Kombinasi antara kejelian pelaku usaha memetik peluang dan kebijakan pemerintah yang tepat dibutuhkan dalam kondisi ekonomi yang menantang saat ini. Pariwisata masih dapat diandalkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
Tak sampai dua bulan lagi tahun 2019 akan berakhir. Denting lonceng jam pada 31 Desember 2019 malam, akhir tahun nanti, tak lama lagi terdengar. Apa yang masih dapat diandalkan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi?
Kalangan pelaku usaha menilai pariwisata merupakan salah satu sektor yang berpeluang dioptimalkan penggarapannya di sisa waktu tersebut. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Perkasa Roeslani, misalnya, mengibaratkan pariwisata sebagai low hanging fruit. Buah yang terjuntai rendah dan gampang diraih.
Pengibaratan pariwisata sebagai sektor yang paling mudah dijangkau, relatif dibandingkan sektor-sektor lain, sebagai sumber devisa, kiranya tak berlebihan. Upaya menjaga daya beli masyarakat untuk memutar ekonomi diharapkan berasal dari pundi-pundi pariwisata tersebut.
Pertanyaannya, masih adakah peluang menggaet wisatawan asing di minggu-minggu terakhir pada 2019?
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi B Sukamdani mengisyaratkan terbukanya peluang tersebut.
Ada potensi menarik wisatawan dari Asia, terutama ASEAN, agar mengunjungi destinasi wisata di Indonesia. Potensi ini berkaitan erat dengan kecenderungan wisatawan Asia.
Beda dengan turis Eropa dan AS yang jauh-jauh hari sudah merencanakan perjalanan, turis Asia lebih spontan. Begitu ada hari ”terjepit” di pekan depan, mereka bisa langsung memutuskan berwisata. Alhasil, turis dari Asia—terutama ASEAN—prospektif digarap serius untuk mengejar volume kunjungan.
Badan Pusat Statistik mencatat, sepanjang Januari-September 2019 ada 12,27 juta kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Jumlah ini naik 2,63 persen dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang 11,96 juta kunjungan.
Menarik dicermati, dari 12,27 juta kunjungan itu, tercatat 4,72 juta kunjungan wisatawan di antaranya berasal dari ASEAN. Angka itu naik 17,54 persen ketimbang periode yang sama tahun 2018 yang 4,02 juta kunjungan.
Di sisi lain, turis dari negara-negara Eropa dan AS, yang secara geografis jauh dari Indonesia, cenderung tinggal lebih lama dibandingkan dengan turis Asia. Sesuatu yang logis karena mereka telah jauh-jauh datang ke Indonesia.
Pada bulan-bulan di akhir tahun hingga awal tahun, Indonesia pun berpeluang menarik wisatawan dari negeri yang tengah bermusim dingin. Mereka biasanya datang untuk menikmati kehangatan surya negeri tropis.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef), pada pekan pertama November 2019, menilai Indonesia menghadapi masa sulit akibat tekanan ekonomi global. Sulit mengejar pertumbuhan dari sisi perdagangan ketika tidak ada stimulus yang dapat mendongkrak ekspor secara signifikan. Apalagi ketika negara-negara tujuan ekspor pun tengah lesu.
Di sisi lain, upaya mendongkrak perekonomian domestik juga ada tantangan tersendiri. Ada saran agar pemerintah tidak membuat kebijakan yang mengganggu konsumsi rumah tangga. Rekomendasi lain, jaga kestabilan harga, terutama bahan kebutuhan pokok.
Kombinasi antara kejelian pelaku usaha memetik peluang dan kemampuan pemerintah mengambil kebijakan yang tepat dibutuhkan saat kondisi menantang seperti sekarang. Semua pihak harus berikhtiar agar roda ekonomi terus berputar.