Dalam banyak kasus di kota besar seperti Jakarta, pohon menjadi tumbal pembangunan. Pohon yang tak bisa protes ditebang demi proyek ini dan itu. Tanaman pengganti kerap kali tidak sepadan dengan pohon sebelumnya.
Oleh
Helena F Nababan/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
Pembangunan kerap meminta tumbal. Dalam banyak kasus di kota besar seperti Jakarta, pohonlah yang menjadi sasarannya. Pohon yang tak bisa protes itu akhirnya ditebang demi proyek ini dan itu. Tanaman pengganti pepohonan ini kerap tidak sepadan dengan pohon sebelumnya, terutama dari sisi fungsi.
Yang masih hangat, peremajaan pohon dengan menebang pohon lama di Jalan Cikini Raya, Jalan Salemba Raya, dan Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Penebangan oleh Dinas Kehutanan ini terkait proyek revitalisasi trotoar dari Dinas Bina Marga.
Atas permintaan Dinas Bina Marga, Dinas Kehutanan lalu mengutus Tim Pertimbangan Permohonan Penebangan Pohon (TP4). ”Tim mengecek pohon mana yang layak ditebang atau tidak. Kami juga punya alat Arborsonic 3D Tomograph untuk menguji pohon itu keropos atau tidak, layak tebang atau tidak,” kata Djohar Arifin, Kepala Bidang Jalur Hijau Dinas Kehutanan DKI, Selasa (12/11/2019).
Ia menambahkan, pihaknya juga meminta ruang tanam yang cukup di trotoar yang akan direvitalisasi kelak supaya tanaman tidak tercekik.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Tanaman Perkotaan (UPT PTP) Dinas Kehutanan DKI Jakarta Yati Sudiharti menambahkan, hampir semua contoh pohon yang dicek dengan Arborsonic 3D Tomograph tak sehat.
”Kelihatannya saja dari luar sehat, tetapi di bagian tengah bolong atau keropos. Kalau tidak segera ditebang, membahayakan. Yang ditebang kami pastikan memang layak ditebang,” ucap Yati.
Kelihatannya saja dari luar sehat, tetapi di bagian tengah bolong atau keropos. Kalau tidak segera ditebang, membahayakan. Yang ditebang kami pastikan memang layak ditebang. (Yati Sudiharti)
Pengujian dilakukan di sejumlah kawasan, seperti Jalan Cikini Raya (3 pohon), Jalan Salemba Raya (7 pohon), dan Jalan Kramat (1 pohon). Jenis pohon yang diuji adalah palem dan angsana.
Di sisi lain, ia mengakui, pengujian kesehatan pohon baru dimulai Senin, 11 November. Pengujian diutamakan pada pohon di pinggir jalan protokol dan di lokasi revitalisasi trotoar. Adapun penebangan pohon di Cikini sudah dilakukan sejak pekan lalu.
”Kami sedang intensifkan pengujian (kondisi pohon), ada permintaan atau tidak. Namun, secara khusus, (pohon-pohon) yang di jalur revitalisasi trotoar itu memang diprioritaskan. Sebab, kami butuh juga justifikasi kenapa (pohon) ditebang,” tutur Yati.
Peremajaan dengan penebangan pohon akan dilakukan di lokasi lain, seperti Kemang dan Satrio, Jakarta Selatan.
Tanaman pengganti
Pihak terkait berjanji menanam pohon pengganti di lokasi. Sayangnya, pohon pengganti tidak selalu lebih baik dari pendahulunya seperti angsana. Tanaman pengganti di Cikini, antara lain, bougenville, cakaranda, soka, dan tabebuya. Tanaman ini umumnya indah, tetapi tajuknya kurang memadai untuk peneduh, suplai oksigen kurang, dan kurang menyerap polutan.
”Semua yang kami tanam arahnya di Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019, untuk menyerap polutan,” kata Yati.
Akademisi ekologi pohon dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Ichsan Suwandhi, mengingatkan pentingnya kematangan strategi tata kelola perawatan pohon di kota. Apalagi, setiap pohon responsnya bervariasi terhadap kondisi lingkungan kota.
”Adanya perawatan rutin membuat pohon tetap sehat dan selalu meremajakan diri,” ujar Ichsan.
Jangan ikuti tren
Nirwono Joga, Koordinator Pusat Studi Perkotaan Universitas Trisakti, mengatakan, untuk jalur hijau sebaiknya Pemprov DKI tidak mengikuti tren dengan menanam tanaman yang tidak memiliki fungsi penyerap polutan dan penghijauan. Ia melihat tabebuya dipilih karena tanaman itu yang saat ini banyak tersedia di pasaran.
Ia menyarankan Dinas Kehutanan meremajakan tanaman atau pohon dengan pohon yang menjadi ciri khas kawasan tersebut dan kebetulan juga menjadi nama sejumlah kawasan di DKI Jakarta.
Untuk kawasan Cikini yang berada di Kecamatan Menteng, Nirwono mencontohkan, sebaiknya ditanami dengan tanaman menteng. Begitu juga peremajaan pohon di Kemang dengan pohon kemang. ”Kalau DKI mau konsisten terhadap sejarah pohon sebagai bagian identitas, ya, DKI Jakarta angkat lagi pohon-pohon sebagai identitas kawasan,” jelasnya.
Nirwono menyebutkan sejumlah kawasan yang identik dengan pohon khas yang banyak tumbuh di kawasan Jakarta. Di Jakarta Utara, misalnya, ada Asemka atau asem (Tamarindus indica), Mangga Besar (Mangifera indica), Marunda (Mangifera laurina). Di Jakarta Barat, ada Kosambi (Schleichera oleosa) dan Srengseng (Pandanus caricosus). Untuk Jakarta Pusat, ada Gambir (Uncaria gambir), Menteng (Baccaurea racemosa), (Kebon) Sirih (Piper betle), Karet (Ficus elastica), dan Cempaka Putih (Michelia alba). Lalu di Jakarta Timur, ada Condet/Ci Ondet/Ondeh (Antidesma diandrum) dan Bidara (Cina) (Zizyphus jujube).
Tentang pohon yang menjadi identitas kawasan, Yati melanjutkan, pihaknya tengah memprogramkan pembibitan dan memperbanyak tanaman-tanaman langka khas kawasan Jakarta itu. ”Kami masih dalam proses mencari biji atau bibit untuk indukan. Setelahnya kami memprogramkan perbanyakan indukan untuk kemudian bisa dibibitkan,” jelasnya.
Ia juga sepakat jika peremajaan pohon-pohon di jalur hijau Jakarta juga di pintu-pintu masuk kawasan Jakarta ditanami pohon khas kawasan itu.