UMKM dan Usaha Berbasis Pesantren Dukung Inklusi Keuangan
Pengembangan ekonomi syariah diyakini dapat mendorong pertumbuhan literasi dan inklusi keuangan yang masih rendah. Segmen yang dibidik ekonomi syariah antara lain UMKM dan usaha berbasis pesantren.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan ekonomi syariah diyakini dapat mendorong pertumbuhan literasi dan inklusi keuangan yang masih rendah. Segmen yang dibidik ekonomi syariah antara lain usaha mikro, kecil, dan menengah serta usaha berbasis pondok pesantren.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, sekitar 40 persen dari total penduduk Indonesia belum mengakses layanan keuangan. Rendahnya literasi dan inklusi keuangan itu justru menjadi potensi pasar bagi sistem syariah.
”Ekonomi dan keuangan syariah akan menyasar UMKM dan usaha berbasis pondok pesantren. Segmen itu yang menjadi daya dukung ekonomi ke depan,” kata Perry seusai menjadi pembicara kunci dalam Festival Ekonomi Syariah Indonesia (ISEF) 2019 di Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Pengembangan ekonomi dan keuangan syariah diyakini mampu mendorong pertumbuhan literasi dan inklusi di Indonesia. Sistem syariah akan memberikan pembiayaan dan pemberdayaan berkelanjutan untuk UMKM dan usaha berbasis pondok pesantren hingga sektor industrinya.
Dalam survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2019, pemahaman publik terhadap keuangan syariah naik kendati belum memuaskan. Dari sedikitnya 12.000 responden pada 2019 yang disurvei di seluruh Indonesia, baru 8,93 persen yang memahami literasi keuangan syariah (Kompas, 8/11/2019).
Perry mengatakan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah tidak sekadar meningkatkan inklusi dan literasi, tetapi menjadi sumber daya dukung ekonomi. Sebab, sektor-sektor industri yang dibidik adalah makanan dan minuman, mode, pariwisata, dan pertanian.
Literasi dan inklusi keuangan syariah juga tidak bisa lagi menggunakan cara-cara konvensional. Perkembangan teknologi digital mesti dimanfaatkan agar layanan keuangan bisa diakses penduduk usia muda yang tinggal di perdesaan dan area perbatasan.
Menurut Perry, ada lima langkah transformasi digital yang perlu dilakukan untuk mempercepat pengembangan sistem syariah, yaitu meningkatkan layanan aplikasi perbankan, bersinergi dengan perusahaan teknologi finansial, mendorong usaha rintisan berbasis syariah, implementasi Standar Kode Baca Cepat Indonesia (QRIS), serta kolaborasi lintas institusi.
”Transformasi digital diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif,” kata Perry.
Pemerintah dan BI tidak hanya fokus untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah yang saat ini hanya tumbuh berkisar 5-6 persen. Di pasar modal, Indonesia sudah menjadi penerbit sukuk global terbesar dunia, yakni sekitar 22 miliar dollar AS.
OJK mencatat, per Juli 2019 aset keuangan syariah (tidak termasuk saham syariah) sebesar Rp 1.359 triliun atau tumbuh sekitar 5 persen sejak awal tahun ini. Pangsa pasarnya 8,7 persen dari total aset keuangan nasional.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bukan berarti membenturkan dengan sistem konvensional. Indonesia menganut sistem ekonomi ganda sehingga pengembangan sistem syariah harus bersinergi dengan konvensional secara sistematis dan bertahap.
”Dengan itu, Indonesia bisa mengatasi ketertinggalan pangsa pasar keuangan syariah dari Mesir yang mencapai 9,5 persen dari total aset keuangan nasional, Pakistan 10,4 persen, dan Malaysia 28,2 persen,” ujar Wapres saat menjadi pembicara kunci dalam ISEF 2019 di Jakarta, Rabu.
Ubah struktur
Wapres mengatakan, pemerintah dalam waktu dekat akan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah. Lingkup pengembangan sistem syariah diperluas dari hanya keuangan syariah menjadi ekonomi dan keuangan syariah.
Revisi Perpres No 91 Tahun 2016 juga untuk mengubah struktur kelembagaan Komite Nasional Keuangan Syariah menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Lembaga itu akan dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, sementara Wakil Presiden sebagai ketua harian.
Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah juga akan memiliki divisi baru yang khusus menangani industri halal, industri keuangan syariah, dan dana sosial, seperti zakat dan wakaf. Meski demikian, Amin belum memastikan tenggat revisi Perpres No 91 Tahun 2016 selesai.
”Revisi aturan untuk memperkuat kelembagaan sekaligus mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia,” ujarnya.
Amin menambahkan, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah akan difokuskan pada empat hal, yakni pengembangan dan perluasan industri produk halal, industri keuangan syariah, dana sosial syariah, dan kegiatan ekonomi syariah. Keempat hal itu diyakini dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Sekretaris Jenderal Islamic Financial Services Board (IFSB) Bello Lawal Danbatta berpendapat, ekonomi dan keuangan syariah sebaiknya diarahkan untuk mencapai target-target pembangunan berkelanjutan. Misalnya, antisipasi risiko perubahan iklim, pengembangan energi terbarukan, dan pengentasan warga dari kemiskinan.
”Sistem syariah tidak hanya memperkuat daya tahan keuangan, tetapi fundamen ekonomi negara,” lanjutnya.
Menurut Danbatta, sistem syariah bisa digunakan untuk pembiayaan target-target pembangunan berkelanjutan yang selama ini dinilai berisiko tinggi. Namun, regulasi yang ada harus mendukung pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Jika tidak, target-target pembangunan itu sulit terealisasi.
Mantan Gubernur Bank Negara Malaysia Zeti Akhtar Aziz menambahkan, ekonomi dan keuangan syariah berpotensi menjadi motor baru pertumbuhan ekonomi di tengah risiko ketidakpastian global. Indonesia punya modal cukup besar karena jumlah penduduk Muslim besar dan sistem syariah sudah dikenal.