Aksi teror ke simbol-simbol kepolisian kian sering terjadi. Setidaknya, aksi serupa sudah terjadi empat kali sepanjang tahun 2019. Angka ini lebih banyak dibanding satu tahun sebelumnya, di mana ada empat serangan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ledakan bom bunuh diri di Markas Besar Polres Kota Besar Medan, Sumatera Utara, Rabu (13/11/2019) pagi, menambah daftar panjang aksi teror yang terjadi di markas kepolisian. Setidaknya aksi serupa sudah terjadi empat kali sepanjang 2019. Kecaman kepada pelaku pun datang dari berbagai pihak.
Berdasarkan catatan Kompas, aksi bom bunuh diri yang menewaskan pelakunya, Rabbial Muslim Nasution (25), di Polrestabes Medan merupakan serangan teror keempat yang terjadi di markas kepolisian sepanjang 2019. Sebelumnya, sudah ada tiga serangan teror yang terjadi di daerah lain.
Pertama, serangan di pos jaga Markas Komando Brimob Polda Jawa Tengah di Purwokerto, Jawa Tengah, Mei lalu. Kedua, di pos polisi Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, Juni lalu.
Serangan ketiga terjadi di Markas Kepolisian Sektor Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur, Agustus lalu. Seluruhnya terkait dengan Jaringan Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, teror ke markas kepolisian cenderung meningkat. Pada 2018, ada empat serangan yang terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan; Depok, Jawa Barat; Surabaya, Jawa Timur; dan Riau. Sementara itu, pada 2016 ada satu serangan terjadi, yaitu di Jakarta Pusat, DKI Jakarta.
Dilihat dari jenis aksinya, yaitu bom bunuh diri, juga menunjukkan peningkatan. Sepanjang 2019 ini, sudah ada tiga kali aksi bunuh diri yang terjadi di Sibolga, Sumatera Utara; Kartasura, Jawa Tengah; dan Medan. Pada 2018, ada tiga kali aksi bom bunuh diri, seluruhnya terjadi di Surabaya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, mengatakan, kecenderungan teror sepanjang 2019 juga memperlihatkan perluasan subyek pelaku teror. Pelaku tidak terbatas pada lelaki dewasa, tetapi juga melibatkan perempuan dan anak.
”Waktu penyerangan Pak Wiranto itu ada seorang ibu, di Sibolga juga itu ibu yang meledakkan dirinya sendiri. Itu berarti, kualitasnya semakin luas dan mengerikan,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, antisipasi kepolisian untuk menekan kuantitas aksi teror perlu dikuatkan. Lebih dari itu, pencegahan penyebaran paham radikal juga perlu dilakukan secara lebih intens. Pencegahan bisa melibatkan berbagai institusi, misalnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Majelis Ulama Indonesia.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pengulangan aksi teror menunjukkan bahwa pencegahan dari segala lini perlu ditingkatkan. ”Kita harus mengantisipasi supaya tidak terjadi karena teror sudah terjadi berulang-ulang dan dilakukan di obyek vital. Ini bukan hanya tugas polisi, melainkan juga seluruh masyarakat,” kata Puan.
Apalagi, modus yang digunakan juga berevolusi sedemikian rupa sehingga sama sekali tak disadari. Seperti yang dilakukan Rabbial, ia mengenakan jaket ojek daring, profesi yang aktivitasnya sangat lekat dengan masyarakat, sehingga gerak-geriknya cenderung tidak dicurigai. Selain itu, mereka juga menyasar tempat yang justru dianggap aman.
Menurut Puan, ke depan perlu ada program deradikalisasi yang jelas karena aksi teror saat ini tidak hanya dilakukan secara berjejaring, tetapi juga secara individu.
Kecaman
Kecaman terhadap aksi bom bunuh diri datang dari berbagai pihak. Salah satunya Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Herman Herry.
”Tak ada sikap selain bahwa saya mengutuk keras terjadinya aksi bom bunuh diri ini. Sebagai Ketua Komisi III DPR, saya mendukung dan mendorong Kepolisian Negara Republik Indonesia segera mengusut kejadian tersebut hingga tuntas,” ujarnya.
Ia mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa. Seluruh elemen masyarakat harus bersatu menunjukkan bahwa Indonesia tidak takut terhadap teror, seperti apa pun bentuknya. Kecaman serupa juga datang dari Ketua DPD La Nyalla M Mattalitti. ”Tindakan itu biadab, mengganggu ketenangan masyarakat karena dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” katanya.
La Nyalla mendesak kepolisian mengungkap dan menangkap aktor yang berperan dalam peristiwa ini. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut.
Ia mengimbau kepada masyarakat agar meningkatkan kewaspadaan dan melapor jika ada perilaku warga yang mencurigakan. Tokoh masyarakat juga perlu memberikan pemahaman tentang pentingnya kehidupan sebagai anugerah Tuhan agar jangan ada lagi orang yang menghabisi nyawanya sendiri seperti yang dilakukan oleh pelaku bom bunuh diri.
Ia berharap para korban lekas pulih dan dapat beraktivitas seperti biasa. ”Kepada para petualang yang mengorbankan pelaku bom bunuh diri dan mengorbankan warga lain yang terkena dampak aksi tersebut, saya imbau untuk segera bertobat karena tindakan teroris dalam bentuk apa pun hanya akan merugikan semua pihak,” kata La Nyalla.