Pemberdayaan keluarga prasejahtera serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah tidak cukup hanya berupa penyaluran pembiayaan. Selain modal, mereka juga memerlukan pendampingan ataupun pembinaan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberdayaan masyarakat prasejahtera tidak hanya cukup melalui pembiayaan atau modal usaha, tetapi juga pendampingan usaha. Pada akhir 2020, PT Permodalan Nasional Madani (Persero) menargetkan penyaluran pembiayaan untuk total 7,5 juta nasabah.
Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madai (Persero) atau PT PNM Arief Mulyadi, dalam diskusi media, Rabu (13/11/2019), di Jakarta, mengatakan, memberdayakan keluarga prasejahtera serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak cukup hanya berupa penyaluran pembiayaan. Selain modal, mereka juga memerlukan pendampingan ataupun pembinaan.
”Kami dorong mereka untuk menjaga konsistensi usaha dengan mengajak mereka disiplin. Ini kuncinya. Karena itu, ada pendampingan secara berkala dari tenaga pendamping,” kata Arief.
Hingga 9 November, PT PNM telah menyalurkan Rp 15,4 triliun untuk nasabah Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera). Total akumulasi penyaluran sebesar Rp 29,7 triliun dan outstanding Rp 10,1 triliun. Adapun total nasabah Mekaar sebanyak 5.710.745 nasabah di seluruh Indonesia yang semuanya perempuan prasejahtera.
Menurut Arief, kebutuhan pembiayaan bagi keluarga prasejahtera masih sangat besar. Per Maret 2019, Badan Pusat Statistik menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 25,14 juta jiwa atau sekitar 9,82 persen dari total penduduk.
Pembiayaan mikro yang disalurkan bagi nasabah, lanjut Arief, pertama-tama memampukan mereka untuk melakukan kegiatan usaha guna menopang hidup. Pada tahap berikutnya diarahkan untuk mengembangkan skala usaha.
Pinjaman nasabah perempuan PT PNM rata-rata Rp 2,8 juta. Dengan jumlah petugas pendamping (account officer) PT PNM sebanyak 23.500 orang, maka setiap petugas pendamping mengelola pembiayaan sekitar Rp 400 juta.
Petugas pendamping tidak hanya menyalurkan pembiayaan, tetapi juga mendampingi nasabah secara berkelompok. Sekitar 85 persen nasabah PT PNM adalah masyarakat prasejahtera yang baru memulai usaha.
”Petugas pendamping juga mengajari, seperti memisahkan antara uang untuk keperluan dapur dengan uang untuk usaha,” ujar Arief.
Tahun depan, PT PNM menargetkan bisa membiayai 7,5 juta nasabah. Oleh karena itu, PT PNM akan menghimpun dana dari pasar modal dengan menerbitkan obligasi berkelanjutan III tahap II sebesar Rp 1,35 triliun.
Obligasi tersebut adalah Seri A sebesar Rp 586,5 miliar dengan tingkat bunga tetap 8,4 persen dan jangka waktu tiga tahun sejak tanggal emisi. Untuk obligasi Seri B sebesar Rp 763,5 miliar dengan bunga tetap 8,75 persen dan jangka waktu lima tahun.
Selain itu, lanjut Arief, pada 2020 pemerintah akan memberikan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun. Pemerintah meminta agar pada 2023, nasabah yang dibiayai PT PNM dapat mencapai 10 juta nasabah dan semakin banyak nasabah yang diharapkan naik kelas. Untuk 2020, kebutuhan pendanaan PT PNM sekitar Rp 25 triliun, yakni sekitar Rp 17 triliun untuk disalurkan kepada nasabah dan sebagian lainnya untuk membayar utang yang jatuh tempo.
Selain dari pasar modal, terdapat pendanaan yang berasal dari hibah badan usaha milik negara (BUMN), swasta, dan organisasi non-pemerintah dari luar negeri. Ke depan PT PNM akan menjajaki kemungkinan sumber pendanaan dari perorangan sebagaimana dijalankan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi.
Executive Vice President Keuangan dan Operasi PT PNM Sunar Basuki menambahkan, di PT PNM terdapat kelompok Mekaar plus yang merupakan nasabah yang telah berkembang usahanya. Hal itu ditandai dengan kemampuan meminjam yang lebih besar dari sebelumnya.