PT Pertamina (Persero) memulai survei seismik dua dimensi untuk menemukan cadangan migas di perairan Indonesia. Survei ini disebut terbesar di Asia Pasifik. Tanpa temuan baru, cadangan migas nasional makin tipis.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) memulai survei seismik dua dimensi untuk menemukan cadangan minyak dan gas bumi di perairan Indonesia. Survei yang akan melintasi laut sepanjang 30.000 kilometer ini adalah survei terbesar di kawasan Asia Pasifik.
Cadangan terbukti minyak Indonesia yang tersisa 3 miliar barel akan habis dalam kurun 10 tahun jika tanpa diikuti penemuan sumber cadangan baru.
Survei akan dilaksanakan oleh PT Elnusa Tbk, anak usaha Pertamina di bidang jasa migas, selama enam bulan penuh.
Survei dimulai dari perairan sekitar Pulau Bangka, Bangka Belitung, hingga ke perairan di sekitar Pulau Seram, Maluku. Kegiatan ini disebut sebagai salah satu bentuk komitmen investasi PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang selaku pengelola Blok Jambi Merang.
”Survei ini sangat penting karena jadi aktivitas survei seismik terbesar di Asia Pasifik 10 tahun terakhir. Selain itu, survei ini memberikan persepsi positif bagi investor bahwa data hasil eksplorasi bersifat terbuka,” ujar Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto dalam pidato pelepasan kapal survei di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Sekian lama belum ditemukan cadangan migas skala raksasa di Indonesia karena usaha yang terbilang minim.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui bahwa sekian lama belum ditemukan cadangan migas berskala raksasa di Indonesia disebabkan usaha yang terbilang minim. Dari sisi potensi, menurut dia, Indonesia masih memiliki sejumlah cekungan hidrokarbon yang berpotensi mengandung minyak dan gas bumi.
”Upayanya minim. Umumnya karena masalah administrasi, harus izin ini itu. Tetapi, sekarang sudah ada perbaikan dan semoga membuat kegiatan eksplorasi kian bergairah,” ujar Arifin.
Aturan terbaru mengharuskan pemegang kontrak sebuah wilayah kerja migas harus menginvestasikan dana untuk kegiatan eksplorasi. Dari catatan SKK Migas, sejauh ini sudah terkumpul dana sekitar 2,5 miliar dollar AS atau setara Rp 35 triliun untuk pembiayaan eksplorasi sampai 2024. Eksplorasi bisa dilakukan di dalam wilayah kerja atau di wilayah terbuka.
PHE Jambi Merang, selaku pengelola Blok Jambi Merang di Sumatera Selatan, mengalokasikan dana 196,5 juta dollar AS untuk kegiatan eksplorasi. Selain survei dua dimensi, perusahaan juga melakukan survei tiga dimensi seluas 237 kilometer persegi di dua provinsi, yaitu Sumatera Selatan dan Jambi. Sejauh ini, Blok Jambi Merang menghasilkan minyak mentah sebanyak 4.417 barel per hari dan gas bumi sebanyak 100 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Cadangan tipis
Direktur Asosiasi Perminyakan Indonesia Nanang Abdul Manaf mengatakan, tanpa penemuan baru berskala besar, cadangan minyak Indonesia akan habis dalam kurun 10 tahun mendatang. Saat ini, masih ada 74 cekungan hidrokarbon di Indonesia yang sama sekali belum diteliti. Sebagian besar letak cekungan itu ada di wilayah timur Indonesia dan ada di perairan dalam.
”Eksplorasi saat ini adalah sebuah aktivitas yang berisiko tinggi dari sisi keberhasilan penemuan. Rasionya paling bagus 30 persen. Selain butuh teknologi tinggi, biayanya juga sangat mahal. Namun, secara teknis masih memungkinkan ada penemuan cadangan baru,” kata Nanang.
Saat ini, produksi minyak mentah Indonesia kurang dari 800.000 barel per hari. Adapun kebutuhan konsumsi minyak nasional per hari rata-rata mencapai 1,5 juta barel. Kekurangan pasokan diperoleh dari impor yang berakibat Indonesia mengalami defisit perdagangan migas dalam beberapa tahun terakhir.
Saat ini diperkirakan cadangan minyak Indonesia sekitar 3 miliar barel. Angka tersebut hanya sekitar 0,2 persen dari total cadangan minyak mentah dunia. Baru-baru ini Iran mengumumkan penemuan cadangan minyak baru sebanyak 52 miliar barel.