Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, menargetkan tidak ada lagi kawasan yang terendam banjir mulai 2020. Seluruh infrastruktur pencegah banjir direncanakan rampung akhir tahun ini.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, menargetkan tidak ada lagi kawasan yang terendam banjir mulai 2020. Semua infrastruktur pencegah banjir direncanakan rampung akhir tahun ini. Warga diharapkan ikut menjaga fasilitas-fasilitas tersebut agar fungsinya bisa maksimal.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, Selasa (12/11/2019), di Surabaya mengatakan, hingga pertengahan 2019 masih ada sekitar dua persen wilayah Surabaya yang rawan banjir. Lokasinya berada di kawasan Surabaya Barat, berbatasan dengan Kali Lamong.
Pada Mei 2019, ada sekitar 500 rumah warga di kawasan tersebut tergenang banjir. Banjir disebabkan jebolnya tanggul sepanjang 40 meter di Sumberrejo, Kecamatan Pakal, yang tidak kuat menahan derasnya aliran sungai. Tanggul jebol disebabkan alih fungsi tanggul menjadi lahan pertanian warga.
Pemkot Surabaya kemudian membangun tanggul sepanjang 2,5 kilometer dengan tinggi 3 meter di kawasan tersebut. Tanggul itu ditargerkan selesai pada akhir tahun ini sehingga tidak ada lagi banjir pada musim hujan 2020.
”Pembangunan tanggul diprioritaskan di titik rawan banjir dan dilengkapi batu kerikil penahan arus sungai sehingga kuat menahan arus Kali Lamong. Banjir Mei lalu diharapkan jadi yang terakhir melanda Surabaya,” kata Risma. Pembangunan tanggul akan diperpanjang hingga 8,5 kilometer hingga 2021.
Risma menuturkan, pembangunan infrastruktur di kawasan rawan banjir sudah tuntas tahun ini. Pembangunan dilakukan, antara lain, dengan pembuatan bozem atau waduk serta pembuatan rumah pompa.
Ada 72 bozem dengan luas total 1.450.926 meter persegi tersebar di titik-titik rawan banjir. Bozem itu diperlukan untuk menampung air hujan di permukiman warga yang lokasinya berada di cekungan. Genangan air hujan di permukiman warga akan dialirkan dengan pompa karena wilayah Surabaya berada lima meter di bawah permukaan air laut.
Sementara untuk menjaga debit air sungai, Pemkot Surabaya membangun 69 rumah pompa. Di setiap rumah pompa ada berkisar 3 hingga 5 unit pompa air untuk menjaga debit air sungai tidak meluber ke permukiman warga.
”Secara infrastruktur seharusnya tidak ada lagi banjir, tetapi saya tidak bisa memastikan karena semua kehendak Tuhan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin,” ucap Risma.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Pematusan Kota Surabaya Erna Purnawati menambahkan, perawatan saluran air atau box culvert dilakukan rutin setiap hari guna mencegah sedimentasi. Box culvert itu berada di bawah trotoar yang rata-rata berukuran 4 meter persegi.
”Pengerukan juga dilakukan di bozem dan sungai-sungai di Surabaya,” kata Erna
Setiap hari, sekitar 1.400 petugas melakukan pengerukan di saluran air untuk mencegah sedimentasi. Kapasitas maksimal dari box culvert terus dijaga agar mampu mengalirkan air hujan, terutama ketika curah hujan tinggi. ”Pengerukan juga dilakukan di bozem dan sungai-sungai di Surabaya,” katanya.
Pengerukan dilakukan menggunakan 63 alat berat dan 80 dump truck milik Pemkot Surabaya. Pengerahan petugas dan alat-alat berat dari Pemkot Surabaya diklaim bisa menghemat anggaran hingga Rp 14 miliar per tahun dibandingkan dengan menggunakan jasa pihak ketiga.
”Dalam sehari, rata-rata mampu mengeruk tanah di box culvert sebanyak 150 truk. Tanahnya dimanfaatkan untuk membangun fasilitas umum, seperti pengurukan tanggul, pembuatan taman, pengurukan bangunan, serta pembuatan zona penyangga di berbagai ruang publik di Surabaya,” tutur Erna.
Antisipasi di Jatim
Sementara lebih dari 200 rumah rusak di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur akibat terpaan angin kencang. Antisipasi kebencanaan agar kejadian tak berulang perlu diperkuat.
Sejak awal bulan sampai Selasa (12/11/2019), menurut catatan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, angin kencang atau puting beliung sempat melabrak Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Madiun, Ngawi, Mojokerto, Malang, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi.
Catatan BPBD, sudah lebih dari 200 rumah rusak akibat terpaan angin kencang. Sebanyak 30 rumah di antaranya rusak parah bahkan roboh. Misalnya di Ngawi, menurut Kepala Kepolisian Resor Ngawi Ajun Komisaris Besar Pranatal Hutajulu, untuk sementara tercatat sembilan rumah roboh akibat angin kencang tiga hari terakhir. ”Belum ada laporan korban jiwa,” kata Pranatal.
Kepala Pelaksana BPBD Jatim Subhan Wahyudiono mengatakan, selain angin kencang, kemalapetakaan yang sudah terjadi ialah tanah longsor dan tanah gerak. Angin kencang datang bersama hujan deras pada awal musim hujan.
”Saat nanti musim hujan penuh, banjir dan tanah longsor menjadi momok,” kata Subhan.
Di sisi lain, sampai dengan Selasa ini, sejumlah daerah masih dilanda kekeringan misalnya di Tulungagung. Krisis air masih ditangani dengan pengiriman air bersih melalui truk-truk tangki.