DPR Minta Pemerintah Kebut Rancangan ”Omnibus Law”
Program Legislasi Nasional 2020 harus tuntas sebelum DPR memasuki masa reses, yaitu mulai 18 Desember 2019. Oleh karena itu, RUU ”omnibus law” diharapkan bisa tuntas sebelum tanggal tersebut.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu dan Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah untuk membentuk rancangan undang-undang bersifat omnibus law, yaitu rancangan undang-undang untuk menyinkronkan sejumlah regulasi yang tumpang tindih dan bertentangan, belum diikuti dengan perumusan konsep yang detail dan spesifik.
Perumusan rancangan itu perlu dipercepat karena waktu untuk memasukkannya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 terbatas.
Ide pembentukan omnibus law pertama kali disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober lalu. Melalui regulasi tersebut, Presiden hendak menggabungkan sejumlah undang-undang terkait penciptaan lapangan kerja dan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) yang isinya tumpang tindih dan saling bertentangan. Penggabungan dinilai penting untuk bisa memangkas perizinan dan rantai birokrasi yang menghambat investasi.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2019), mendorong pemerintah agar segera menuntaskan draf rancangan undang-undang (RUU) ”sapu jagat” atau omnibus law. Sebab, waktu untuk mengikutsertakannya dalam Prolegnas 2020 tak sampai satu bulan lagi. Prolegnas 2020 harus sudah disahkan sebelum DPR memasuki masa reses, yaitu pada 18 Desember mendatang.
”Kita ini sudah terlalu lambat ini. Untuk memasukkan RUU ke dalam prolegnas, kan, harus ada naskah akademik dan draf RUU-nya. Maka, ini mendesak untuk diselesaikan oleh pemerintah,” kata Supratman dalam rapat perdana Baleg DPR dengan pemerintah untuk membahas pembentukan RUU omnibus law.
Rapat tersebut melibatkan empat kementerian koordinator, yaitu Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Koordinator Perekonomian; Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi; serta Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Selain itu, rapat melibatkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Dalam rapat tersebut, hampir seluruh anggota Baleg DPR mempertanyakan subtansi RUU, mekanisme sinkronisasi, dan pemetaan UU mana saja yang akan digabungkan atau dihilangkan pemerintah. Selain itu, koordinator dari pembahasan RUU ”sapu jagat” ini juga dipertanyakan.
Meski demikian, mereka menyetujui pentingnya RUU omnibus law. ”Omnibus law adalah keniscayaan. Walaupun begitu, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam perumusannya, yaitu regulasi, kelembagaan, dan pelaksana yang akan mengeksekusi,” kata anggota Baleg DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Anwar Hafid.
Mulyanto, anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menambahkan, ide membuat RUU omnibus law merupakan terobosan untuk menembus hambatan investasi yang selama ini terjadi. Namun, dia mengingatkan, perumusannya harus dilakukan secara cermat.
”Kami benar-benar menunggu UU dan pasal-pasal mana saja yang akan disinkronkan. Jangan sampai pasal yang dicabut nanti bersifat lex specialis. Jangan sampai juga pencabutan itu memorakporandakan struktur UU yang sudah ada saat ini,” kata Mulyanto.
Masih digodok
Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengakui, perumusan substansi RUU omnibus law masih berlangsung. Pihaknya baru mendapatkan arahan untuk ditindaklanjuti berdasarkan hasil rapat terbatas antara Presiden Joko Widodo dan beberapa menteri pada Selasa (12/11/2019).
Rapat koordinasi tingkat menteri pun masih disiapkan, menurut rencana akan dilaksanakan pekan depan.
”Ini masih tahap awal sekali dan masih dinamis. Masih ada perubahan lagi (nantinya) yang hari ini kami bahas dengan kementerian/lembaga terkait,” kata Susiwijono.
Meski masih digodok, ia melanjutkan, setidaknya ada 11 kelompok substansi pembahasan yang ada dalam RUU omnibus law. Kelompok bahasan itu di antaranya terkait penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan dan perlindungan UMKM, dan kemudahan berusaha.
Selain itu, persoalan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi pidana, persoalan lahan, kemudahan proyek pemerintah, dan kawasan ekonomi, juga termasuk dalam substansi omnibus law.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menambahkan, RUU omnibus law didasarkan pada lima agenda prioritas dalam lima tahun ke depan, yaitu pembangunan sumber daya manusia, infrastruktur, penyederhanaan kendala regulasi, birokrasi, dan transformasi ekonomi.
”Berdasarkan lima agenda prioritas tersebut, diperkirakan ada 74 UU yang bisa disinkronkan. Sebanyak 27 di antaranya dipertimbangkan untuk direvisi menjadi omnibus law, sedangkan sisanya dipertimbangkan stand alone direvisi,” kata Suharso.
Ia menambahkan, salah satu UU yang perlu direvisi adalah UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Revisi tersebut penting untuk memperjelas kedudukan RUU omnibus law. Selain itu, ke depan leading sector pembentukan RUU omnibus law akan berada pada Kementerian Hukum dan HAM dan Bappenas.