minggu Pon dalam penanggalan Jawa.
”Ke depan, kami berencana menarik para wisatawan dari atau menuju Bandara Internasional Yogyakarta,” kata Sekretaris Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sambak, Muhammad Ainur Rofiq, selaku penyelenggara Pasar Temon.
Pasar unik lain di sekitar jalur itu adalah Pasar Inis di Desa Brondongrejo, Kecamatan Purwodadi, Purworejo. Pasar itu hanya berjarak sekitar 3 kilometer dari Jalan Yogyakarta-Purworejo. Di pasar itu, wisatawan bisa menikmati kuliner lokal, mulai dari nasi megono, klepon, dawet, hingga coffee latte yang dibuat dengan campuran bunga talang.
”Inis itu dalam bahasa Jawa bermakna semilir angin yang menyejukkan. Diharapkan, pasar Inis ini bisa menjadi destinasi yang menyejukkan dan menyenangkan pengunjung,” ujar Lurah Pasar Inis Rianto Purnomo.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berpendapat, ruas penghubung BIY ke Candi Borobudur sebaiknya memanfaatkan jalur-jalur yang sudah ada. ”Saya, sih, minta dua jalur itu yang digunakan menjadi penghubung antara Bandara (Internasional Yogyakarta) ke Borobudur. Daripada membuat jalan baru, lebih baik memanfaatkan yang sudah ada, menurut saya itu lebih gampang,” paparnya.
Ganjar mengusulkan kedua jalur itu diperlebar saja. Selain lebih mudah ketimbang membuat jalur baru, penggunaan jalur-jalur eksisting juga akan mengangkat ekonomi warga. Warga di dua jalur itu, Kulon Progo dan Purworejo, bisa menawarkan produk kerajinan, kuliner, ataupun amenitas lain yang bisa menarik wisatawan.