Penetrasi internet semakin tinggi. Pemerintah punya tanggung jawab memantik gerakan masyarakat sipil memproduksi narasi positif, antara lain di media sosial, untuk memperkuat imaji bersama sebagai bangsa Indonesia.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar / Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah punya tanggung jawab untuk memantik gerakan masyarakat sipil dalam memproduksi narasi positif, antara lain di media sosial, yang bisa memperkuat imaji bersama sebagai bangsa Indonesia yang beragam. Gerakan organik yang kuat dari masyarakat sipil diyakini mampu meredam dampak negatif dari media baru.
Hal itu sudah semakin dibutuhkan karena penetrasi internet semakin tinggi. Berdasarkan laporan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), ada penambahan sekitar 27,9 juta pengguna internet di Tanah Air pada periode 2017-2018. Kini, pengguna internet di Indonesia mencapai 64,8 persen dari total populasi 264 juta.
Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdullah Darraz di Jakarta hari Selasa (12/11/2019) berharap pemerintah memperkuat kemampuan organisasi masyarakat sipil untuk mengelola media sosial (medsos). Selama ini, lanjut Darraz, banyak generasi muda yang menyebarkan paham kebangsaan di ranah luring (luar jaringan atau offline), tetapi mereka gagap ketika berinteraksi di dunia maya. Alhasil, medsos didominasi kelompok atau individu yang memiliki pemahaman yang tidak sejalan dengan paham keindonesiaan.
”Perkembangan media sosial ibarat ombak. Jadi, pilihannya, kita yang bisa berselancar atau justru kita yang tersapu. Atas dasar itu, pemerintah perlu memperkuat sumber daya masyarakat sipil agar bisa berselancar dengan baik untuk menyebarkan konten kebangsaan di medsos,” ujar Darraz.
Perkembangan media sosial ibarat ombak.
Jajak pendapat Kompas awal November 2019 yang melibatkan 520 responden di 17 kota besar menunjukkan 60,2 persen responden khawatir disinformasi atau hoaks di media sosial bakal memicu perpecahan bangsa (Kompas, 12/11).
Koordinator Gerakan #BijakBersosmed, Enda Nasution, menilai, perlu ada kebijakan pemerintah yang lebih nyata dan berkonsep digital untuk menanamkan nilai-nilai keindonesiaan. Ia mencontohkan, program Bela Negara yang dicanangkan Kementerian Pertahanan beberapa tahun terakhir bisa diadopsi ke ranah digital.
”Program bela negara digital itu perlu dibuat sistematis dan menyeluruh untuk meningkatkan wawasan persatuan bangsa dari perspektif digital. Jadi, ketika ada narasi yang berseberangan dengan paham kebangsaan di medsos bisa langsung di-counter lebih dulu oleh masyarakat,” tuturnya.
Pelembagaan media sosial
Menurut anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, diperlukan pelembagaan dalam praktik bermedia di medsos. Ia menegaskan, prinsip tanggung jawab, transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian dalam berbicara di ruang publik, dan kedewasaan harus menjadi sesuatu yang inheren dalam pelembagaan media baru itu.
Pelembagaan media baru itu, kata Agus, bisa dimulai dengan membuat regulasi, termasuk kewajiban pertanggungjawaban oleh platform media jika ada kabar bohong atau bernuansa kebencian. Namun, aturan itu tak boleh mematikan praktik demokratisasi lewat media baru, seperti penyampaian kritik, kebebasan berpendapat, penyuaraan hak-hak sipil, dan suara publik yang berlainan dengan pemerintah.
Kami tegas meminta mereka (penyedia layanan medsos) untuk ikut serta menjaga kebinekaan.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika Ferdinandus Setu mengatakan, Kementerian Kominfo telah menjalankan sejumlah kebijakan untuk merawat nilai kebangsaan di ruang daring ataupun di ruang luring, termasuk lewat edukasi digital ke kelompok masyarakat sipil.
Terkait dengan pengaturan media sosial, Ferdinandus mengungkapkan, pekan lalu telah ada kesepahaman antara Kementerian Kominfo dan para penyedia layanan media sosial di Indonesia, seperti Facebook dan Whatsapp, untuk menghormati situasi di Indonesia.
”Kami tegas meminta mereka (penyedia layanan medsos) untuk ikut serta menjaga kebinekaan. Ini karena perlu keterlibatan semua pihak untuk menghadirkan ekosistem yang sehat di jagat digital. Kalau mereka tidak patuh, pemblokiran akan kami terapkan seperti kepada Telegram pada 2017,” ujar Ferdinandus.