Sekitar 40 juta penduduk belum terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Cakupan kesehatan semesta mesti jadi komitmen bersama agar semua warga mendapat proteksi kesehatan.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Sekitar 40 juta penduduk belum terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Karena itu, cakupan kesehatan semesta dalam program itu mesti menjadi komitmen bersama agar semua warga mendapat perlindungan kesehatan yang menyeluruh.
Berbagai tantangan mencapai kesehatan semesta masih ditemui, antara lain minimnya kesadaran warga ikut Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Alex (50), warga Bintaro, Tangerang Selatan, misalnya, enggan mendaftarkan keluarganya sebagai peserta JKN-KIS karena harus antre mendapat layanan.
Ia juga ragu terhadap mutu layanan JKN-KIS. “Saya khawatir keluarga saya dikasih obat kualitas rendah, yang generik, maka saya berobat di rumah sakit swasta,” tuturnya saat berobat di Rumah Sakit Sari Asih, Tangerang Selatan, Banten.
Peserta JKN-KIS per 31 Oktober 2019 tercatat 222.278.708 jiwa. Artinya, ada 16,18 persen atau sekitar 40 juta orang belum terdaftar sebagai peserta. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, cakupan peserta JKN tahun 2019 ditargetkan 95 persen. Target ini diundur melalui RPJMN 2020-2024 jadi tahun 2024.
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris, Rabu (13/11/2019), di Jakarta, memaparkan, selain karena populasi besar dan area geografis luas, kurangnya kesadaran warga membangun proteksi kesehatan diri jadi tantangan mencapai jumlah kepesertaan optimal. Kemampuan membayar iuran terbatas pun jadi kendala, apalagi awal tahun 2020 nanti, ada kenaikan iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri JKN-KIS.
“Ada tiga hal yang kami kampanyekan mendorong tercapainya cakupan kesehatan semesta, yakni protection, sharing, dan comply. Jadi warga harus lebih sadar pentingnya proteksi finansial saat sakit, ada keinginan membantu orang lain dengan sistem gotong royong membayar iuran, dan kepatuhan bayar iuran tepat waktu,” katanya.
Warga harus lebih sadar pentingnya proteksi finansial saat sakit, ada keinginan membantu orang lain dengan sistem gotong royong membayar iuran, dan kepatuhan bayar iuran tepat waktu.
Terkait jumlah kepesertaan belum tercapai, hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atas Dana Jaminan Sosial Kesehatan tahun 2018 menunjukkan, ada 50.475 badan usaha belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Ada 52.810 karyawan belum dilaporkan pemberi kerja sehingga ada potensi tambahan penerimaan.
Terkait hal itu, Fachmi menyatakan, dari data jumlah badan usaha itu, 25.000 di antaranya kini bekerja sama, 15.000 badan usaha tutup, dan 5.000 badan usaha terdaftar sebagai usaha mikro kecil dan menengah. “Tinggal 5.000 badan usaha harus kami kejar. November ini targetnya proses pendaftaran selesai,” ucapnya.
Di sejumlah daerah, cakupan kesehatan semesta belum mencapai target. Menurut Kepala BPJS Kesehatan Cabang Mataram, Sarman Palipadang, di Mataram, per 1 November 2019, cakupan kepesertaan JKN-KIS di Mataram 88,13 persen dari 429.454 penduduk.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Mataram Usman Hadi mengatakan, belum tercapainya target cakupan kesehatan semesta Kota Mataram karena kurangnya kesadaran warga mendaftar JKN-KIS meski sosialisasi program itu kerap dilakukan. “Warga merasa belum butuh,” ujarnya.
Meski demikian, cakupan kepesertaan di sejumlah daerah tinggi. Di Kota Yogyakarta, misalnya, cakupan kesehatan semesta JKN-KIS 95,61 persen dari 413.961 penduduk.
Layanan komprehensif
Menurut Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, capaian kesehatan semesta mesti dimaknai secara komprehensif, tak hanya capaian kepesertaana. Ada tiga aspek cakupan kesehatan semesta menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), meliputi kepesertaan, ketersediaan fasilitas dan layanan kesehatan, serta pembiayaan lancar. Terkait kepesertaan, target capaian akan kian sulit diraih dengan adanya kenaikan iuran peserta.
Selain itu, tugas BPJS Kesehatan meningkatkan kepatuhan pembayaran iuran JKN-KIS berat. Ada 20 juta peserta JKN-KIS nonaktif. Artinya, peserta yang lancar membayar sekitar 202 juta peserta. Karena itu, target cakupan kepesertaan 95 persen dari jumlah penduduk sulit tercapai akhir 2019. "Kuncinya, layanan bermutu dan penegakan hukum,” katanya.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional Tubagus Achmad Choesni menambahkan, pemerataan layanan bagi seluruh masyarakat serta layanan bermutu mesti dicapai dalam cakupan kesehatan semesta.
“Keberlanjutan JKN-KIS ini harus dipastikan. Untuk itu perlu perbaikan sistemik semua faktor, mulai dari kelembagaan, harmonisasi regulasi, hingga peningkatan mutu layanan termasuk pencegahan fraud (kecurangan). Harus dipastikan ketersediaan sarana, termasuk peningkatan mutu tenaga kesehatan, optimalisasi penerimaan, edukasi publik, dan penegakan hukum,” ujarnya.
Perbaikan menyeluruh mendesak dilakukan setelah ada Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Nasional terkait penyesuaian iuran semua segmen peserta JKN-KIS. Penyesuaian iuran paling disorot pada PBPU dan Bukan Pekerja kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per peserta per bulan.