Penggunaan Skuter Listrik Perlu Pengawasan
JAKARTA, KOMPAS – Skuter listrik bukan termasuk kendaraan bermotor berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Karenanya, regulasi ada di tingkat pemerintah daerah.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, menyatakan, skuter listrik tidak termasuk dalam klasifikasi kendaraan bermotor. Dengan demikian, kewenangan pengaturan ada di kepala daerah.
Baca juga : Pengguna Skuter Listrik Didenda jika Tidak Melintas di Jalur Sepeda
Baca juga : Pemerintah Minta Operasional Skuter Listrik Dihentikan Sementara
“Saya sedari awal melihat skuter listrik ini berbahaya jika di jalan raya. Saya sampaikan ke Kadishub DKI Jakarta bahwa ini bahaya. Tapi saya tidak bisa atur. Kadishub ternyata membolehkan di jalur sepeda. Konsekuensinya pasti akan ada petugas pengawas,” kata Budi dalam jumpa pers, Kamis (14/11/2019), di Jakarta.
Budi mengatakan, pihaknya telah berkomunikasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta. Saat ini, Dishub DKI Jakarta tengah menyusun aturan mengenai skuter listrik dan akan segera diundangkan selambatnya Desember mendatang.
Regulasi mengenai angkutan perorangan mengatur jenis angkutan, batas usia pengguna, spesifikasi teknis prasarana, dan wilayah operasinya. Untuk wilayah operasi skuter listrik menurut rencana adalah hanya di jalur sepeda.
Selain itu, penggunaan skuter listrik di jalur pedestrian dan jembatan penyeberangan orang (JPO) akan dilarang. Jika terjadi pelanggaran berupa penggunaan skuter listrik tidak di tempat yang diizinkan, akan dikenakan denda sebesar Rp 250.000.
Menurut Budi, skuter listrik sebenarnya positif untuk jarak pendek, seperti di titik awal (first mile) menuju angkutan umum atau titik akhir (last mile). Namun demikian, alat tersebut lebih tepat hanya digunakan hanya di kawasan permukiman atau di kawasan pendidikan, bukan jalan raya.
Skuter listrik sebenarnya positif untuk jarak pendek, seperti di titik awal (first mile) menuju angkutan umum atau titik akhir (last mile). Namun demikian, alat tersebut lebih tepat hanya digunakan hanya di kawasan permukiman atau di kawasan pendidikan, bukan jalan raya.
Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan keprihatinannya atas insiden yang menimpa pengguna skuter listrik GrabWheels yang dikelola Grab. Dengan adanya kejadian tersebut, pihaknya mendukung jika pemerintah menerbitkan aturan yang menyangkut keselamatan pengguna skuter listrik.
Menurut Ridzki, sebelum menggunakan skuter listrik, pihaknya telah menyiapkan fitur-fitur terkait keselamatan. Maksimal kecepatan skuter listrik telah dibatasi menjadi 15 kilometer per jam meski sebenarnya dapat mencapai 25 km per jam. Skuter listrik hanya diperuntukkan bagi mereka yang berusia 18 tahun ke atas.
“Ke depan beberapa hal yang kami pikirkan adalah adanya monitoring melalui teknologi dan media sosial. Lalu ada patroli dari kami dan mengenakan denda jika ada pelanggaran. Helm akan kita berikan lebih banyak atau bisa dengan metode swadaya,” kata Ridzki.
Terkait dengan regulasi mengenai angkutan perorangan yang tengah disusun pemerintah provinsi DKI Jakarta, lanjut Ridzki, pihaknya akan mengusulkan agar jalur yang boleh dilewati sepeda juga dapat dilewati skuter listrik. Selain itu pihaknya dapat menerima jika diberlakukan sanksi berupa denda jika terjadi pelanggaran.
Untuk itu, menurut rencana hari ini (Jumat), dirinya akan bertemu Kadishub Provinsi DKI Jakarta. Terkait pengoperasian skuter listrik oleh Grab, Ridzki memastikan layanannya tetap berlanjut, tidak dihentikan.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno, Kamis, mengatakan, skuter listrik seharusnya sudah diatur dari awal. Regulasi seharusnya datang dari Kementerian Perhubungan dan bisa berbentuk peraturan menteri.
