Arsenal sangat membutuhkan jeda internasional guna meredam turbulensi akibat krisis kepemimpinan di tim. Krisis itu telah berimbas ke performa ”The Gunners”.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
LONDON, SELASA — Sempat tancap gas dan menjadi pesaing Liverpool di puncak Liga Inggris awal musim ini, kinerja Arsenal belakangan merosot drastis. Pemicunya antara lain hilangnya harmoni di kamar ganti menyusul krisis kepemimpinan.
Arsenal kini ibarat anomali. Mereka tidak hanya kehilangan kendali atas diri sendiri, juga tidak bertaji pada dua laga terakhir di berbagai kompetisi. Mereka berturut-turut ditahan imbang Vitoria Guimaraes, 1-1, pada Liga Europa dan dikalahkan Leicester City, 0-2, di Liga Inggris, sepekan terakhir.
Dalam dua laga itu, Arsenal seperti tim semenjana. Mereka hanya mampu membuat satu tendangan tepat ke gawang lawan pada masing-masing laga. Padahal, lini serang ”The Gunners” adalah salah satu yang termewah di Eropa. Trisula penyerang Alexandre Lacazette, Pierre-Emerick Aubameyang, dan Nicolas Pepe bernilai 215 juta euro atau Rp 3,3 triliun.
Musim lalu, ketiganya mengemas 99 gol. Aubameyang dinobatkan menjadi pencetak gol tersubur Liga Inggris bersama duo Liverpool, Sadio Mane dan Mohamed Salah, dengan 22 gol. Musim ini, striker asal Gabon itu menempati peringkat keempat pencetak gol terbanyak dengan delapan gol.
Aubameyang, yang biasanya lincah dan garang di depan gawang, tidak berkutik sama sekali menghadapi Leicester. Ia kalah bersinar dengan striker gaek tuan rumah, Jamie Vardy, yang mencetak gol di laga itu dan memimpin peringkat top scorer Liga Inggris dengan 11 gol. Kaki-kaki lincah Aubameyang seolah terbelenggu besi.
Kebetulan, laga itu merupakan debutnya sebagai kapten tim Arsenal di Liga Inggris. Ia mengambil ban kapten dari Granit Xhaka, yang dihukum Manajer Arsenal Unai Emery, menjelang laga kontra Vitoria, Rabu pekan lalu. Dengan demikian, Arsenal dua kali berganti kapten dalam dua bulan.
Xhaka, gelandang jangkar Arsenal, menyandang status kapten tim pada 27 September lalu. Ia menggantikan bek Laurent Koscielny yang hengkang musim panas lalu. Namun, belum sampai seusia jagung, Xhaka dilengserkan dari posisi penting itu akibat tak bisa menahan emosi ketika Arsenal ditahan Crystal Palace, 2-2, akhir Oktober. Karena dianggap tampil buruk, ia disoraki para pendukung Arsenal di Stadion Emirates saat ditarik keluar Emery pada menit ke-61.
Alih-alih bersikap tenang atau bertepuk tangan seperti yang biasanya dilakukan seorang pemimpin tim, Xhaka justru membalas ejekan itu dengan tindakan provokatif. Ia menempelkan tangannya ke kuping dan berkata ”enyahlah” seolah menantang balik suporter. Tidak lama, ia melepas kaus Arsenal dan merobeknya di pinggir lapangan.
Sejak itu, Xhaka tidak lagi pernah dimainkan Emery. Rumor pun muncul, ia tidak lagi dibutuhkan tim dan akan dibuang pada jendela transfer Januari. Sejumlah pemain Arsenal seperti Lucas Torreira hanya melongo dan nyaris menitikkan air mata melihat sikap frustrasi kapten timnya akibat perlakuan buruk pendukungnya sendiri.
”Kami semua adalah manusia. Kami punya emosi dan kadang tidak mudah mengatasinya. Ini waktunya kita saling mendukung, bukan sebaliknya, memusuhi satu sama lain. Kita hanya bisa menang jika bersama,” ujar Hector Bellerin, bek sayap Arsenal yang bersimpati kepada Xhaka.
Meskipun dimusuhi fans, Xhaka tetap mendapat dukungan di kamar ganti tim itu, khususnya barisan pemain senior. Ia diangkat sebagai kapten dengan mayoritas suara di tim. Hal ini berbeda dengan Aubameyang, yang penunjukannya sebagai kapten merupakan veto dari Emery.
Isu keretakan di dalam tim pun muncul karena sejumlah pemain senior Arsenal kecewa dengan sikap otoriter Emery yang menghukum Xhaka dan secara sepihak menunjuk Aubameyang sebagai kapten baru.
Masalah kian kompleks karena Aubameyang bukan sosok yang populer di antara pemain ataupun pemilik klub. Hal itu tidak terlepas dari kedekatannya dengan Troopz, salah satu pentolan fans Arsenal yang kerap tampil di kanal AFTV di Youtube. Aubameyang terlihat mendukung langkah Troopz yang kerap mengejek Xhaka ataupun mengkritik keras Emery.
”Kami kehilangan kepercayaan diri dan sangat membutuhkan jeda internasional ini. Kami berharap mampu kembali dengan lebih baik dan percaya diri,” ujar Lacazette tentang situasi di timnya menjelang jeda laga internasional akhir pekan ini.
Kutukan kapten
Di sisi lain, sejumlah fans Arsenal khawatir Aubameyang menjadi korban lanjutan dari ”kutukan kapten”. Sejumlah penggemar Arsenal meyakini mitos buruk sebagai kapten, yaitu mengalami bencana dan meninggalkan tim. Kutukan itu selalu terjadi sejak 2007, mulai dari era William Gallas, Cesc Fabregas, Robin van Persie, Thomas Vermaelen, Mikel Arteta, Per Mertesacker, hingga Koscielny, dan Xhaka.
Vermaelen, Arteta, dan Mertesacker, misalnya, mengalami cedera kambuhan yang berimbas pada kemerosotan performa. Adapun Fabregas dan Van Persie mulai frustrasi di klub dan meminta hengkang dari klub.
”Xhaka hanyalah satu dari sekian banyak kapten yang menjadi korban kudeta di Arsenal. Kapten-kapten di tim itu seolah dikutuk,” tulis The Sun.
Xhaka hanyalah satu dari sekian banyak kapten yang menjadi korban kudeta di Arsenal. Kapten-kapten di tim itu seolah dikutuk.
Menurut Van Persie, turbulensi internal dan anjloknya performa Arsenal merupakan bukti kegagalan Emery. Selama dua tahun terakhir, Emery belum memberikan prestasi dan menaikkan permainan Arsenal. Sejumlah pemain dikabarkan mengeluhkan taktiknya yang konservatif. ”Seperti tidak ada ikatan antara Emery dan para pemainnya,” ujarnya, dikutip BT Sport.
Sejauh ini, Emery masih didukung pemilik Arsenal. Namun, posisinya itu berpotensi ditempati sejumlah manajer top, seperti Luis Enrique dan Jose Mourinho. Enrique mengatakan siap kembali melatih seusai berduka atas kematian putrinya. Mantan Pelatih Barcelona yang dikabarkan pernah menemui petinggi Arsenal, Raul Sanllehi, itu mengaku tertantang melatih di Inggris. (AFP)