Keberadaan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi mampu meningkatkan produk domestik bruto sekitar Rp 60 triliun per Juni 2019. Nilai ini merupakan perkiraan dampak langsung dan tidak langsung.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi mampu meningkatkan produk domestik bruto sekitar Rp 60 triliun per Juni 2019. Nilai ini merupakan perkiraan dampak langsung dan tidak langsung.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras, di sela-sela peringatan satu tahun Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Senin (11/11/2019), di Jakarta, menyampaikan hasil penelitian Indef tersebut. Kenaikan nilai kontribusi layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi terhadap produk domestik bruto sejalan dengan penambahan jumlah penyedia terdaftar/berizin.
Penelitian Indef menggunakan metode penelitian input-output dengan analisis regresi untuk melihat dampak penyaluran kredit. Periode penelitian menyasar perkembangan penyedia layanan dan nilai akumulasi pendistribusian kredit sampai dengan Juni 2019.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah penyedia layanan pinjam-meminjam uang berdasarkan teknologi informasi terdaftar/berizin per Juni 2019 sebanyak 113 perusahaan. Nilai pinjaman sekitar Rp 44,8 triliun, dengan jumlah peminjam menembus 9,7 juta akun. Nilai pinjaman ke peminjam di Jawa sebesar Rp 38,4 triliun atau naik 96,2 persen dibandingkan dengan Desember 2018. Sementara nilai pinjaman ke debitor di luar Jawa tercatat Rp 6,31 triliun per Juni 2019 atau naik 107 persen dibandingkan dengan Desember 2018.
Dalam riset Indef, kehadiran penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi mampu menyerap tenaga kerja sekitar 362.000 orang. Dari jumlah itu, sekitar 108.000 orang terserap ke lapangan kerja sektor jasa lainnya, seperti pengembang aplikasi dan pengembang kode pemrograman.
Dari sisi dampak terhadap pengurangan angka kemiskinan, Izzudin menyebutkan, kehadiran penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dapat menurunkan rasio gini sampai 0,02 poin, yakni dari 0,382 per Maret 2019 menjadi 0,380.
Ditilik dari sisi dampak ke pendapatan masyarakat, keberadaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi terhadap pendapatan petani di desa 1,23 persen, pekerja perdagangan di kota 2,59 persen, dan profesional perkotaan 2,06 persen.
Selain itu, keberadaan penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi bisa meningkatkan pengeluaran rumah tangga. Misalnya, dampak terhadap pengeluaran rumah tangga pengusaha pertanian naik 1,34 persen, rumah tangga golongan rendah perkotaan meningkat 1,34 persen, dan rumah tangga golongan atas perkotaan naik 1,77 persen.
”Tingkat literasi atau inklusi keuangan masyarakat perkotaan lebih besar dibandingkan dengan perdesaan karena dipengaruhi masifnya akses internet di kota. Selain itu, jangkauan layanan masih lebih dominan di kota-kota besar, terutama di Jawa. Hal ini memengaruhi besar-kecilnya peningkatan dampak layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi kepada kelompok masyarakat,” ujar Izzudin.
Dengan pencapaian dampak positif seperti itu, sayangnya, lanjut Izzudin, masih ada sentimen negatif dari masyarakat terhadap keberadaan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Indef menganalisis 419 cuitan terkait teknologi finansial pinjaman di Twitter. Cuitan tersebut pada periode 9 Oktober-1 November 2019. Hanya lima perusahaan teknologi finansial pemberi pinjaman yang diteliti, antara lain Traveloka Pay Latter, Kredivo, dan OVO Pay Latter.
Hasilnya, 47 persen dari total cuitan tersebut mengandung sentimen negatif. Sebagai contoh, layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi dianggap sama seperti rentenir.
Sebagai rekomendasi terhadap pemangku kebijakan, Izzudin mengatakan, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan layanan, integrasi terhadap sistem perbankan, dan segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
Berkaitan
Anggota Dewan Penasihat AFPI Andreas Eddy Susetyo berpendapat, bagi masyarakat, hal terpenting adalah kemudahan memperoleh akses pinjaman. Kemunculan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi tidak bisa dilepaskan dari layanan finansial lain, seperti asuransi dan perbankan. Masing-masing saling berkaitan dan berdampak terhadap kehidupan masyarakat.
Berangkat dari hasil riset Indef , kata Eddy, saat ini masing-masing kementerian/lembaga yang terlibat dalam pendistribusian pinjaman ke masyarakat mempunyai basis data. Misalnya, Kementerian Keuangan dengan basis data debitor ultra mikro, AFPI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Fintech Data Center, dan OJK dengan Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK. Agar pengukuran dampak ekonomi ke masyarakat lebih masif, Andreas menyarankan agar nantinya basis-basis data itu bisa diintegrasikan.
Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank OJK Riswinandi mengatakan pentingnya kualitas pinjaman yang disalurkan, terutama kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selama ini kebanyakan UMKM masih kesulitan mengakses pendanaan untuk membantu permodalan.