Juventus tidak perlu menampilkan permainan terbaiknya untuk mengalahkan AC Milan saat ini. Sebaliknya, penampilan terbaik Milan pun belum cukup untuk menundukkan ”Si Nyonya Besar”.
Oleh
Herpin Dewanto Putro
·4 menit baca
TURIN, SENIN — Kemenangan Juventus atas AC Milan, 1-0, di Stadion Allianz, Turin, Senin (11/11/2019) dini hari WIB, semakin mempertegas kemunduran yang dialami Milan. Permainan terbaik Milan musim ini, yang diperlihatkan pada laga itu, bahkan tidak cukup untuk mendapatkan hasil imbang, apalagi menang atas Juventus yang kebetulan juga tampil buruk.
Tim berjuluk ”Rossoneri” ini semakin terlihat inferior jika disandingkan dengan Juventus, ”Si Nyonya Besar”. Juventus merupakan tim bertabur bintang yang dengan mudahnya meraih kemenangan seperti membalik telapak tangan, sedangkan Milan merupakan raksasa Italia yang tidak lagi memburu trofi, tetapi berjuang keras menghindari zona degradasi.
Bahkan, ketika Milan ”hanya” kalah 0-1, Pelatih AC Milan Stefano Pioli sampai merasa bangga. ”Kami sudah tampil bagus, setidaknya penampilan kami sudah bisa sejajar dengan Juventus,” kata Pioli kepada Sky Sport Italia.
Pernyataan Pioli itu mengingkari kodrat Milan sebagai klub Italia yang paling banyak meraih trofi Liga Champions (tujuh trofi). Mereka tidak lagi seperti Milan yang mampu mengalahkan Juventus pada final Liga Champions musim 2002-2003 di Stadion Old Trafford, Manchester, Inggris.
Milan juga bukan lagi tim yang seharusnya menjadi rival berat Juventus dalam perebutan trofi Liga Italia. Di Liga Italia, Juventus memang menjadi klub yang paling banyak meraih gelar juara, yaitu sebanyak 35 kali. Adapun Milan dan Inter Milan merupakan dua klub yang berada di bawah Juventus dengan raihan masing-masing 18 trofi.
Inferioritas itu menjadi semakin masuk akal ketika Milan sudah lupa bagaimana rasanya bisa mengalahkan Juventus di Turin. Kemenangan itu terakhir kali mereka rasakan pada laga di Stadion Olimpico Grande Torino pada Maret 2011. Milan menang 1-0 berkat gol Gennaro Gattuso.
Pada masa itu, Milan masih memiliki banyak pemain bintang, seperti Alessandro Nesta, Zlatan Ibrahimovic, dan Clarence Seedorf. Mereka saat itu masih dilatih Massimiliano Allegri, pelatih yang kemudian mempersembahkan lima scudetto untuk Juventus.
Namun, tahun demi tahun Milan terus kehilangan pemain bintang dan semakin terpuruk karena manajemen klub yang buruk. Pada musim ini, alarm di Stadion San Siro, kandang Milan, semakin nyaring berbunyi karena mereka baru memenangi empat dari 12 laga Serie A. Dengan bermodal 13 poin, mereka terdampar di peringkat ke-14.
Oleh karena itu, Pioli sampai merasa bangga karena Milan bisa memaksa Juventus tampil buruk pada laga kemarin. Milan yang biasanya kesulitan menyerang justru bisa mencatat delapan tembakan yang tepat mengarah ke gawang Juventus. Namun, segala upaya itu berakhir sia-sia ketika Paulo Dybala masuk ke lapangan dan mencetak gol kemenangan pada menit ke-77.
Milan kembali melakukan kesalahan dalam bertahan. Bek Milan, Alessio Romagnoli, hanya menjulurkan kaki kirinya untuk menghalangi langkah Dybala ketika akan menembak. Melumpuhkan pemain yang memiliki kelincahan dan kecepatan seperti Dybala dengan cara semacam itu sama saja dengan bunuh diri. Surat kabar La Repubblica menyebut cara Romagnoli itu tidak masuk akal.
Romagnoli pun mengakui kesalahannya. ”Saya memang mendekati Dybala ketika dia membawa bola. Namun, gerakan yang saya lakukan sangat lemah,” katanya seperti dikutip Football-Italia.
Tidak hanya sekali ini Milan melakukan kesalahan bertahan yang konyol. Tim-tim lain, seperti Udinese, Inter Milan, Torino, Fiorentina, Lecce, dan Lazio, sebelumnya sudah menikmati kelemahan Milan tersebut. Mereka mampu membobol gawang Milan dan menang ketika laga sudah berjalan di atas menit ke-70.
Sikap Ronaldo
Meski kalah, Milan mampu membuat bintang sekelas Cristiano Ronaldo frustrasi. Bintang asal Portugal itu marah ketika digantikan oleh Dybala menit ke-55 dan meninggalkan stadion ketika laga belum usai.
Ronaldo memang tidak mampu berbuat banyak ketika melawan Milan, dan ini merupakan yang kedua kalinya ia diganti di tengah laga. Sebelumnya, Pelatih Juventus Maurizio Sarri mengganti Ronaldo pada laga kontra Lokomotiv Moskwa di ajang Liga Champions.
Sarri mengatakan, Ronaldo masih memiliki masalah dengan lututnya. ”Saya tidak punya masalah dengan Ronaldo. Dia seharusnya berterima kasih karena masih dimainkan meski kondisi fisiknya sedang buruk,” katanya.
Mantan Pelatih Juventus, Fabio Capello, ikut mengkritik perilaku Ronaldo. ”Keputusan Sarri sudah tepat. Tingkahnya ketika tidak mau duduk di bangku cadangan (setelah ditarik) bukanlah kesan yang bagus,” ujarnya. (AFP/REUTERS)