Ratusan tambang emas rakyat berada di sepanjang Sungai Batang Natal, Mandailing Natal. Ada yang menggunakan zat kimia berbahaya, ada yang tidak. Sudah saatnya tambang diatur.
Oleh
Nikson Sinaga
·4 menit baca
MANDAILING NATAL, KOMPAS Ratusan tambang rakyat ilegal menjamur di sepanjang Sungai Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Limbah tambang emas dibuang ke sungai sehingga airnya menjadi coklat keruh. Ratusan lubang bekas tambang dibiarkan menganga di pinggir sungai.
Pantauan pada hari Rabu (13/11/2019), tambang emas rakyat menjamur mulai dari Kecamatan Batang Natal, Linggas Bayu, hingga Natal, di tepi sungai sepanjang sekitar 40 kilometer (km).
Di Batang Natal, tambang rakyat sudah memakai ekskavator untuk mengorek material tambang. Dari tepi Jalan Lintas Panyabungan-Natal, pertambangan tidak terlalu terlihat karena berada di belakang rumah warga. Setelah melewati gang kecil, beberapa lubang tambang berjejer di sempadan sungai.
Alat berat menggali dan mengangkat batu dari lubang. Sebagian besar lubang berdiameter 40-80 meter dengan kedalaman 10-70 meter. Setelah alat berat menyisihkan batu dan mengorek tanah, para pekerja turun ke dalam lubang. Material tanah disemprot air yang disedot dari sungai.
Sejak harga karet jatuh, sebagian warga bekerja di tambang rakyat.
Campuran air tanah lalu disedot dan dialirkan ke mesin pengayak bertingkat yang dilapisi ijuk atau keset plastik. Material yang tertinggal di ijuk didulang untuk memisahkan emas dengan pasir atau material lain. ”Sejak harga karet jatuh, sebagian warga bekerja di tambang rakyat,” kata Ali Bustami Nasution (58), pekerja tambang di Kecamatan Batang Natal.
Bustami menuturkan, tiap kelompok yang bekerja di tambang, rata-rata dapat 8 gram emas per hari yang dijual Rp 4,48 juta (Rp 560.000 per gram). Pembagiannya, pemilik mesin 40 persen, pemilik tanah 30 persen, dan pekerja 30 persen. ”Hasil 30 persen atau Rp 1,34 juta itu kami bagi untuk 10 orang,” katanya. Hasil itu jauh lebih baik dibandingkan menyadap karet karena harga karet jatuh dari Rp 15.000 menjadi Rp 6.000 per kg. Saat menyadap karet, mereka hanya mendapat Rp 50.000 per hari.
Bustami menyatakan, tambang rakyat di daerah itu tidak menggunakan bahan kimia. Emas yang dihasilkan sudah berbentuk butiran berkadar di atas 90 persen sehingga tidak perlu menggunakan merkuri atau sianida untuk pemurnian.
Merusak lingkungan
Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution mengatakan, daerahnya sudah darurat tambang emas ilegal. Sebagian besar penduduk di sepanjang Sungai Batang Natal kini menggantungkan hidup pada tambang emas rakyat. ”Ini harus segera dihentikan karena merusak lingkungan hidup,” katanya.
Hal itu harus diatasi karena air sungai digunakan untuk mandi, mencuci pakaian, dan alat masak serta piring. Sebelumnya, warga juga menjadikan sungai sebagai sumber air minum, tetapi kini tidak lagi.
Pertambangan emas rakyat juga terdapat di Kecamatan Huta Bargot. Pertambangan itu diduga menggunakan merkuri karena material tambang berupa batu dari gunung. Mereka memecah batu yang mengandung emas, lalu menggunakan merkuri untuk memisahkan emas. Selain itu, ada tambang emas skala besar beroperasi di Kecamatan Lingga Bayu.
Dahlan mengatakan, komitmen penutupan tambang emas tidak bisa hanya dari pemerintah kabupaten. ”Kami mengajak agar semua pihak berkomitmen menutup tambang emas. Mulai dari kepolisian, kejaksaan, TNI, hingga masyarakat. Kita harus pikirkan nasib anak cucu kita,” katanya.
Dampak kesehatan
Dampak dari kerusakan lingkungan sudah dirasakan dengan lahirnya bayi dengan kelainan di kawasan tambang emas. Sabtu (9/11), bayi bernama Kartika lahir di Desa Simpang Durian, Lingga Bayu, dengan gastroschisis, yakni usus berada di luar kulit perut. Meski telah menjalani operasi di RSUP Dr M Djamin Padang, bayi pasangan Sri Rahayu Simanjuntak (20) dan Beji Jeky Lase (28), itu tak bisa diselamatkan dan meninggal, Rabu (13/11) sore.
Desa pasangan itu terletak sekitar 4 km dari tambang emas di Lingga Bayu. Rumah mereka juga terletak sekitar 10 km dari Sungai Batang Natal. ”Ini harus menjadi momentum untuk menata tambang rakyat. Dalam tiga tahun ini, tujuh bayi lahir dengan kelainan di kawasan tambang, seperti bayi tanpa batok kepala, bayi dengan sindrom cyclopia (bermata satu), dan usus di luar perut,” ujarnya.
Dalam tiga tahun ini, tujuh bayi lahir dengan kelainan di kawasan tambang.
Kepala Dinas Kesehatan Mandailing Natal Syarifuddin Lubis menuturkan, tim dari Kementerian Kesehatan mengambil sampel air dari beberapa lokasi di sekitar tambang emas serta mengambil sampel rambut Sri Rahayu. Mereka akan melakukan uji laboratorium untuk mengetahui apakah lingkungan di sekitar tambang emas terpapar merkuri.
Kepala Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Wilayah VI Sumatera Utara Sahrul mengatakan, pertambangan rakyat di Mandailing Natal dipastikan tidak memiliki izin. Menurut dia, pertambangan emas rakyat sebenarnya diberi ruang untuk mendapat izin dengan sejumlah persyaratan. Syaratnya, harus ada penetapan wilayah pertambangan. Sejumlah analisis juga harus dilakukan agar pertambangan tidak merusak lingkungan.