DKI Belum Bayar Lahan Normalisasi Ciliwung, Pusat Bersiap Antisipasi Banjir
Normalisasi Sungai Ciliwung tidak dilanjutkan sejak dua tahun lalu. Hal tersebut membuat setidaknya 28 kelurahan di aliran Sungai Ciliwung berpotensi banjir.
Oleh
Aguido Adri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Belum selesainya normalisasi bantaran Sungai Ciliwung membuat Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane bersiap mengantisipasi banjir di musim hujan.
Dari rencana pengerjaan tanggul Sungai Ciliwung sepanjang 33,69 kilometer, realisasi pengerjaan baru mencapai 16,38 km. Normalisasi Sungai Ciliwung tidak dilanjutkan sejak dua tahun lalu. Hal tersebut membuat setidaknya 28 kelurahan di aliran Sungai Ciliwung berpotensi banjir.
Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) akan melanjutkan normalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 1,5 kilometer pada 2020. Normalisasi dilakukan pada lahan yang berbeda dari 118 lahan yang batal dibayarkan dalam pembahasan lahan tahun ini oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Lahan yang sudah dibebaskan Pemprov DKI Jakarta baru 271 bidang atau hanya cukup untuk menormalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 2 km. Secara keseluruhan, rencana panjang Sungai Ciliwung yang dinormalisasi mencapai 19 km.
”Pembebasan lahan masih menjadi kendala untuk normalisasi, jadi beberapa wilayah di bantaran Sungai Ciliwung akan terdampak banjir. Untuk itu, kami juga harus siap mengantisipasi banjir dengan menurunkan mobil mesin pompa, personel, hingga perangkat komunikasi pemantau,” kata Ketua BBWSCC Bambang Hidayah, Jumat (15/11/2019), di Jakarta.
Berdasarkan data dari BBWSCC yang dikutip dari BPBD DKI Jakarta, ada 9 daerah potensi banjir di wilayah DKI Jakarta, yaitu di aliran Kali Angke (6 kelurahan); Kali Pesanggrahan (21 kelurahan); Kali Krukut (12 kelurahan); Kali Ciliwung (28 kelurahan); Kanal Barat (10 kelurahan); Kali Ciliwung Lama (9 kelurahan); Kali Sunter (23 kelurahan); Kali Cipinang (12 kelurahan); dan aliran Cengkareng Drain (8 kelurahan).
Bambang melanjutkan, pemantauan banjir berada di 14 pos piket banjir BBWSCC menggunakan beberapa sistem, seperti radio komunikasi, sistem telemetri, website telemetri, aplikasi berbasis Android, dan kamera pemantau (CCTV). Selain itu, BBWSCC juga menyiapkan 11 pompa mobil dan peralatan penunjang lainnya.
”Kami juga menurunkan 75 personel di daerah rawan banjir. Kami juga sudah berkoordinasi dengan pemerintah, komunitas peduli sungai, dan warga. Jadi, ada lokasi pengungsian juga,” tutur Bambang.
Cemas
Sofian (50), warga RT 011 RW 005 Kebon Pala, Jakarta Timur, yang tinggal sekitar 5 meter dari Sungai Ciliwung, mengaku khawatir memasuki musim hujan.
”Kemarin, awal Oktober pas kiriman banjir dari Bogor saja, permukiman di sini terendam banjir lebih dari 1 meter. Memasuki musim hujan, ditambah banjir kiriman dari Bogor, bisa sampai 4 meter seperti tahun kemarin,” kata Sofian.
Ia melanjutkan, daerahnya masuk dalam program normalisasi sungai. Namun, ia tidak mengerti mengapa tahun 2017 normalisasi terhenti. ”Jadi, yang masuk program normalisasi di Bukit Duri, Jakarta Selatan. Sementara kami di seberang sini (Kampung Melayu) tidak tersentuh,” tutur Sofian.
Sofian berharap, wacana normalisasi Sungai Ciliwung yang menghadap Kampung Melayu bisa terlaksana. Ia mengaku letih setiap tahun kebanjiran. Ia pun rela jika direlokasi.