Posisi lembaga desa di sekitar konsesi perkebunan dan kehutanan berperan penting untuk mencegah kebakaran. Pemerintah akan menjadikan perangkat desa untuk memutus tragedi asap.
Oleh
Ichwan Susanto
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencegahan kebakaran hutan dan lahan di tingkat desa menjadi strategi pemerintah tahun 2020 untuk memutus langganan tragedi asap yang tahun ini mulai. Posisi lembaga desa yang berada di sekitar konsesi perkebunan dan konsesi kehutanan ini berperan penting karena memiliki perangkat penganggaran dan tanggung jawab untuk mencegah kebakaran.
Mekanisme insentif dan disinsentif bagi desa ini bisa dikaitkan dengan pemberian dana desa. Itu bertujuan mendorong agar aparat desa serius mencegah kebakaran dengan memilih berbagai opsi pembukaan lahan tanpa bakar dan alternatif penghidupan lain bagi warganya untuk menghindari pembakaran.
Direktur Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles Brotestes Panjaitan, Selasa (12/11/2019), di Jakarta, mengatakan, pendampingan pada desa masih dilakukan sporadis dan terpisah-pisah oleh kementerian/lembaga ataupun organisasi masyarakat dan perusahaan. Sejumlah program, seperti Desa Peduli Api, Masyarakat Peduli Api, dan Desa Peduli Gambut bergerak masing-masing tanpa terkoordinasi.
”Program-program ini di-matching dengan Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi serta kementerian lain. Untuk memadukan dibutuhkan payung hukum entah peraturan presiden atau peraturan pemerintah untuk pencegahan karhutla di tingkat desa,” katanya dalam Diskusi Pengendalian Karhutla Berbasis Masyarakat, di Jakarta.
Pada tahun 2020, pihaknya menargetkan mengaktifkan 1.200 desa dari total 4.140 desa yang berada di area rawan terbakar untuk menjalankan pencegahan karhutla. Desa-desa itu bukan hanya diminta tak membuka lahan dengan cara membakar, melainkan juga memberi alternatif PLTB secara tepat. Contohnya, desa mendata dengan akurat jumlah keluarga beserta luas lahan dan komoditas yang ditanam serta kebutuhan penyiapan lahan.
”Kami ingin buat (pelibatan desa) lebih terpadu di lapangan. Selain itu, pemerintah juga memberikan alternatif usaha seperti peternakan dan perikanan beserta rantai pemasaran produknya,” ujarnya.
Kami ingin buat (pelibatan desa) lebih terpadu di lapangan. Juga pemerintah memberikan alternatif usaha, seperti peternakan dan perikanan beserta rantai pemasaran produknya.
Belum maksimal
Raffles memaparkan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memerintahkannya untuk mengumpulkan gubernur pada daerah rawan kebakaran terkait strategi pencegahan kebakaran di tingkat desa ini. Sejauh ini upaya pencegahan di tingkat desa telah dilakukan, tetapi lebih pada patroli rutin dan patroli terpadu. Selama ini pelibatan desa belum maksimal dan baru sebatas program atau proyek yang dilakukan pemerintah, perusahaan, dan organisasi masyarakat.
Dalam diskusi yang digelar di KLHK, para pembicara sepakat agar pencegahan karhutla pada tingkat desa ini dikedepankan. Pertemuan itu menganggap penting strategi ini dirumuskan dalam bentuk peraturan presiden untuk menjadi dasar para pihak bergerak lebih agresif dalam membangun kesadaran dan inisiatif desa dalam pencegahan kebakaran.
Pendekatan pencegahan pada tingkat desa ini telah dimulai sejak 2016 pascatragedi kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2015. Pada tahun sebelumnya, penanggulangan karhutla lebih mengedepankan pemadaman.
Strategi pelibatan kelembagaan desa pun dilakukan karena permasalahan dan solusi tiap kebakaran hutan dan lahan di daerah spesifik. Ia mengatakan tak semua warga mau memakai teknologi dalam pengolahan dan pembukaan lahan karena berbagai alasan.
”Jadi, nanti di setiap desa, kepala desa harus tahu pasti warga yang tinggal di sana jumlahnya berapa, lahan berapa luas, mau ditanam apa, dan kebutuhannya apa. Tidak semua harus dibikin sawit, bisa juga komoditas lain atau peternakan dan perikanan,” ungkapnya.
Keterlibatan lembaga desa pun diperlukan agar aparat desa peduli terhadap perkembangan daerahnya, termasuk jika ada warga di luar desa datang dan membuka kebun di daerahnya. Masalah yang kerap terjadi adalah perambahan hutan dan lahan diikuti pembakaran ini umumnya dilakukan orang dari luar kota.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mendukung pelibatan masyarakat dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Ia mengatakan, data Global Forest Watch sejak tahun 2015 menunjukkan kebakaran sebagian besar (66-77 persen) terjadi di luar konsesi perkebunan dan konsesi kehutanan.
Kebakaran tersebut umumnya terjadi di areal terbuka yang tak terkelola, baik berstatus kawasan hutan maupun areal penggunaan lain (APL). Karena itu, perusahaan-perusahaan besar berbasis lahan—baik kehutanan maupun perkebunan—membentuk kelompok-kelompok masyarakat peduli api. Anggota Gapki membuat 704 masyarakat peduli api di berbagai daerah.
”Semua (perusahaan berbasis lahan) bikin desa peduli api, tetapi siapa yang mempertemukan. Kita tidak pernah koordinasi sehingga terkesan jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Ia mengatakan, desa di dekat perkebunan di luar Jawa itu berpopulasi sekitar 2.000 keluarga dengan areal sangat luas. Di sekitar desa tersebut terdapat perusahaan perkebunan dan kehutanan yang memiliki program pencegahan kebakaran hutan dan lahan masing-masing.
Guru Besar Kebijakan Kehutanan yang juga Wakil Rektor IPB University Dodik Ridho Nurrochmat mengemukakan, ada 35 juta hektar areal hutan tak berhutan yang rawan terbakar. Meski pemerintah memiliki target program Perhutanan Sosial—yang menurut dia susah berkembang karena produk tidak fleksibel— dan program reforma agraria seluas total lebih dari 17 juta ha yang diarahkan pada hutan-hutan terdegradasi/terdeforestasi tersebut, separuhnya belum terkelola.
Ia pun mendukung langkah pencegahan dimulai dari desa. Data yang dimilikinya, sebagian besar peningkatan frekuensi kejadian kebakaran kebakaran berada 4-10 kilometer dari permukiman/desa. Ia pun mendorong agar program pencegahan ini dikaitkan dengan dana desa beserta insentif dan disinsentifnya.
Pencegahan kebakaran hutan dan lahan juga menjadi topik saat silaturahmi Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Aziz dengan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Mereka menyepakati untuk meningkatkan sinergi menangani masalah kebakaran hutan dan lahan serta sejumlah kasus lain seperti pembalakan liar, pencemaran limbah, dan kejahatan tumbuhan/satwa liar.