Gempa bumi berkekuatan M 7,1 yang mengguncang Maluku Utara dan Sulawesi Utara merusak enam rumah di Bitung. Dua orang di Sulut meninggal diduga karena serangan jantung ketika gempa terjadi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
BITUNG, KOMPAS — Gempa bumi berkekuatan M 7,1 yang mengguncang Maluku Utara dan Sulawesi Utara merusak enam rumah di Bitung. Dua orang di Sulut juga dilaporkan meninggal diduga karena serangan jantung ketika gempa terjadi.
Lima rumah yang rusak terletak di Kelurahan Binuang dan Lirang, Kecamatan Lembeh Utara, di Pulau Lembeh. Satu rumah lainnya terletak di Kelurahan Pateten I, Kecamatan Aertembaga.
Kerusakan keenam rumah terjadi seketika saat gempa pertama berkekuatan M 7,1 dengan kedalaman pusat gempa sekitar 73 kilometer di Laut Maluku mengguncang pada Jumat (15/11/2019) pukul 00.17 Wita atau Kamis (14/11), 23.17 WIB. Di Sulut, gempa terasa sekitar 00.30 Wita. Pusat gempa terletak 137 km di barat laut Jailolo, Maluku Utara, atau 137 km di timur Bitung.
Akibat gempa ini, tembok rumah Jack Montolalu (42) di Pateten 1 Lingkungan 3 roboh di bagian dapur. Tembok batu bata dan batako di atas tempat mencuci piring ambruk dan merusak peralatan masak. Tembok bagian belakang juga roboh sebagian.
Meski begitu, Jack bersyukur tidak ada korban jiwa. Rumah itu ditinggali seorang adik, kakak, dan keponakannya, serta beberapa penghuni indekos. Ia memperkirakan kerugian mencapai Rp 5 juta.
”Ada lima keluarga di sini, ada tiga anak balita juga. Tapi, waktu gempa, mereka langsung lari ke daerah Kakenturan dan Winenet. Mereka baru tahu itu roboh waktu pulang ke rumah pagi-pagi karena semalaman mengungsi,” kata personel polisi pamong praja itu.
Sementara itu, di seberang Selat Lembeh, tembok dapur rumah Ofel Mokoginta (17) di Binuang juga roboh. Runtuhan tembok jatuh seperti longsoran pada undakan tanah belakang rumahnya. Beberapa alat memasak juga rusak. ”Sebelumnya kebetulan sudah pernah roboh karena diterpa angin saat hujan keras,” kata Ofel.
Beberapa meter dari situ, Trisnawati Tumandung (35) juga mengalami hal sama. Meja makan kayu rumahnya hancur tertimpa tembok batako yang rapuh dan mudah digoyang. Tidak ada korban jiwa ataupun luka-luka, baik di rumah Ofel maupun Trisnawati.
”Saat gempa, kami langsung keluar, tidak pikir apa-apa di dalam. Mau hancur, biar saja yang penting selamat,” kata Trisnawati.
Binuang berada di ketinggiaan bukit meski dekat dengan laut. Karena itu, Trisnawati dan keluarganya tidak khawatir kemungkinan tsunami.
Hingga Jumat siang, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bitung Rudy Wongkar memastikan hanya enam rumah yang rusak ringan. Warga sudah kembali beraktivitas seperti biasa. Nantinya, para korban yang rumahnya rusak akan diberi bantuan sembako.
”Kami masih mendata. Rata-rata tembok rumah roboh karena bentuknya semipermanen. Tiang rumah dari kayu dan temboknya dari batako, jadi rapuh,” katanya.
Rudy menambahkan, seorang warga Lingkungan 3 RT 004 Manembo-Nembo, Matuari, meninggal dunia diduga karena serangan jantung. Korban adalah Lorensia Andaria (73). ”Kejadian waktu gempa, sekitar 00.30 Wita,” kata Rudy.
Sementara itu, Kepala BPBD Sulut Joy Oroh mengatakan, tidak ada kerusakan serius akibat gempa itu. Berdasarkan laporan yang ia terima, beberapa rumah rusak ringan.
Selain di Bitung, seorang warga di Desa Ranoketang Atas, Touluaan, Minahasa Tenggara, Sintia Lasik (31), meninggal. ”Tapi, korban meninggal karena sakit. Bukan karena tertimpa reruntuhan bangunan. Saat ini kami masih mendata korban, tetapi aktivitas warga sudah berjalan normal,” katanya.
Setelah gempa M 7,1 pada dini hari, aplikasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan 17 notifikasi gempa susulan dengan kekuatan lebih besar dan sama dengan M 5. Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Manado Edward Henry Mengko mengatakan, hingga 19.00 Wita, telah terjadi 118 gempa susulan dengan rentang kekuatan M 3,1 hingga 6,1.
”Gempa yang terasa cuma tujuh kali. Yang paling besar M 6,1 pukul 05.12 Wita. Kami masih terus memonitor,” kata Edward.
Status bahaya tsunami di Bitung, Minahasa Utara bagian Selatan serta Jailolo, dan Ternate di Maluku Utara sempat dinaikkan menjadi Waspada, yaitu risiko gelombang setinggi 50 sentimeter. Sesuai perkiraan, terjadi tsunami kecil di Bitung setinggi 10 sentimeter, di Jailolo 9 cm, dan di Ternate 6 cm.
Edward mengatakan, gempa ini disebabkan sesar di Lempeng Laut Maluku yang mendapat tekanan dari barat oleh Lempeng Sangihe, Lempeng Laut Sulawesi, serta Lempeng Halmahera dari timur.
”Akibatnya, Lempeng Laut Maluku mengalami subduksi ganda. Deformasi batuan terakumulasi, kemudian energinya dilepaskan dalam bentuk gempa bumi,” kata Edward. Gempa sempat terasa lagi di Manado sekitar 09.15 Wita. Namun, aktivitas masyarakat sudah berjalan kembali seperti biasa.