Film horor terus bertransformasi ke bentuk yang makin meyakinkan. Formula lama yang menggunakan seks, darah, dan komedi mulai ditinggalkan. Kekuatan cerita menjadi jualan utama, seperti dalam film ”Ratu Ilmu Hitam”.
Oleh
Mohammad Hilmi Faiq
·4 menit baca
Barangkali, ini adalah masa keemasan film horor Indonesia. Dari sisi cerita, sinematografi, sampai spesial efek, film-film horor Indonesia terus naik kelas. Eskalasi kengerian itu antara lain bisa ditemukan dalam film Ratu Ilmu Hitam, yang kadang membuat penonton menyangkal bahwa dia sedang menonton film horor. Mereka memalingkan wajah atau menutup mata.
Ratu Ilmu Hitam berkisah tentang tiga sahabat, yakni Hanif (Ario Bayu), Anton (Tanta Ginting), dan Jefri (Miller Khan), yang mengunjungi sebuah panti asuhan, tempat mereka dibesarkan dulu. Kunjungan ini untuk menjenguk Pak Bandi (Yayu Unru) yang sakit keras. Ketiga sahabat tersebut mengajak serta istri mereka, bahkan Hanif mengajak tiga anaknya, yakni Sandi (Ari Irham), Dina (Zara JKT 48), dan Haqi (Muzakki Ramdhan).
Bagi mereka, Pak Bandi sudah seperti ayah kandung sendiri sehingga penting untuk melihat kondisinya. Pak Bandi dijaga pasangan Maman (Ade Firman Hakim)-Siti (Sheila Dara), yang sejak kecil tinggal di panti asuhan tersebut. Mereka seangkatan dengan Hanif. Selain itu, Pak Bandi juga ditemani dua anak panti asuhan lainnya, yakni Hasbi (Giulio Parengkuan) dan Rani (Shenina Cinnamon).
Dari obrolan antarmereka, terkuak satu per satu peristiwa kelam masa lampau. Lalu, disusul kejadian-kejadian ganjil yang terselubung logika mistik. Hampir semua tamu panti asuhan terserang semacam ilmu santet. Pada titik inilah, sutradara Kimo Stamboel mengeksplorasi ingatan massal tentang siksa neraka, lalu memvisualisasikannya ke dalam adegan demi adegan.
Kengerian itu sebenarnya sudah dialamatkan Kimo lewat poster yang beredar. Salah satunya berupa gambar kepala perempuan menjerit dengan mulut mangap. Puluhan kelabang menjalari wajah dan lehernya. Bahkan, seekor kelabang gemuk mencuat dari rongga mulutnya.
Poster lainnya berupa wajah perempuan kumal menyeringai sembari mencengkeram tengkorak. Dari mulutnya keluar puluhan kelabang yang sebagian menjalari tengkorak tadi. Posternya saja sudah meneror.
Kelabang menjadi semacam ikon dalam Ratu Ilmu Hitam, film yang diadaptasi dari film tahun 1981 berjudul sama. Pada dasarnya, banyak sekali orang yang geli sampai takut terhadap binatang panjang, empuk, dan berkaki banyak seperti ulat, kaki seribu, dan kelabang. Apalagi, kelabang termasuk binatang berbisa. Meskipun tidak mematikan bagi manusia, sakit akibat digigit kelabang dapat menyisakan trauma.
Ketakutan itu bertambah lantaran narasi yang dibangun atas kelabang selalu mengerikan. Bagi generasi yang tumbuh pada tahun 1990-an dan kerap nonton film, pasti kenal dengan baik tentang film-film yang membangun narasi menakutkan terhadap kelabang. Salah satunya film Kelabang Seribu. Meskipun ini genre film laga, unsur kengerian terhadap kelabang sangat menonjol.
Tampaknya kesadaran itulah yang ingin dibangkitkan Kimo. Dibantu dengan efek khusus, penampakan kelabang semakin meneror. Ikon lama lainnya adalah penerapan ilmu rawa rontek, ketika kepala yang putus bisa nyambung lagi. Adegan ini sangat efektif memanipulasi kengerian.
Kimo sangat sabar menata adegan demi adegan sehingga penonton cukup mempunyai bekal kognitif untuk mencerna visual demi visual. Dengan modal itu, kemudian penonton menyimpulkannya secara refleks tanda-tanda visual menuju kesan yang mengerikan, pilu, ngilu, dan sadis dalam waktu bersamaan. Bangunan cerita yang ditulis Joko Anwar ini juga solid mendukung visual tadi.
Meskipun bila ditelisik lebih lanjut, muncul beberapa lubang, misalnya tentang latar belakang dua anak yatim yang akhirnya berdiri pada dua sisi berbeda. Namun, lubang itu bisa dimaafkan karena kelebihan tadi. Yang juga khas dari Joko dalam menulis skenario, dia selalu menyelipkan humor dalam takaran yang tak berlebihan. Kali ini Haqi (Muzakki Ramdhan) bertugas mengantar humor itu lewat kepolosan dan logika bocah: polos sekaligus bikin gemas.
Formula
Film horor lama, terutama yang dirilis tahun 1970-an hingga awal 1990-an, menggunakan formula darah, seks, kekerasan, dan komedi. Film-film yang dibintangi ratu horor Susanna, misalnya, selalu identik dengan empat hal tadi. Sebutlah Ratu Ilmu Hitam (1981), Sundel Bolong (1981), dan Wanita Harimau (1989).
Beberapa sineas mencoba peruntungan dengan formula yang sama pada awal 2000-an hingga beberapa tahun lalu. Saat itu, antara lain, muncul film Air Terjun Pengantin, (2009) Suster Keramas (2009), Setan Budeg (2009), Hantu Tanah Kusir (2010), Rintihan Kuntilanak Perawan (2010), Pocong Mandi Goyang Pinggul (2011), dan Black Honeymoon (2015). Bahkan, beberapa film tersebut mengajak serta bintang film porno, seperti Maria Ozawa, Sora Aoi, dan Rin Sakuragi.
Formula itu mulai ditinggalkan belakangan ini. Beberapa sutradara, seperti Kimo, percaya cara baru lebih manjur. Makanya, film Ratu Ilmu Hitam sama sekali berbeda, baik dari sisi cerita maupun pengadeganan. Film-film ini mengandalkan kekuatan cerita, plot, setting, dan dialog-dialog cerdas. Meskipun kadang muncul jumpscare, tetapi dalam takaran yang pas.
Dalam konteks itu, menonton film Ratu Ilmu Hitam seperti menikmati kengerian sekaligus merayakan kejayaan film horor Nusantara.