Kalah di Pengadilan, Lapak PKL di Lahan Keraton Yogyakarta Digusur
Lapak sejumlah PKL di kawasan Gondomanan, Yogyakarta, digusur paksa oleh petugas, Selasa (12/11/2019). Penggusuran lapak yang berada di lahan milik Keraton Yogyakarta itu dilakukan setelah PKL kalah di pengadilan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Lapak sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Gondomanan, Kota Yogyakarta, digusur paksa oleh petugas, Selasa (12/11/2019). Penggusuran lapak yang berada di lahan milik Keraton Yogyakarta itu dilakukan setelah para PKL kalah dalam proses hukum di pengadilan.
Berdasarkan pantauan Kompas, proses penggusuran lapak para PKL itu dimulai sekitar pukul 10.00. Saat itu, sejumlah petugas dari Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta yang dikawal oleh anggota kepolisian datang ke lokasi lapak PKL yang berada di pinggir Jalan Brigjen Katamso, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta.
Petugas PN Yogyakarta kemudian mengumumkan bahwa mereka akan melakukan eksekusi untuk mengosongkan dua lapak PKL di lokasi itu. Dua lapak tersebut ditempati oleh lima PKL secara bergantian pada siang dan malam.
Sebelum melakukan eksekusi, petugas PN Yogyakarta juga meminta pihak-pihak lain yang tak berkepentingan untuk meninggalkan lokasi eksekusi. Saat itu, di lokasi memang terdapat sejumlah aktivis dan mahasiswa yang melakukan advokasi terhadap para PKL.
Proses eksekusi lapak itu juga sempat diwarnai kericuhan. Petugas kepolisian sempat terlibat saling dorong dengan para aktivis dan mahasiswa yang berupaya menghalangi eksekusi. Namun, eksekusi akhirnya bisa dilakukan. Petugas lalu memindahkan barang-barang milik PKL dan memasang seng di lahan yang menjadi obyek sengketa.
Juru Sita PN Yogyakarta, Heri Prasetya, menyatakan, eksekusi tersebut dilakukan berdasarkan penetapan eksekusi yang dikeluarkan oleh Ketua PN Yogyakarta. ”Kami mendapatkan tugas untuk mengosongkan obyek eksekusi. Dasar pelaksanaan eksekusi hari ini adalah penetapan eksekusi yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta,” katanya.
Dasar pelaksanaan eksekusi hari ini adalah penetapan eksekusi yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Eksekusi terhadap lapak PKL itu berkaitan dengan perkara hukum yang melibatkan lima PKL dengan seorang pengusaha bernama Eka Aryawan. Pada 2015, Eka menggugat lima PKL yang berjualan di pinggir Jalan Brigjen Katamso, yakni Agung Budi Santoso, Budiono, Sutinah, Sugiyadi, dan Suwarni. Sehari-hari, para PKL itu membuka warung makan dan jasa pembuatan kunci di lokasi tersebut.
Dalam gugatan yang diajukan ke PN Yogyakarta, Eka menyatakan, dirinya mendapatkan surat kekancingan atau surat perjanjian hak pinjam pakai lahan milik Keraton Yogyakarta seluas 73 meter persegi di pinggir Jalan Brigjen Katamso. Menurut rencana, lahan itu akan dimanfaatkan untuk jalan masuk ke rumah Eka yang berada di belakang lahan tersebut.
Namun, Eka menuduh lima PKL itu menduduki sebagian lahan Keraton Yogyakarta yang telah dipinjampakaikan kepada dirinya. Dari total lahan seluas 73 meter persegi, lima PKL itu dituduh menempati sebagian lahan dengan luas 28 meter persegi.
Oleh karena itu, Eka lalu mengajukan gugatan ke PN Yogyakarta agar kelima PKL mengosongkan lahan yang menjadi obyek sengketa. Dalam gugatannya, Eka juga sempat menuntut ganti rugi senilai Rp 1,12 miliar. Pada 2016, gugatan Eka itu dikabulkan sebagian oleh PN Yogyakarta.
Dalam putusannya, majelis hakim PN Yogyakarta menyatakan, Eka Aryawan merupakan pihak yang berhak dan diberi izin untuk memakai lahan seluas 73 meter persegi milik Keraton Yogyakarta. Majelis hakim juga menyebut, kelima PKL telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mereka menguasai lahan seluas 28 meter persegi tanpa izin.
