Ekonomi Syariah Bisa Menjadi Motor Baru Pertumbuhan
Pengembangan sistem syariah perlu diintegrasikan dengan ekosistem digital dan pesantren. Dengan begitu, ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan sistem syariah perlu diintegrasikan dengan ekosistem digital dan pesantren. Dengan begitu, ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, di tengah ketidakpastian global, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan memperkuat ketahanan nasional. Sistem syariah memiliki daya tahan yang kuat karena mengutamakan pembagian risiko ketimbang pendekatan utang.
Dalam prinsip ekonomi syariah, transaksi keuangan harus berdasarkan aktivitas riil. Transaksi keuangan syariah berlandaskan pada aset dasar (underlying asset), berbeda dengan perbankan konvensional yang cenderung spekulatif. Dengan itu, risiko gelembung ekonomi dapat diperkecil, bahkan netral.
”Pengalaman sejumlah negara menunjukkan, ekonomi dan keuangan syariah berpotensi menjadi sumber baru pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki neraca transaksi berjalan,” ujar Dody dalam pembukaan Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2019, di Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Menurut Dody, sekitar 80 persen dari nilai produk domestik bruto (PDB) Indonesia sudah memenuhi prinsip-prinsip syariah. Untuk itu, pemerintah dan BI saat ini fokus mengembangkan industri jasa keuangan syariah. Salah satunya dengan meningkatkan peran perbankan syariah dan mengoptimalkan dana sosial keagamaan.
Data Otoritas Jasa Keuangan per Juli 2019 menyebutkan, aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp 1.359 triliun atau tumbuh sekitar 5 persen sejak awal tahun ini. Pangsa pasarnya 8,7 persen dari total aset keuangan nasional.
Dody mengatakan, pengembangan keuangan syariah bukan sekadar pembiayaan, melainkan juga pemberdayaan berkelanjutan. BI bersama 110 pesantren akan membentuk usaha induk pesantren nasional. Usaha induk ini akan mengintegrasikan beberapa unit usaha pesantren untuk memperkuat permodalan, pengembangan pasar, dan akses informasi.
”Pengembangan ekonomi syariah berbasis pesantren ini memiliki empat kegiatan utama, yaitu penyusunan standardisasi laporan keuangan, pemberdayaan unit usaha pesantren, pengembangan pasar digital, dan penggabungan pesantren berskala nasional. Ekonomi syariah berbasis pesantren ini dikembangkan sejak 2017,” tuturnya.
Pengembangan ekonomi syariah berbasis pesantren ini memiliki empat kegiatan utama, yaitu penyusunan standardisasi laporan keuangan, pemberdayaan unit usaha pesantren, pengembangan pasar digital, dan penggabungan pesantren berskala nasional.
Deputi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan, ekonomi dan keuangan syariah berpotensi menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi jika diintegrasikan dengan ekosistem digital. Misalnya, penyaluran modal melalui perusahaan teknologi finansial.
”Perkembangan ekonomi digital menjadi kesempatan untuk mengembangkan sistem syariah di Indonesia. Jika tidak diintegrasikan dengan digital, pengembangan sistem syariah hanya wacana,” ujarnya.
Menurut Iskandar, transaksi keuangan syariah yang berlandaskan aset dasar akan memperkecil risiko gelembung ekonomi di tengah ketidakpastian global. Keunggulan sistem syariah ini yang akan memperkecil potensi krisis di Indonesia. Pengembangan ekonomi syariah harus menyasar usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Meski demikian, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia masih menghadapi tantangan, terutama dari aspek edukasi. Publik masih memandang perbankan dan lembaga syariah sebelah mata karena keuntungan tidak sebesar perbankan konvensional. Hal itu karena sistem syariah berbasis pembagian risiko.
Revolusi industri
Wakil Menteri Keuangan Malaysia Dato H Amiruddin bin Haji Hamzah menuturkan, era revolusi industri 4.0 mendorong industri jasa keuangan syariah untuk bertransformasi. Di era digital, layanan produk keuangan syariah harus bisa diakses seluruh masyarakat, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Kehadiran perusahaan teknologi finansial dapat mendorong peningkatan inklusi keuangan di sejumlah negara. Perusahaan teknologi finansial terbukti dapat menarik banyak nasabah, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi biaya dibandingkan perbankan konvensional. Untuk itu, jumlah perusahaan teknologi finansial (tekfin) berbasis syariah perlu ditingkatkan.
”Di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, jumlah populasi orang dewasa yang tidak memiliki rekening bank mencapai 59 persen. Teknologi digital bisa mengambil peluang itu,” ujar Amiruddin.
Amiruddin menambahkan, pengembangan industri jasa keuangan di Malaysia mengadopsi skema intermediasi berbasis nilai (value-based intermediation/VBI) yang fokus pada pembiayaan untuk mencapai target-target pembangunan berkelanjutan. Dengan itu, efek berganda bagi pertumbuhan ekonomi lebih besar.
”Keuangan syariah harus menciptakan dampak positif bagi ekonomi, masyarakat, dan lingkungan,” ujar Amiruddin.
Pengembangan industri jasa keuangan di Malaysia mengadopsi skema intermediasi berbasis nilai (value-based intermediation/VBI) yang fokus pada pembiayaan untuk mencapai target-target pembangunan berkelanjutan.
Kepala BI Institut Solikin M Juhro menambahkan, sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang bisa digencarkan adalah sektor pariwisata, maritim, dan manufaktur. Potensi dari ketiga sektor itu bisa digali lewat kebijakan ekonomi syariah, misalnya dikaitkan dengan jaminan produk halal.
Perbankan syariah juga bisa mengambil peluang pendanaan riset dan inovasi yang selama ini tidak tersentuh perbankan konvensional. Prinsip keuangan syariah mendorong pembiayaan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi. Kerugian atas riset dan inovasi juga tidak dibebankan pada bunga.
”Ke depan pembiayaan dan ekonomi syariah harus saling terintegrasi,” ujar Solikin.