Kelas Ambruk, Pelaksana Renovasi Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Para pelaksana pekerjaan renovasi ruang kelas Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Ketapang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, dituntut 1 tahun 6 bulan penjara.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Para pelaksana pekerjaan renovasi ruang kelas Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Ketapang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, dituntut 1 tahun 6 bulan penjara. Mereka dinilai terbukti korupsi karena menyebabkan bangunan ambruk dan merugikan negara Rp 134 juta.
Selain pidana badan, para pelaksana pekerjaan juga dituntut membayar denda Rp 50 juta subsider 3 bulan penjara. Tuntutan itu disampaikan jaksa Kejaksaan Negeri Sampan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (12/11/2019).
Para pelaksana pekerjaan renovasi sekolah yang menjadi terdakwa pidana korupsi adalah Mastur Kiranda sebagai pemborong, Nuriman sebagai tukang yang menggarap, serta Diki Riyadi dan Sofyan sebagai konsultan. Terdakwa Mastur dituntut pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 134,8 juta.
Jaksa Kejaksaan Negeri Sampang, Muhammad Hasan, mengatakan, renovasi ruang kelas SMPN 2 Ketapang dilakukan pada 2016. Renovasi itu menyentuh satu ruang kelas berukuran 8 meter x 9 meter dengan nilai pekerjaan Rp 134.800.000. Adapun pelaksana pekerjaan adalah CV Amor Palapa milik Abdul Aziz.
Dalam sidang terungkap, CV Amor Palapa hanya dipinjam namanya oleh Mastur Kiranda untuk memenuhi syarat mendapatkan proyek pemerintah. Sebagai imbalan, Abdul Aziz mendapat uang Rp 2,5 juta. Pekerjaan renovasi bangunan ruang kelas itu dikerjakan oleh Mastur.
Belakangan diketahui, Mastur tidak mengerjakan sendiri, tetapi menyerahkan pekerjaan tersebut kepada Nuriman, seorang tukang bangunan. Nilai pekerjaan yang diterima oleh Nuriman itu hanya Rp 75 juta. Walakin, berdasarkan audit yang dilakukan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah, nilai realisasi bangunan itu hanya Rp 29 juta.
Setelah selesai dibangun, ruang kelas diserahterimakan kepada pihak sekolah pada November 2016. Sesuai ketentuan, proyek tersebut dalam masa pemeliharaan oleh kontraktor pelaksana selama enam bulan. Pada Maret 2017 dilakukan perbaikan bangunan karena ada kerusakan.
Ruang kelas digunakan untuk pelaksanaan ujian nasional pada April dan setelah itu bangunan ambruk total pada Mei. Saat ambruk, di sekolah tidak ada kegiatan belajar-mengajar sehingga tidak sampai menimbulkan korban jiwa seperti yang terjadi di SDN Gentong, Kabupaten Pasuruan.
Jaksa Muhammad Hasan mengatakan, ada sejumlah pertimbangan dalam materi penuntutannya. Salah satunya terdakwa bersikap baik, mengakui perbuatannya, dan mengembalikan seluruh kerugian negara. Hal yang memberatkan adalah para terdakwa tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah.
Terjadinya musibah tidak lepas dari empat hal yang menjadi kunci pembangunan infrastruktur, yakni perencanaan, pengawasan, pemilihan produk, dan tenaga pembangunan.
Selain empat pelaksana pekerjaan, jaksa Kejari Sampang juga memproses hukum pemilik CV Amor Palapa, Abdul Aziz; pejabat pembuat komitmen (PPK), Jupri Riyadi; dan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK), Rojiun. Abdul Aziz terbukti bersalah dan dihukum 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. Dia diminta membayar uang pengganti Rp 2,5 juta.
Sementara proses hukum terhadap Jupri dan Rojiun memasuki tahapan sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi. Total ada tujuh orang yang terlibat dalam kasus ambruknya satu ruang kelas SMPN 2 Ketapang, Sampang.
Tidak layak konstruksi
Kasus ambruknya ruang kelas SMPN Ketapang itu menguatkan indikasi banyaknya bangunan fasilitas umum yang tidak layak konstruksi. Seperti diketahui, bangunan diduga tidak layak konstruksi terjadi pada empat ruang kelas SDN Gentong, Kota Pasuruan. Ruang kelas itu ambruk menimpa sejumlah murid dan guru yang sedang mengikuti kegiatan belajar-mengajar.
Akibat kejadian itu, Irza Almira (8), siswa kelas II, dan Selvyna Arsy Wijaya, guru honorer, tewas serta sejumlah siswa lain luka-luka. Kasus tersebut saat ini ditangani penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur dan Polres Pasuruan.
Kepala Bidang Humas Polda Jatim Komisaris Besar Frans Barung Mangera mengatakan, ada dua perkara yang ditangani, yakni pidana umum dan pidana korupsi. Untuk pidana umum, sudah ditetapkan dua tersangka, yakni DM dan SE, dari pihak pelaksana pekerjaan dan penyedia bahan bangunan.
”Kedua tersangka dikenai Pasal 359 KUHP karena lalai yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Sementara kasus korupsinya masih penyelidikan. Dalam pekan ini akan diumumkan tersangka untuk kasus korupsinya,” ujar Frans Barung Mangera, Selasa (12/11/2019).
Indikasi korupsi menguat dari hasil uji laboratorium forensik yang menunjukkan bangunan gagal konstruksi. Pekerjaan tidak sesuai spesifikasi karena diduga ada pengurangan volume sehingga rawan ambruk.
Mengantisipasi terjadinya kerusakan bangunan akibat ketidaklayakan konstruksi dan mencegah bertambahnya korban jiwa, Himpunan Aplikator Indonesia (Hapi) mendesak pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap fasilitas umum, seperti sekolah dan infrastruktur lain.
”Terjadinya musibah tidak lepas dari empat hal yang menjadi kunci pembangunan infrastruktur, yakni perencanaan, pengawasan, pemilihan produk, dan tenaga pembangunan,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat Hapi Mochamad Soleh.
Hapi merupakan wadah bagi aplikator industri konstruksi yang bertujuan meningkatkan kompetensi. Organisasi ini berencana membantu pemerintah meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi dengan memberikan pelatihan kerja dan sertifikasi kepada tukang bangunan.
Selain itu, juga mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menggunakan bahan bangunan yang memenuhi standar nasional Indonesia. Hal itu penting untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan infrastruktur, terutama fasilitas umum untuk masyarakat luas.