Pembudidaya ikan di China melirik teknologi budidaya buatan Indonesia untuk menghadapi pencemaran yang rentan mematikan potensi perikanannya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pembudidaya ikan di China melirik teknologi budidaya buatan Indonesia untuk menghadapi pencemaran yang rentan mematikan potensi perikanannya. Dengan teknologi tersebut, pembudidaya ikan China berharap bisa memaksimalkan potensi pertanian tanpa harus melanggar ketatnya regulasi lingkungan.
Dalam kunjungan ke Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Selasa (12/11/2019), perwakilan Biro Statistik Provinsi Jiangsu, China, mendatangi salah satu pabrik penyedia sarana budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA), PT Gani Arta Dwitunggal. Kepala Perwakilan Biro Statistik Provinsi Jiangsu Zhou Guoqiang menuturkan, kedatangan mereka untuk mencari teknologi budidaya perikanan yang bisa diterapkan di negaranya.
Zhou menuturkan, selama lima tahun terakhir, Pemerintah China menerapkan regulasi ketat terkait budidaya ikan. Pemerintah melarang keras budidaya ikan di perairan tercemar. Padahal, perairan di Provinsi Jiangsu terancam tercemar berat akibat limbah industri. Jiangsu, kata Zhou, dilintasi Sungai Yangtze dan memiliki bibir pantai ideal dengan potensi perikanan mencapai 600 miliar dollar AS.
”Jadi, provinsi kami sangat penting bagi China. Pemerintah merasa perkembangan di sektor perikanan perlu diperhatikan. Namun, kami tetap diminta menerapkan keamanan makananan yang tinggi,” ujarnya.
Standar penting yang perlu diperhatikan adalah kualitas air dalam budidaya. Karena itu, tutur Zhou, pihaknya menjajaki beberapa pabrik yang menyediakan teknologi pemeliharaan ikan, salah satunya PT Gani Arta Dwitunggal.
Presiden Direktur PT Gani Arta Dwitunggal Budiprawira Sunadim menyambut perwakilan China tersebut dengan mempresentasikan salah satu rancangan teknologi keramba jaring apung (KJA) yang diklaim bisa beroperasi di perairan tercemar. KJA berukuran 14x14 meter berisi 4 kolam penangkaran dan 2 kolam sirkulasi itu menggunakan sistem perairan tertutup.
Budi menjelaskan, teknologi sirkulasi tertutup ini disebut recirculating aquatic system (RAS). Setiap keramba memiliki membran kedap air untuk memisahkan air untuk ikan dengan air di perairan luar yang tercemar.
”Kami bekerja sama dengan perusahaan asal Jerman untuk menerapkan RAS dalam keramba. Akhir tahun ini, kami berencana uji coba di Waduk Cirata. Teknologi ini juga bisa jadi solusi permasalahan KJA di waduk tersebut,” tuturnya.
Kami bekerja sama dengan perusahaan asal Jerman untuk menerapkan RAS dalam keramba. Akhir tahun ini, kami berencana uji coba di Waduk Cirata. Teknologi ini juga bisa jadi solusi permasalahan KJA di waduk tersebut.
Potensi budidaya
General Manager PT Gani Arta Dwitunggal Andi Jayaprawira Sunadim menambahkan, teknologi ini diharapkan bisa berkontribusi meningkatkan praktik budidaya ikan di perairan Indonesia. Alasannya, Indonesia memiliki garis pantai mencapai 95.000 kilometer.
Akan tetapi, lanjut Andi, potensi itu belum tergarap maksimal. Perikanan budidaya di Indonesia hanya memberikan 5 juta ton tahun 2018 dengan budidaya ikan air laut hanya 1,3 juta ton. Hal tersebut berbanding terbalik dengan China. Pada tahun yang sama, China menghasilkan 50 juta ton ikan budidaya, dengan 15 juta di antaranya berasal dari ikan air laut.
”Padahal, kalau dilihat, garis pantai China sekitar 30.000 km, sepertiga dari garis pantai Indonesia. Karena itu, kami sadar potensi perikanan budidaya Indonesia, terutama lepas pantai, yang belum dimaksimalkan,” ujarnya.