"Aturannya dari Menteri Perhubungan saja untuk se-Indonesia. Peraturan menteri itu nanti mengatur batas kecepatan, mengatur kawasan mana saja yang dibolehkan," jelas Djoko usai kegiatan Sharing Session Pengelolaan Transportasi Megapolitan yang digelar Institut Studi Transportasi.
Untuk kecepatan skuter listrik, Djoko mengusulkan, sebaiknya antara 5 - 15 km per jam. Kecepatan maksimal ini pengaturannya di Kementerian Perindustrian. Ia juga mengusulkan skuter listrik dioperasikan di kawasan tertutup.
Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dalam acara yang sama, mengatakan, skuter listrik digunakan untuk jarak pendek dan lingkungan tertutup. "Dipakai di trotoar tidak apa-apa. Di GBK atau di bandara yang tertutup tidak apa-apa. Tapi kalau di jalan raya tidak bisa, harus diperhatikan aspek keselamatan," jelas Bambang.
BPTJ akan berkoordinasi dengan penyedia skuter listrik untuk evaluasi masalah keselamatan. BPTJ juga akan berkoordinasi dengan Pemprov DKI apabila skuter listrik boleh dipergunakan di jalur sepeda. Koordinasi perlu dilakukan karena jalur sepeda juga tidak diberi pembatas.
Belum bisa tindak
Polda Metro Jaya mengimbau agar masyarakat tidak menggunakan skuter listrik di jalan raya. Imbauan tersebut karena belum ada peraturan mengenai skuter listrik.
Kepala Subdit Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya Komisaris Fahri Siregar, Kamis (14/11/2019), mengungkapkan, polisi akan melakukan tindakan pencegahan tegas dengan cara mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan skuter listrik di jalan raya.
“Bukan ditindak, kalau ditindak preventif. Tindakan kita preemtive. Kalau preventif kan harus ada dasar hukum yang tegas. Kalau kita mau bilang dasar hukumnya apa ? Misalnya mau sita otoped, dasar hukumnya apa ? Sementara hanya teguran,” kata Fahri.
Baca juga : Polisi Tidak Menahan Penabrak Pengguna Skuter Listrik
Menurut Fahri, polisi mengimbau pemakaian skuter listrik oleh anak kecil maupun dewasa hanya di lingkungan tertentu seperti di dalam kompleks GBK. Polisi juga mengimbau masyarakat tidak menggunakan skuter listrik di trotoar.
Fahri menjelaskan, ada beberapa hal terkait skuter listrik yang masih dibahas antara Korlantas Polri dengan Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub. Pertama, status skuter listrik termasuk bermotor atau tidak bermotor walaupun menggunakan listrik.
Kedua, Polda Metro Jaya membahas bersama pemprov DKI Jakarta ruas jalan mana yang bisa dilintasi skuter listrik dan tidak bisa dilintasi. Ketiga, pembahasan mengenai sistem keamanan pengendara skuter listrik apakah perlu menggunakan helm, pelindung lutut dan siku. Keempat, sistem keamanan skuter listrik harus dipasang lampu lebih besar karena lampu yang terpasang kecil sedangkan kecepatan skuter listrik bisa 40 km/jam.
“Butuh aturan jelas karena otoped ini saya kategorikan sebagai kelompok pengguna jalan rentan selain pesepeda, pejalan kaki, dan lansia. Seperti halnya pejalan kaki punya jalur khusus, pesepeda juga ada di paling kiri,” ucap Fahri.
Mengenai latar belakang keluarga pengemudi Camry berinisial DH yang menyebabka dua pengendara skuter listrik tewas, Fahri tidak bersedia menjelaskan. DH tidak ditahan namun dikenakan wajib lapor karena berstatus tersangka. Penyidik menilai DH tidak akan melarikan diri dan menghilangkan barang bukti sehingga tidak ditahan.
“Saya tidak mendalami masalah itu karena penyidik lebih kepada hal-hal terkait kronologis kejadian. Siapa orangtuanya, kita tidak mendalami,” ujarnya.
Fahri mengatakan, saat identifikasi awal ada 3 korban, ternyata pada saat penyidikan berkembang menjadi 6 korban. Dari 6 orang itu, ada 3 orang yang harus diperiksa.
Lihat juga : DKI Akan Terbitkan Regulasi Skuter Listrik