Melalui kokreasi dengan sejumlah anak muda, figur yang baru muncul, merek-merek lama mereka akan lebih segar di pasar yang terus berubah. Cara ini juga dianggap sebagai cara untuk menyelamatkan merek mereka di pasar.
Oleh
Andreas Maryoto
·3 menit baca
Urban Sneaker Society 2019 berkolaborasi dengan Kompas saat menjual sepatu Nike Air Jordan 1 ”Fragment” akhir pekan lalu. Kehebohan terjadi sejak Kamis lalu karena orang mencari sisipan koran ini sebagai ”tiket” untuk bisa ikut undian (raffle) mendapatkan sepatu itu.
Sebuah pelajaran berharga bagi perusahaan mapan untuk bertahan di tengah disrupsi. Mereka perlu bergandengan tangan, tak bisa lagi menang sendiri, menghadapi perubahan cara berbisnis. Kokreasi bisa menjadi solusi.
Kisah lainnya, beberapa waktu lalu Bank OCBC NISP membikin #TAYTB Festival. Pada acara itu salah satu generasi produsen kosmetik Martha Tilaar, Kilala Tilaar, mengungkapkan, perusahaannya berkolaborasi dengan beberapa artis dengan membangun merek-merek indie.
Cara itu sejalan dengan tren saat ini, yaitu kolaborasi. Kolaborasi ketika menjadi suatu produk melalui proses yang disebut kokreasi, mengkreasi bersama. Bergandengan tangan untuk mewujudkan sesuatu. Produk BTPN Jenius juga melakukan hal yang sama. Malah mereka melibatkan nasabah untuk membangun suatu produk.
Sebuah tulisan berjudul ”Dream Teams: The Collaborations Changing The Game” di Financial Time akhir pekan menyebut sejumlah merek barang mewah yang berkolaborasi dengan anak-anak muda. Tren ini disebut sebagai kecenderungan di tengah kemunculan generasi baru, yaitu generasi Z (berusia di bawah 25 tahun) ke pasar. Beberapa tahun lalu pemilik merek sekadar memiliki niat berkolaborasi.
Namun, kini mereka yakin, melalui kokreasi dengan sejumlah anak muda, figur yang baru muncul—bahkan beberapa karakter aneh—merek-merek lama mereka akan lebih segar di pasar yang terus berubah. Cara ini juga dianggap sebagai cara untuk menyelamatkan merek mereka di pasar.
Beberapa merek melakukan uji coba. Awalnya tak mudah seperti ketika Uniqlo dengan JW Anderson membuat kokreasi. Orang juga tak mudah berimajinasi karena Uniqlo adalah merek Jepang yang dikenal sebagai produk untuk kepentingan praktis, sementara Anderson, desainer kelahiran Irlandia Utara, menyajikan ide-ide konseptual. Akan tetapi, tak diduga, kerja sama mereka telah memasuki musim keempat. Artinya, kokreasi mereka secara bisnis menguntungkan.
Kisah lain adalah ketika rumah mode Gucci berkolaborasi dengan perancang busana Daniel Day atau yang lebih dikenal dengan nama Dapper Dan. Pengumuman ini membuat jagat dunia mode ribut. Dan pernah dituduh meniru produk-produk Gucci hingga butiknya ditutup karena tuntutan Gucci.
Kasus ini sudah lama, tetapi sejak Januari 2018 mereka membuat kolaborasi. Pemilik merek Gucci mengatakan, daripada sekadar bermaaf-maafan dengan kasus itu, mereka sepakat berkolaborasi. Akhirnya mereka meluncurkan produk hasil kokreasi.
Kolaborasi hingga berwujud kokreasi memang mudah diucapkan, tetapi tak mudah dalam berproses menuju kultur baru, yaitu kultur kolaboratif. Pemilik merek mapan masih memosisikan diri dengan harga tinggi dan terbawa citra masa lalu sebagai juara atau peringkat pertama.
Mematahkan sikap sombong atau jemawa adalah masalah pokok bagi perusahaan mapan. Ketika sikap ini bisa diturunkan, langkah selanjutnya adalah memutuskan berkolaborasi atau mencari mitra. Kolaborasi dalam konteks pasar sekarang dicirikan dengan mitra yang lebih muda, lebih dinamis, lebih segar, dan cara berbisnis yang berbeda. Percuma jika kolaborasi dilakukan dengan sesama pemilik merek lama karena tidak akan mendapat nilai tambah yang besar.
Ketika kolaborasi disepakati, beberapa hal perlu dilakukan. Ide-ide kreatif harus muncul. Nah, ini juga bukan urusan mudah. Memilih ide kemudian mengeksekusi secara detail juga memerlukan keahlian khusus. Kita membutuhkan banyak orang kreatif. Kerja di bidang apa pun membutuhkan kreativitas tinggi.
Tentu saja kreativitas akan muncul kalau iklim bekerja juga menunjang, bukan iklim kerja yang kaku, birokratis, dan otoriter seperti di sejumlah perusahaan lama. Waktu kerja dan tempat kerja yang lebih luwes menjadi syarat bagi tumbuhnya kreativitas. Namun, suasana bekerja yang kolaboratif menjadi syarat pokok bagi kokreasi.