Diguncang Gempa, Beberapa Bangunan Seririt Terdampak
Warga Kota Denpasar merasakan gempa tektonik bermagnitudo 5,0 yang berpusat di laut, arah barat Kabupaten Buleleng, Bali, dengan kedalaman 10 kilometer, Kamis (14/11/2019), pukul 18.21 Wita. Sejumlah bangunan rusak.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
BULELENG, KOMPAS – Warga Kota Denpasar merasakan gempa tektonik bermagnitudo 5,0 yang berpusat di laut, arah barat Kabupaten Buleleng, Bali, dengan kedalaman 10 kilometer, Kamis (14/11/2019), pukul 18.21 Wita. Tidak ada korban jiwa, namun sejumlah bangunan rusak.
Selain Denpasar, warga Tabanan, dan Jembrana juga merasakannya. Jarak pusat gempa ke Denpasar tercatat sekitar 66 kilometer. Hingga pukul 21.00 Wita, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Bali mencatat beberapa bangunan rumah rusak.
Gempa sempat menimbulkan kepanikan warga karena adanya isu tsunami, namun Kepala Pelaksana BPBD Bali Made Rentin menegaskan tidak ada tsunami. Gempa tersebut tidak berdampak pada surutnya air laut di pesisir Buleleng, wilayah utara Bali. “Semua aparat di Buleleng sudah memberikan data secara visual tidak ada air laut yang surut. Maka, warga Bali, khususnya wilayah Buleleng tidak perlu panik dan mengungsi,” kata Rentin.
Semua aparat di Buleleng sudah memberikan data secara visual tidak ada air laut yang surut
Ia mengimbau masyarakat segera melaporkan atau mengonfirmasi ketika menerima informasi terkait kegempaan. Ia memastikan tidak ada sirine peringatan tsunami di Desa Sulayah, Buleleng. Kepala Kepolisian Sektor Seririt Kompol Made Uder lewat rekaman video berlatar pantai juga menyatakan tidak ada air laut yang surut.
Sejarah Gempa
Seririt, berdasarkan catatan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pernah dilanda gempa M 6,3 yang berdampak tsunami pada 14 Juli 1976. Bencana itu menelan 599 korban jiwa dan merusak ribuan rumah.
Gempa juga pernah melanda wilayah Bali utara. Dalam buku 200 Tahun Gejer Bali, tercatat ada gempa di Singaraja di tahun 1815. Gempa M 7,5 itu diikuti tsunami. Secara struktur geologi Pulau Bali memang diapit dua pembangkit gempa di lautan yang aktif, di utara dan selatan
Sumber gempa bagian utara, berupa sesar yang terbentuk akibat hujaman balik proses subduksi. Aktivitas ini dikenal dengan Flores Back Arc Thrust. Sesar naik Flores merupakan robekan yang membentang di utara Pulau Bali, Lombok (Nusa Tenggara Barat), Sumbawa, dan Flores (Nusa Tenggara Timur).
Wilayah tersebut rawan gempa bumi dan tsunami. Hanya saja, segmentasi patahan-patahan di zona Flores Back Arc Thrust ini belum teridentifikasi dengan rinci karena manifestasi patahan permukaan ini muncul di bawah laut.
Gempa bumi tahun 1815 ini masih tercatat menjadi yang terbesar dengan kerusakan serta korban jiwa terbanyak dibandingkan tiga gempa bumi berkekuatan besar lainnya pada 1917, 1976, dan 1979.
Selain gempa 22 November 1815, BMKG juga mencatat peristiwa gempa lain yang merusak serta menelan korban. Gempa itu terjadi 13 Mei 1857 dengan kekuatan M 7,0 yang mengakibatkan 36 orang meninggal. Peristiwa ini berada di Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali bagian utara.
Dalam buku 200 Tahun Gejer Bali tersebut, Daryono, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, menyebutkan hasil studi paleotsunami (studi tentang endapan tsunami) yang dilakukan BMKG tahun 2011 hingga 2014 menyebut pernah terjadi tsunami di Pantai Pemuteran. Hal ini didukung survei stratigrafi (perlapisan) di lapangan dan analisis laboratorium. Hal ini menjawab kebenaran peristiwa tsunami Buleleng tahun 1917 dan 1976.