Dua Orangutan Korban Konflik dengan Manusia di Kaltim Dilepasliarkan
Dua orangutan Kalimantan korban konflik dengan manusia di Bontang, Kalimantan Timur, delapan bulan lalu, dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kaltim. Selasa (12/11/2019)
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Dua orangutan Kalimantan korban konflik dengan manusia di Bontang, Kalimantan Timur, delapan bulan lalu, dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen, Kutai Timur, Kaltim, Selasa (12/11/2019). Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kaltim terus melakukan sosialisasi agar konflik manusia dan orangutan tidak berakhir dengan melukai satwa dilindungi itu.
Pada 26-27 April 2019, orangutan yang diberi nama Jubaidah (20) dan anaknya, Jubaedi (2), diselamatkan dari Desa Guntung, Bontang Utara, Kota Bontang. Satwa bernama Latin Pongo pygmaeus itu diselamatkan dalam kondisi dehidrasi dengan lima peluru senapan angin bersarang di tubuhnya. Saat itu, beratnya sekitar 35 kilogram, lebih ringan 10 kilogram dari berat normal orangutan dewasa.
Mereka akhirnya dirawat di pusat rehabilitasi orangutan Samboja Lestari di Kutai Kartanegara yang dikelola Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS). ”Terdapat beberapa luka sayatan benda tajam di beberapa bagian tubuh Jubaidah saat itu. Jari telunjuknya putus dengan luka terbuka. Beruntung Jubaedi dalam kondisi baik,” kata tenaga medis Yayasan BOS, Agus Irwanto.
Jika terjadi kepunahan populasi satwa di hutan, keseimbangan alam tidak terjadi.
Saat diselamatkan, mereka berada di perkebunan warga yang ditanami pohon pisang dan pohon kelapa. Konflik orangutan dan warga kerap dipicu masuknya orangutan ke perkebunan warga yang membuat warga takut merugi karena kebun mereka rusak dan terancam gagal panen. Akibatnya, kerap kali orangutan diusir dengan ditembak atau dilukai.
Berdasarkan data Yayasan BOS, sejak 2018 hingga November 2019 sudah diselamatkan 28 orangutan di Kalimantan akibat konflik dengan manusia. Artinya, setidaknya satu orangutan terluka dalam sebulan akibat konflik dengan manusia. Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim Sunandar Trigunajasa mengatakan, sosialisasi terus dilakukan kepada masyarakat.
”Sosialisasi itu bukan hanya agar tidak melukai orangutan yang statusnya dilindungi, tetapi yang utama menjaga kawasan hutan, tempat hidup orang utan,” kata Sunandar.
Orangutan, lanjutnya, memasuki perkebunan biasanya akibat alih fungsi hutan pada habitat orangutan. Saat hutan dialihfungsikan menjadi perkebunan yang bukan sumber makanannya, biasanya orangutan bermigrasi mencari tempat tinggal yang lebih nyaman dan memenuhi kebutuhan pakannya.
Pemicu konflik lain adalah perkebunan atau permukiman warga yang masuk ke habitat hidup orangutan. Sunandar menyebutkan, orangutan akan memakan tumbuhan di sekitar habitatnya jika itu sesuai dengan kebutuhannya. Hal itu membuat pemilik kebun merasa merugi karena terancam gagal panen. Akhirnya, orangutan dianggap hama dan diburu.
”Peraturan untuk melindungi orangutan sudah ada, hanya saja sosialisasi perlu terus ditingkatkan agar jangan sampai melukainya. Sebenarnya, satwa liar takut dengan manusia, tidak perlu sampai ditembak,” ucapnya.
Selain itu, koordinasi lintas sektor juga ditingkatkan untuk menekan alih fungsi habitat orangutan. Perusahaan pengelola hutan industri juga diminta berkoordinasi jika terjadi konflik dengan orangutan. Perlindungan satwa liar ini penting dilakukan demi kehidupan manusia juga.
”Jika terjadi kepunahan populasi satwa di hutan, keseimbangan alam tidak terjadi. Satwa-satwa itu berkontribusi secara alami menjaga dan menanam pohon melalui kotoran dan sisa makanan mereka. Prosesnya puluhan hingga ratusan tahun. Dari hutan itu, oksigen dihasilkan dan dinikmati manusia,” tutur Sunandar.
Kapasitas maksimal
Jubaidah dan Jubaedi dilepasliarkan bersama Titon (19), orangutan jantan dewasa yang lahir di Samboja Lestari. Pelepasliaran ini membuat jumlah populasi orangutan hasil rehabilitasi yang dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen menjadi 118 individu, mendekati batas maksimal 150 orangutan.
Konflik dengan manusia serta jual-beli orangutan menjadi tantangan untuk pelestarian satwa dilindungi ini. Jika hal itu terus terjadi, pelestarian orangutan mengalami banyak kendala. Setidaknya, 32 orangutan lagi bisa ditampung di Hutan Kehje Sewen di Kalimantan Timur. Sementara 130 orangutan tengah direhabilitasi dan 30 di antaranya disiapkan untuk dilepasliarkan.
”Kami sangat membutuhkan hutan baru yang dikelola dalam skema izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-restorasi ekosistem. Itu sebagai situs pelepasliaran orangutan dan kami butuh semua pihak membantu pelestarian orangutan,” kata CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite.