Di Forum UCLG World, Risma Bicara soal Pemanasan Global
Pembangunan kota yang ramah lingkungan diyakini bisa meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Kota ramah lingkungan mampu meningkatkan daya saing, sekaligus mendukung upaya pengurangan pemanasan global.
Oleh
IQBAL BASYARI/AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pembangunan kota yang ramah lingkungan diyakini bisa meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Kota ramah lingkungan mampu meningkatkan daya saing, sekaligus mendukung upaya pengurangan pemanasan global.
Hal itu diungkapkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat menjadi salah satu pembicara dalam forum Asosiasi Pemerintahan Daerah Sedunia di Durban, Afrika Selatan, Rabu (13/11/2019). Risma datang ke acara tersebut sebagai Presiden Asosiasi Pemerintahan Daerah Se-Asia Pasifik.
”Di Surabaya, kami membuktikan bahwa pembangunan perkotaan berbasis lingkungan mampu meningkatkan daya saing masyarakat serta membuat kondisi perkotaan semakin nyaman,” kata Risma dalam siaran pers yang diterima pada Kamis.
Melalui telepon selulernya, Risma juga mengungkapkan, pemilihan Presiden UCLG World baru dilakukan pada Jumat, 15 November. Periode Presiden UCLG World adalah 2019-2021. ”Banyak yang menginginkan saya menjadi salah satu calon, saya menolak mengingat masa jabatan sebagai Wali Kota Surabaya berakhir Februari 2021,” ujarnya.
Pembangunan yang dianut Risma selalu tidak pernah melupakan aspek kebersihan. Sampah, sebagai salah satu permasalahan di kota besar, menjadi perhatian utama. Oleh sebab itu, masyarakat di perkampungan dibiasakan untuk mengurangi dan mengelola sampah mulai dari sumbernya.
Di Surabaya, kami membuktikan bahwa pembangunan perkotaan berbasis lingkungan mampu meningkatkan daya saing masyarakat serta membuat kondisi perkotaan semakin nyaman.
Pengelolaan sampah melalui metode 3R (reduce, reuse, recycle) ditanamkan ke masyarakat. Pemerintah Kota Surabaya memfasilitasi pengelolaan sampah dengan pengadaan bank sampah. Ada pula 29.000 kader lingkungan yang terus mengedukasi warga untuk selalu menjaga lingkungannya tetap bersih.
Sampah non-organik, seperti plastik dan kertas, yang dikelola bank sampah kemudian dijual atau dimanfaatkan menjadi barang kerajinan. Adapun sampah organik dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kompos di 28 titik pusat pengomposan. Pupuk ini digunakan untuk tanaman di taman-taman seluruh Surabaya sehingga biaya pengadaan pupuk bisa dipangkas.
”Warga kini juga ikut berpartisipasi dengan menanam tanaman menggunakan metode urban farming,” ujar Risma.
Di sisi lain, upaya penghijauan terus dilakukan dengan membangun taman, hutan kota, dan mangrove. Keberadaan tanaman peneduh itu diperlukan untuk mengurangi pemanasan global, sekaligus mengurangi dampak bencana alam. Kualitas udara menjadi lebih baik dan suhu udara ikut menurun.
Atas upaya pembangunan berwawasan lingkungan ini, Kota Surabaya dirasakan lebih nyaman. Hal ini berimbas pada kenaikan harga properti karena lingkungan yang nyaman dan infrastruktur yang memadai. Kawasan rawan banjir pun berkurang dari 50 persen menjadi 2 persen selama sembilan tahun terakhir.
”Kenyamanan Kota Surabaya itu membuat kunjungan wisatawan terus naik dari 15 juta orang pada 2015 menjadi 27 juta orang pada 2018, yang membawa pemasukan bagi Surabaya,” kata Risma.
Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya Chalid Buhari menambahkan, tanaman-tanaman di Surabaya berasal dari Kebun Bibit Wonorejo dan Kebun Anggrek Sememi. Tanaman itu ditanam di sejumlah taman dan untuk perindang di sisi jalan. ”Warga juga bisa meminta tanaman untuk ditanam di perkampungan mereka,” katanya.