Mantan Presiden Bolivia Evo Morales terbang ke Meksiko setelah menerima tawaran suaka dari Pemerintah Meksiko. Morales berjanji akan kembali ke negerinya dalam kondisi lebih kuat.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
MEXICO CITY, SELASA—Pemerintah Meksiko menjemput Evo Morales dengan pesawat khusus dari Bolivia pada Senin (11/11/2019) malam. Penerbangan Morales menuju Mexico City dipastikan oleh Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard. Meksiko menjadi benteng bagi tokoh kiri yang pernah dielu-elukan warga Bolivia itu.
”Sungguh menyakitkan karena saya harus meninggalkan negara itu untuk alasan politik, tetapi saya akan selalu mengawasi. Saya akan segera kembali dengan lebih kuat dan lebih berenergi,” kata Morales melalui media sosial Twitter.
Pesawat yang membawa Morales mendarat di ibu kota Paraguay, Asuncion, untuk mengisi bahan bakar pada Selasa pagi. Hal itu diungkapkan Menteri Dalam Negeri Paraguay Euclides Acevedo kepada wartawan. Morales selanjutnya langsung menuju Mexico City.
Tekanan terhadap Morales melonjak sejak raihan kemenangan tipisnya dalam pemilihan presiden bulan lalu digugat. BBC mencatat, aneka peristiwa politik berkembang dengan cepat di Bolivia sejak hari Minggu (10/11).
Saya akan segera kembali dengan lebih kuat dan lebih berenergi.
Organisasi Negara-negara Amerika, badan kerja sama regional, mengumumkan hasil audit atas pemilu di Bolivia. Kesimpulannya, pemilu itu diwarnai manipulasi. Organisasi itu pun menyerukan hasilnya dibatalkan.
Sebagai tanggapan, Morales setuju untuk mengadakan pemilihan baru. Namun, saingan utamanya, Carlos Mesa, yang berada di urutan kedua dalam pemungutan suara, berpendapat agar Morales tidak diikutkan dalam pemilihan baru itu.
Perkembangan baru lainnya adalah intervensi aparat keamanan, khususnya melalui kepala pasukan bersenjata, Jenderal Williams Kaliman.
Ia mendesak Morales untuk mundur demi kepentingan perdamaian dan stabilitas di Bolivia. Morales pun mengumumkan pengunduran dirinya pada Minggu malam lalu.
Pemimpin sayap kiri
Morales adalah bagian dari ”gelombang merah muda” para pemimpin sayap kiri yang menyapu kekuasaan di Amerika Selatan pada awal 2000-an. Gelombang itu lalu surut. Sebagian besar pemimpin sayap kiri digantikan oleh pemerintah konservatif.
Dalam kebijakannya, Morales antara lain merenasionalisasi industri minyak dan gas. Peningkatan pendapatan pajak memungkinkan Bolivia meningkatkan investasi demi kepentingan publik dan berhasil meningkatkan cadangan devisa negara tersebut.
Pemerintahnya berinvestasi besar-besaran dalam proyek pekerjaan umum dan program sosial untuk memerangi kemiskinan. Sejak ia menjabat, kemiskinan ekstrem Bolivia turun dari 38 persen pada 2006 menjadi 17 persen tahun 2018. Namun, para pengkritiknya menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir, tingkat kemiskinan ekstrem telah meningkat lagi di negeri itu.
Kebijakan Morales banyak ditentang kelompok kelas menengah di Bolivia. Mereka menilai Morales terlalu radikal. Tak heran jika kelompok oposisi tumbuh dan terkonsentrasi di provinsi yang kaya, seperti Santa Cruz, pusat ekonomi Bolivia. Para pengkritik Morales juga menuduhnya gagal menangani korupsi. Hal itu menjadi keprihatinan utama dalam pemilihan presiden bulan lalu.
Hingga kemarin, proses pergantian kekuasaan di Bolivia masih diwarnai ketidakjelasan. Situasi itu terjadi setelah Wakil Presiden Alvaro Garcia Linera juga mundur.
Berdasarkan konstitusi Bolivia, jika presiden dan wapres berhalangan, kekuasaan diserahkan kepada presiden senat dan pemimpin majelis rendah kongres. Namun, mereka juga mengundurkan diri.
Senator Jeanine Anez menyatakan siap menggantikan posisi Morales, setidaknya untuk sementara. Posisinya adalah wakil pemimpin senat. Anez kemungkinan akan ditugaskan kongres untuk mengawasi pemilu baru dan transisi ke pemerintahan baru pada 22 Januari 2020. (AP/AFP)