Mursyidah (34), orangtua tunggal dengan tiga anak, warga Desa Meunasah Mesjid, Kecamatan Bandar Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh, diseret ke meja hijau setelah dituduh merusak gagang pintu pangkalan gas elpiji 3 kg.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
Keadilan hukum dirasakan masyarakat kecil, termasuk Mursyidah (34). Orangtua tunggal dengan tiga anak, warga Desa Meunasah Mesjid, Kecamatan Bandar Dua, Kota Lhokseumawe, Aceh, itu diseret ke meja hijau setelah dituduh merusak gagang pintu pangkalan elpiji, termasuk elpiji 3 kilogram. Sekadar berjuang untuk mendapatkan bahan bakar untuk memasak bagi anak-anaknya, ia menerima konsekuensi menjalani 13 kali persidangan.
Pengadilan menjatuhkan vonis percobaan 3 bulan penjara tanpa ditahan. Hukuman percobaan itu diterima oleh Mursyidah.
Pembacaan putusan bagi Mursyidah berlangsung Selasa (5/11/2019) di Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Mursyidah tiba di pengadilan diantar oleh puluhan warga menggunakan mobil bak terbuka. Kehadiran Mursyidah disambut dengan shalawat oleh puluhan mahasiswa yang sebelumnya menggelar aksi dukungan untuknya.
Ruang sidang penuh. Warga yang tidak mendapatkan tempat duduk di ruang sidang menunggu cemas di luar ruangan. ”Majelis hakim memutuskan terdakwa vonis 3 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan. Apakah saudara menerima?” kata Ketua Majelis Hakim Jamaluddin.
Mursyidah yang duduk di hadapan majelis hakim mengangguk pelan. Mursyidah diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan kuasa hukumnya, Zulfa Zainuddin. Setelah itu, kepada majelis hakim, Mursyidah tidak mengatakan akan banding. Putusan hakim itu jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yakni 10 bulan penjara.
Fitriani (12), anak sulung Mursyidah, tersenyum bahagia mengetahui ibunya tidak dipenjara. ”Alhamdulillah, mama tidak dipenjara. Kalau dipenjara, kami hidup dengan siapa,” katanya.
Dua adiknya, Reza (10) dan Mirza (4), tidak mau lepas dari dekapan Mursyidah. Beberapa kali Mursyidah memeluk kedua anaknya itu. ”Senang sekali saya bebas. Ada tiga anak yatim yang harus saya jaga. Terima kasih kepada semua yang mendukung saya,” kata Mursyidah seusai sidang.
Sesekali dia menyeka air di matanya. Meski harus menjadi terdakwa, Mursyidah tidak dendam kepada Idawati, pemilik pangkalan yang melaporkannya ke polisi. ”Saya mendoakan yang melapor saya ke polisi semoga panjang umur,” ujarnya.
Sejak Hamdani, suaminya, meninggal pertengahan Oktober karena sakit yang sudah cukup lama, Mursyidah harus merawat ketiga anaknya seorang diri. Ia mencari penghasilan dengan menjual keripik pisang dan bekerja serabutan.
Warga dan mahasiswa yang hadir mengikuti sidang menarik napas lega. Mereka menilai, putusan hakim sangat adil. Walaupun dinyatakan bersalah, Mursyidah tidak perlu masuk ke penjara.
Kasus itu berawal dari pembukaan paksa pintu ruko pangkalan gas 3 kg, UD Herianti, milik Idawati di Desa Meunasah Masjid, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, pada 24 November 2018. Pangkalan itu merupakan penyalur resmi elpiji 3 kg bersubsidi bagi warga miskin.
Mursyidah dan beberapa perempuan membuka paksa pintu ruko karena curiga ada penimbunan gas 3 kg di pangkalan itu. Pasalnya, pangkalan tersebut kerap kehabisan gas subsidi. Setelah mendobrak pintu, warga menemukan ada beberapa tabung gas 3 kg masih berisi, tetapi telah dilepas segel.
Pangkalan tersebut terletak sekitar 100 meter dari Kantor Polres Lhokseumawe. Malam itu, polisi mendatangi pangkalan dan menyita tabung gas 3 kg yang telah dilepas segel itu. Kasus tersebut dalam penyelidikan Polres Lhokseumawe.
Namun, pada 25 Maret 2019, pemilik pangkalan Idawati melaporkan Mursyidah kepada polisi dengan tuduhan merusak gagang pintu ruko, lantai keramik, dan beberapa tabung gas penyok saat membuka paksa pintu pangkalan.
Sebelum dilimpahkan ke kejaksaan, aparatur desa telah mengupayakan kasus itu diselesaikan melalui musyawarah desa, tetapi tidak ada kesepakatan antara Idawati dan Mursyidah. Akhirnya, penyelesaian di pengadilan menjadi jalan terakhir.
Aparatur desa telah mengupayakan kasus itu diselesaikan melalui musyawarah desa.
Saat diminta keterangan pembuatan berkas acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik di Polres Lhokseumawe, Mursyidah belum memiliki kuasa hukum. Bahkan, Mursyidah tidak bisa membaca. Dia menandatangani berkas yang diajukan penyidik tanpa tahu isinya.
Beberapa hari kemudian, dia baru menyadari telah menjadi tersangka atas tuduhan merusak fasilitas orang lain.Namun, Mursyidah menjalani proses hukum sampai akhirnya pengadilan menjatuhkan putusan. Mursyidah menerima putusan hakim, baginya, putusan itu bentuk keadilan.
Ketua Pengadilan Negeri Lhokseumawe Teuku Syarafi mengatakan, hakim berusaha memutuskan setiap perkara dengan rasa keadilan. Terkait putusan terhadap Mursyidah, lanjutnya, semoga hal itu menjadi yang terbaik bagi terdakwa dan pelapor. ”Dalam menentukan perkara harus sesuai asas, kemanfaatan, kepastian hukum, dan benar-benar adil. Mudah-mudahan putusan itu bisa bermanfaat,” ucap Syarafi.
Kuasa hukum pelapor, Armia, belum bersedia memberikan tanggapan terkait putusan majelis hakim. ”Nanti akan kami sampaikan tanggapan,” ucapnya.
Koordinator Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat Hak Asasi Manusia (HAM) Aceh Zulfikar Muhammad berpendapat, walaupun tidak ditahan, putusan hakim yang menyatakan Mursyidah bersalah merupakan bentuk ketidakadilan bagi rakyat kecil. ”Jika besok dia kesulitan mendapatkan gas, dia harus pasrah, tidak lagi boleh memprotes karena dia dalam masa percobaan,” kata Zulfikar.
Namun, penggerebekan oleh warga terhadap dugaan penimbun gas adalah aksi yang harus diberi apresiasi oleh negara sebab penimbunan gas subsidi merugikan warga miskin. Zulfikar mendesak kepolisian untuk mengusut dugaan adanya praktik penimbunan gas 3 kg di pangkalan tersebut.
Setelah kasus tersebut, pihak Pertamina tidak memperpanjang izin penyaluran gas untuk UD Herianti. Ruko itu digembok dari luar. Papan nama pangkalan juga sudah dicopot.
Roby Herfindo, Unit Manager Communication dan CSR Pertamina Sumbagut, mengatakan, setelah penggerebekan, pihaknya menghentikan penyaluran gas kepada pangkalan itu. Pada Januari 2019, kontrak kerja sama berakhir dan tidak diperpanjang lagi.