Saat mengisi muatan tanah lempung untuk bahan baku semen, terjadi retakan tanah yang mengakibatkan longsor dan menghantam ekskavator serta dump truck. Dua pekerja tambang meninggal.
Oleh
Yola Sastra / Nikson Sinaga
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS - Dua pekerja tambang tanah lempung di Kelurahan Gunung Sariak, Kuranji, Padang, Sumatera Barat, meninggal tertimbun tebing longsor, Kamis (14/11/2019) sekitar pukul 12.00. Polisi menyelidiki penyebab dan kemungkinan ada kelalaian dalam kejadian itu.
Komandan Regu Tim Penolong Kantor SAR Padang Ryan Agus Syaputra, menuturkan, saat kejadian, pekerja sedang memuat tanah menggunakan ekskavator ke dump truck (truk jungkit).
”Saat loading, terjadi retakan tanah yang mengakibatkan longsor dan menghantam ekskavator serta dump truck. Sopir truk dievakuasi ke RSUD dan dilaporkan meninggal. Operator alat berat tertimbun,” kata Ryan, di Padang, Kamis sore. Sopir truk bernama Syaiful (50). Sementara operator alat berat adalah Arif (21).
Saat loading, terjadi retakan tanah yang mengakibatkan longsor dan menghantam ekskavator serta dump truck.
Pantauan di lokasi yang berjarak sekitar 4 kilometer dari Balai Kota Padang, petugas dan warga bersama-sama mencari Arif. Empat alat berat dikerahkan untuk menggali material longsor. Korban ditemukan tewas sekitar pukul 18.00, kemudian dievakuasi. Luas areal longsor sekitar 50 meter persegi.
Polisi memasang garis pengaman di lokasi. Ratusan warga sekitar menyaksikan pencarian. Camat Kuranji Eka Putra menjelaskan, tambang itu milik warga yang dikelola lima perusahaan. Tiap perusahaan memiliki izin sekitar 2 hektar. Ada sekitar 300 warga bekerja di tambang tanah liat yang menjadi campuran bahan baku semen.
”Tambang sudah beroperasi sekitar 30 tahun. Tanah ditambang untuk bahan baku semen,” ujarnya. Menurut Kepala Polsek Kuranji Ajun Komisaris Armijon, polisi sedang menyelidiki apakah ada unsur tindak pidana pada kasus ini.
Mendesak ditertibkan
Dari Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, dilaporkan, Ketua DPRD Mandailing Natal Erwin Efendi Lubis, Kamis, menyatakan, penutupan tambang emas rakyat tidak bisa langsung dilakukan karena menyangkut kehidupan ribuan warga. Namun, tambang mendesak untuk ditertibkan dan diatur lokasi, kegiatan produksi, pengolahan limbah, reklamasi, dan pembatasan jumlah.
Ini menjadi jalan tengah agar masyarakat tetap mendapat hasil, tetapi tidak merusak lingkungan. Tambang rakyat yang tidak menggunakan merkuri dan sianida seperti di sepanjang Sungai Batang Natal perlu diatur. Sementara penambangan yang menggunakan merkuri seperti di Kecamatan Huta Bargot mendesak untuk ditutup.
Sebelumnya saya menyadap karet. Namun, beralih menambang emas karena harga karet jatuh.
Edi Saputra (45), pekerja tambang di Batang Natal, menyadari bahwa pekerjaannya ilegal. Namun, warga terpaksa menambang emas dengan penghasilan sekitar Rp 150.000 per hari untuk memenuhi kebutuhan hidup. ”Sebelumnya saya menyadap karet. Namun, beralih menambang emas karena harga karet jatuh,” katanya.
Menurut Edi, warga bersedia mengurus izin dan diatur aktivitasnya agar mereka bisa bekerja lebih tenang. ”Namun, kami tidak tahu apa yang harus dilakukan,” katanya. Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution mengatakan, kerusakan lingkungan akibat tambang emas ilegal cukup parah di daerahnya. Hal itu karena sawah digali, tepi sungai dilubangi, pohon karet ditebang.
Ia mengakui, penertiban tambang harus diiringi pemberian alternatif sumber ekonomi bagi masyarakat. Beberapa alternatif yang disiapkan adalah budidaya ikan, peternakan, dan pengolahan karet. ”Kami juga sedang memohon kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan supaya ada program perhutanan sosial,” kata Dahlan.