Petugas Hancurkan Sumur Minyak Ilegal di Batanghari
Aparat gabungan menggelar operasi dalam lokasi tambang minyak ilegal di wilayah Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, Selasa (12/11/2019).
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·2 menit baca
BATANGHARI, KOMPAS — Aparat gabungan menggelar operasi dalam lokasi tambang minyak ilegal di wilayah Bajubang, Kabupaten Batanghari, Jambi, Selasa (12/11/2019). Sebanyak 32 sumur beserta alat pengeboran dirusak tim.
Operasi itu berlangsung dalam areal Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Syaifuddin atau Tahura Senami dan Wilayah Kerja Pertambangan PT Pertamina (Persero) yang produksinya dikerjakan PT Prakarsa Betung Meruo Senami (PBMS). Tim terdiri dari petugas Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari, Satuan Polisi Reaksi Cepat Brigade Harimau Jambi, dan pasukan pengamanan PT PBMS.
Tak hanya ilegal, aktivitas tambang itu juga mencemari anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Batanghari.
Dalam operasi, 32 sumur dan alat produksi minyak dirusak petugas yang berjumlah total 50 orang. Lima unit motor yang digunakan untuk menyedot minyak dari bawah permukaan tanah juga disita sebagai barang bukti.
Di Desa Pompa Air, sejumlah pekerja berupaya menghalang-halangi petugas. Salah seorang pekerja, Syaiful, mengintimidasi petugas yang membawa keluar sejumlah pipa bor. Bahkan, ia menyebut-nyebut oknum kepala desa di wilayah tersebut sebagai pemilik sumur bor.
Pada lokasi pengeboran lain di sekitar itu, pekerja lain juga mengaku mereka diupah aparat bersenjata.
Menanggapi pengakuan para pekerja di lokasi tambang minyak ilegal itu, Komandan SPORC Jambi M Hafis siap menelusurinya. ”Sudah ada pengakuan dari pekerja dan bukti aktivitas di lokasi. Temuan ini akan kami laporkan dan tindak lanjuti,” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari Parlaungan Nasution mengatakan, operasi ini bertujuan memberantas masifnya praktik liar dalam kawasan Tahura. Namun, lanjutnya, upaya itu membutuhkan dukungan dari pusat. Sebab, praktik tambang ilegal tersebut melibatkan ribuan pekerja. Selain pemberantasan, perlu dipikirkan pula upaya pemulihan lingkungannya.
Areal tambang liar sebelumnya berkisar 50-100 hektar, tetapi sejak enam bulan terakhir luasnya sekitar 250 ha. Di dalamnya, sekitar 2.000 sumur tambang minyak liar masih aktif beroperasi. Tak hanya ilegal, aktivitas tambang itu juga mencemari anak-anak sungai yang bermuara ke Sungai Batanghari.
Air anak sungai berwarna coklat pekat dan berminyak. Ratusan tanaman karet, sawit, dan vegetasi hutan dalam tahura ikut mati. Kehidupan satwa liar juga lenyap akibat lingkungan yang tercemar.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan Batanghari menemukan lonjakan kasus infeksi kulit atau dermatitis contact sejak 2018. Kasus dermatitis contact terdata sebanyak 177 orang pada tahun 2018 dari tahun sebelumnya 110 orang.