Lomba Borobudur Marathon, yang dihelat di sekitar Candi Borobudur, membuka peluang mendongkrak perekonomian daerah. Peserta tidak hanya berlomba, tapi juga menikmati pesona wisata dan turut menggerakkan ekonomi daerah.
Oleh
Budiawan Sidik Arifianto
·4 menit baca
Pada kurun 2015-2019, ajang lomba yang dihelat swasta ataupun pemerintah terus bertambah. Situs web ”ayolari.in” mencatat, pada 2015 terdapat 193 lomba lari di Indonesia. Jumlah itu terus bertambah kira-kira 55 ajang per tahun sehingga pada 2019 ada 352 perlombaan.
Di antara ajang lomba itu ada yang mengundang minat peserta sangat tinggi, seperti Bali Marathon, Jakarta Marathon, dan Borobudur Marathon. Pesertanya tidak hanya dari dalam negeri, tapi juga dari mancanegara. Pada 2019, Bali Marathon diikuti 11.600 peserta dari 50 negara. Jakarta Marathon diikuti 16.500 peserta, termasuk 1.421 orang dari luar negeri.
Borobudur Marathon yang akan diselenggarakan, Minggu (17/11/2019), menyedot animo 17.000-an pendaftar. Demi kenyamanan peserta, lomba di area kompleks Candi Borobudur ini sengaja dibatasi untuk 8.000 peserta sehingga panitia harus mengeliminasi lebih dari 9.000 pendaftar. Borobudur Marathon juga menarik setidaknya 550 peserta dari 34 negara.
Survei pelari
Kehadiran ribuan ”turis olahraga” membawa dampak bagi perekonomian daerah. Semua peserta membutuhkan akomodasi penginapan, rumah makan, transportasi, ataupun toko cendera mata.
Survei Litbang Harian Kompas terkait dampak ekonomi Borobudur Marathon yang dilakukan pada November 2017 dan November 2018 menunjukkan dampak ekonomi itu. Belanja di Magelang dan Yogyakarta, terutama di sejumlah obyek wisata dan akomodasi yang dekat dengan Borobudur, cenderung meningkat.
Pada survei Borobudur Marathon 2018, dari sekitar 1.400 responden pelari yang diwawancara mengaku masing-masing mengeluarkan anggaran sekitar Rp 2,2 juta. Nominal ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu sekitar Rp 1,9 juta per orang. Jumlah itu digunakan untuk biaya transportasi, akomodasi, konsumsi, dan keperluan lain para pelari di sekitar Magelang dan Yogyakarta.
Salah satu pos belanja yang menjadi prioritas pelari adalah penginapan. Sekitar 56 persen responden menyatakan menginap di Magelang, 25 persen responden di Yogyakarta, dan sisanya tersebar di sekitar kedua daerah tersebut. Sebagian besar peserta mengikuti lomba bersama teman atau keluarga mereka.
Ajang Borobudur Marathon memberi dampak lanjutan yang relatif merata pada warga sekitar. Mulai dari pedagang usaha mikro, kecil, dan menengah hingga pengusaha besar mendapatkan peningkatan omzet dari ajang itu.
Hasil survei 2018 terhadap pelaku usaha menunjukkan, yang paling meningkat pendapatannya adalah hotel dan penginapan. Lebih dari 70 persen sektor akomodasi ini mengaku mengalami peningkatan pendapatan, disusul suvenir 50 persen, rumah makan dan restoran 40 persen, serta penjual makanan dan minuman sekitar 30 persen.
Dari sekitar 200 responden UMKM di Kota dan Kabupaten Magelang, sekitar 53 persennya mengakui pendapatannya meningkat selama ajang Borobudur Marathon dengan nominal bervariasi. Ada sekitar 43 persen UMKM meningkat pendapatannya di atas Rp 1 juta, 34 persen lainnya berkisar Rp 1 juta-Rp 5 juta, 6 persen pada kisaran Rp 5 juta-10 juta, dan 3 persen sisanya di atas Rp 10 juta.
Ekonomi lokal
Perbaikan pendapatan, antara lain melalui sektor usaha kecil menengah, turut berkontribusi juga pada kegiatan ekonomi di Kabupaten Magelang. Tahun lalu, tercatat kontribusi sektor perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan, mencapai 13,57 persen dari total nilai produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Magelang Rp 30,32 triliun.
Perekonomian Kabupaten Magelang tumbuh 5,43 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jateng 5,32 persen. Perekonomian Kota Magelang tahun lalu juga tumbuh 5,59 persen. Lebih kurang sepertiga dari total nilai PDRB Kota Magelang Rp 6,15 triliun disumbang sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan besar dan eceran.
Kemakmuran per penduduk, yang digambarkan melalui nilai PDRB per kapita, juga menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi di Kota Magelang. Nilai PDRB per kapita Kota Magelang tahun lalu mencapai Rp 67,27 juta, naik secara absolut sebesar Rp 4,65 juta ketimbang tahun 2017.
Ajang ini mampu memberi dampak positif bagi perekonomian daerah.
Ajang Borobudur Marathon juga mendongkrak sektor pariwisata. Tercatat kunjungan wisatawan, termasuk pelancong dan pengunjung luar daerah, di Kabupaten Magelang tahun 2018 mencapai 7,45 juta orang atau sekitar 15 persen dari total 49,6 juta orang yang berwisata ke Provinsi Jawa Tengah pada periode yang sama. Kunjungan wisatawan itu meningkat 65 persen dari tahun 2017 sebanyak 4,51 juta orang.
Lebih rinci, kunjungan wisatawan domestik tahun 2018 meningkat 63 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dari 4,27 juta wisatawan menjadi 6,92 juta wisatawan. Adapun kunjungan wisatawan asing meningkat lebih dari dua kali lipat, yakni sekitar 247.000 orang menjadi sekitar 537.000 orang.
Meningkatnya pendapatan pelaku UMKM yang dipengaruhi penyelenggaraan Borobudur Marathon menunjukkan ajang ini mampu memberi dampak positif bagi perekonomian daerah. Ajang serupa patut dijaga dan dikembangkan di daerah lain yang memiliki potensi pariwisata. ( Litbang Kompas)