Majelis hakim juga memerintahkan lima PKL itu untuk mengosongkan lahan tersebut. Namun, majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan ganti rugi yang diajukan Eka Aryawan senilai Rp 1,12 miliar. Putusan PN Yogyakarta itu kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta dan Mahkamah Agung. Putusan-putusan itulah yang kemudian menjadi dasar bagi PN Yogyakarta untuk melakukan eksekusi.
Kuasa hukum Eka Aryawan, Oncen Poerba, mengatakan, sesuai putusan pengadilan, kliennya merupakan pihak yang berhak memakai lahan milik Keraton Yogyakarta tersebut. Oleh karena itu, eksekusi yang dilakukan PN Yogyakarta itu sudah tepat. ”Pengadilan sudah memutuskan agar lahan itu dikosongkan dari pihak-pihak yang tidak berhak,” katanya.
Dipersoalkan
Namun, eksekusi oleh PN Yogyakarta itu dipersoalkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mendampingi para PKL. Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta Budi Hermawan menilai, proses eksekusi tersebut bermasalah karena tidak didahului oleh pengukuran lahan yang menjadi obyek eksekusi.
Budi menyebut, saat melakukan eksekusi, petugas PN Yogyakarta hanya menanyakan kepada Eka Aryawan dan kuasa hukumnya mengenai batas-batas lahan yang menjadi obyek sengketa. Padahal, menurut Budi, eksekusi seharusnya baru bisa dilakukan setelah adanya pengukuran lahan. Hal ini agar batas-batas lahan yang menjadi obyek eksekusi menjadi jelas.
”Tadi tidak dilakukan pengukuran lebih dulu, jadi obyeknya menjadi tidak jelas,” ujar Budi.
Saat dikonfirmasi mengenai masalah itu, juru sita PN Yogyakarta, Heri Prasetya, enggan berkomentar. Heri berdalih, dirinya tidak memiliki kewenangan untuk memberikan keterangan kepada media.
Sementara itu, sejumlah PKL yang lapaknya digusur menyesalkan proses eksekusi yang dilakukan PN Yogyakarta. Salah seorang PKL, Agung Budi Santoso (32), mengatakan, lapak tersebut menjadi satu-satunya tempatnya mencari nafkah. Di lahan itu, Agung membuka jasa pembuatan kunci sejak 2008.
”Saya kecewa dengan eksekusi ini. Ini satu-satunya mata pencarian saya. Habis ini mau ke mana saya belum tahu,” kata Agung.
PKL lainnya, Budiono (62), berharap Keraton Yogyakarta memberikan lahan pengganti untuk tempat usaha dirinya dan teman-temannya. Apalagi, Budiono mengaku telah menempati lahan tersebut sejak 1980 untuk membuka jasa pembuatan kunci. ”Kami minta tolong, mbok dibantu dikasih lahan 2 meter gitu supaya bisa usaha lagi,” ujarnya.
Kami minta tolong, mbok dibantu dikasih lahan 2 meter gitu supaya bisa usaha lagi.
Di sisi lain, Penghageng Tepas Panitikismo Keraton Yogyakarta Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto mengatakan, lahan yang menjadi obyek sengketa itu tergolong sebagai trotoar. Oleh karena itu, dia menyebut, lahan tersebut seharusnya tidak dimanfaatkan untuk berjualan dan tidak digunakan untuk mendirikan bangunan.
Hadiwinoto menambahkan, pihaknya memberikan surat kekancingan kepada Eka Aryawan karena Eka membutuhkan lahan itu sebagai jalan masuk menuju rumahnya. Dia menuturkan, saat memberikan kekancingan itu, Keraton Yogyakarta sebenarnya telah meminta Eka untuk menyelesaikan persoalan dengan lima PKL yang menempati lahan tersebut.
”Kami berikan kekancingan pada tahun 2011 dan saya sudah bilang agar masalah pedagang kaki lima ini dirembuk bagaimana baiknya,” ujar Hadiwinoto. Namun, masalah tersebut ternyata berujung pada proses hukum.
Meski begitu, Hadiwinoto menyatakan, Keraton Yogyakarta tak berniat mencabut kekancingan yang telah diberikan kepada Eka. ”Kalau dicabut, nanti dia bagaimana mau masuk ke rumah,” tuturnya.