Untuk kasus Indonesia yang memiliki sekitar 20 juta orang dengan diabetes, salah satu yang bisa dilakukan setiap individu di dalam keluarga adalah mengurangi ketergantungannya pada nasi sebagai makanan pokok.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KAMIS — Negara-negara di dunia memikul beban kesehatan dan ekonomi yang besar seiring dengan meningkatnya kasus diabetes. Diabetes pun menjadi salah satu dari 10 penyakit penyebab kematian terbanyak di dunia bersama dengan, antara lain, penyakit jantung, stroke, dan penyakit paru obstruktif kronis.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperlihatkan, jumlah orang dengan diabetes telah meningkat dari 108 juta tahun 1980 menjadi 422 juta tahun 2014.
Bahkan, Data Diabetes Atlas 2019 dari International Diabetes Federation (IDF) yang baru saja diluncurkan memperlihatkan, saat ini ada 463 juta penduduk yang hidup dengan diabetes. Jumlah ini diperkirakan akan naik menjadi 578 juta jiwa tahun 2030 dan 700 juta tahun 2045.
Data tersebut juga memproyeksikan hingga tahun 2045 kasus diabetes di seluruh kawasan akan meningkat. Peningkatan terbesar diperkirakan terjadi di Afrika, yaitu sebesar 143 persen dari 19 juta jiwa tahun 2019 menjadi 47 juta jiwa tahun 2045. Sementara kasus diabetes terbanyak berada di kawasan Pasifik Barat, yaitu 163 juta pada tahun 2019.
Pimpinan IDF Nam H Cho, Kamis (14/11/2019), menyatakan, diabetes adalah ”masalah kesehatan global serius yang memiliki dampak sosioekonomi yang besar yang tidak bisa diabaikan”. IDF memperkirakan biaya kesehatan untuk mengatasi diabetes tahun 2019 saja mencapai 760 miliar dollar AS.
”Meningkatnya prevalensi diabetes harus menjadi perhatian terutama jika banyak dari mereka dengan diabetes tidak terdiagnosis,” kata Cho.
”Diabetes meningkat secara global dan meroket di negara-negara berpendapatan rendah,” kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam pernyataannya di Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November.
Insulin
Salah satu persoalan yang saat ini menjadi perhatian WHO adalah terkait dengan akses pasien diabetes terhadap insulin yang terjangkau. ”Terlalu banyak pasien yang membutuhkan insulin menghadapi hambatan finansial untuk mendapatkannya. Untuk itulah WHO mengadakan prakualifikasi insulin sebagai langkah penting untuk memastikan setiap orang yang membutuhkannya bisa mendapatkannya,” tutur Tedros.
Sementara itu, di wilayah kerja WHO Regional Asia Tenggara (SEARO), diperkirakan ada 91 juta orang yang hidup dengan diabetes. Dari jumlah itu, sekitar 49 juta di antaranya tidak menyadari bahwa mereka diabetes. Diabetes yang tidak terdiagnosis atau tidak terkontrol akan menyebabkan kerusakan pada jantung, ginjal, mata, juga saraf.
Peran keluarga
Dalam pernyataannya, Direktur WHO SEARO Poonam Khetrapal Singh menekankan pentingnya keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan risiko diabetes termasuk kegemukan dan obesitas. Anggota keluarga biasanya menjadi pihak yang pertama menyadari adanya gejala dan komplikasi diabetes. Untuk itu, keluarga perlu membiasakan perilaku hidup sehat, seperti rutin berolahraga dan menerapkan pola makan yang sehat, yakni memiliki gizi seimbang.
Untuk kasus Indonesia yang memiliki sekitar 20 juta orang dengan diabetes, salah satu yang bisa dilakukan setiap individu di dalam keluarga adalah mengurangi ketergantungannya pada nasi sebagai makanan pokok. Konsumsi nasi yang berlebihan bisa meningkatkan kadar gula dalam darah secara signifikan. Jika tidak dikurangi atau dikendalikan, hal itu bisa memicu diabetes.
Mirnawati, warga Indonesia, mengaku dulu ia tidak pernah melewatkan nasi setiap kali makan setiap hari. Namun, konsumsi nasi yang terlalu banyak bisa memicu diabetes sehingga ia pun akhirnya perlahan mengurangi porsi nasinya.
Mengubah kebiasaan tersebut tidaklah mudah, apalagi nasi mudah ditemui di mana-mana. Bahkan, di berbagai wilayah Indonesia yang memiliki keanekaragaman pangan pun, nasi tetap jadi makanan pokok warga.
”Minggu pertama meninggalkan nasi rasanya seperti dirasuki hantu,” ujar Mirnawati, mantan pekerja konstruksi berusi 34 tahun itu. ”Tapi sekarang saya tidak akan makan nasi lagi,” tambahnya. (AFP)