Peternak ayam layer di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yakin pasokan telur pada akhir tahun cukup meski selama empat bulan terakhir harga jual telur di tingkat peternak rendah.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Peternak ayam layer di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, yakin pasokan telur pada akhir tahun cukup meski selama empat bulan terakhir harga jual telur di tingkat peternak rendah. Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya permintaan telur ayam biasanya naik menjelang Natal dan Tahun Baru.
Salah satu peternak di Desa Jatianom, Kecamatan Kanigoro, yang juga Wakil Ketua Pusat Informasi Pasar Peternak Ayam Blitar Sigit Prasetyo mengatakan, sampai hari ini pasokan telur ke pasar normal, bahkan terkesan melimpah. Hal ini bisa dilihat dari harga jual telur yang berada di bawah acuan Kementerian Perdagangan Rp 18.000-Rp 20.000 per kilogram.
”Indikasinya harga telur rendah Rp 16.500-Rp 17.000 per kg dan ini berlangsung selama tiga-empat bulan. Baru tiga-empat hari ini harga telur mulai naik. Semoga tidak langsung turun lagi,” katanya, Kamis (14/11/2019).
Harga telur terbaru saat ini di tingkat peternak di Blitar mencapai Rp 19.500-Rp 19.800 per kg. Padahal, sepekan lalu, harganya masih di kisaran Rp 15.000-Rp 16.000 per kg. Peternak berharap membaiknya harga ini bisa bertahan dalam waktu cukup lama guna menutup menipisnya keuntungan selama beberapa bulan terakhir.
Menurut Sigit di Blitar sudah ada beberapa kandang yang mulai kosong. Namun, Sigit tak bisa memastikan penyebab kandang kosong, bisa jadi karena peternak memilih afkir dini akibat harga telur rendah. Ia hanya memastikan produksi dan keberadaan telur di pasaran cukup banyak.
”Kemarin (Agustus-November) memang kondisinya cukup berat akibat harga rendah. Jagung sebagai salah satu unsur pakan tahun ini harganya memang stabil (Rp 3.700 per kg) dan pasokannya cukup. Namun, harga katul ternyata juga tinggi menyamai jagung lantaran tidak ada panen,” katanya.
Kemarin memang kondisinya cukup berat akibat harga rendah.
Populasi ayam petelur di Blitar saat ini sekitar 15 juta ekor dengan produksi rata-rata 600-700 ton per hari. Populasi ayam petelur sempat turun tinggal sekitar 12 juta ekor pada akhir 2017 akibat harga telur rendah, tetapi jumlahnya kembali bertambah.
Peternak di Desa Dadaplangu, Kecamatan Ponggok, yang juga Wakil Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional Blitar Sukarman mengatakan, ada kekhawatiran bahwa rendahnya harga yang berlangsung cukup lama akan berpengaruh terhadap animo peternak yang pada akhirnya mereka akan mengurangi produksi.
Berdasarkan pengalaman tahun 2017, saat harga telur rendah di kisaran Rp 13.000 per kg selama berbulan-bulan, banyak peternak yang mengosongkan kandang. ”Sejauh ini masih aman. Namun, kami khawatir, jika harga telur rendah terus, peternak ramai-ramai afkir dini. Akhirnya, harga telur jadi tidak terkendali,” katanya.
Mengenai kondisi pakan, Sukarman mengatakan sejauh ini masih aman. Berdasarkan data pekan lalu, masih ada stok hingga 7.000 ton di gudang Badan Urusan Logistik Surabaya. ”Petani masih banyak yang panen, sedangkan pabrik pakan juga masih memiliki stok cukup sehingga belum menyerap jagung dari petani,” katanya.