Peran inkubator bisnis dalam mengembangkan SDM yang berdaya saing di dunia industri digital semakin dibutuhkan. Melalui program inkubasi, pemilik usaha rintisan dibekali pengetahuan dan dihubungkan dengan pelaku usaha.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Peran inkubator bisnis dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berdaya saing di dunia industri digital semakin dibutuhkan. Melalui program inkubasi, pemilik usaha rintisan dibekali pengetahuan dan dihubungkan dengan pelaku usaha dan industri.
Salah satu inkubator yang secara berkelanjutan melakukan hal itu ialah Skystar Ventures Universitas Multimedia Nusantara. Melalui program inkubasi bisnis, para mahasiswa belajar teori dan praktik pengembangan kapabilitas.
”Inkubator berkewajiban mengembangkan kapabilitas wirausaha (mahasiswa), membuka akses pendanaan, pasar, dan teknologi,” ujar Head of Program Skystars Ventures Octa Ramayana di Kampus Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang, Banten, Jumat (15/11/2019) malam.
Program inkubasi itu berlangsung selama setahun. Para mahasiswa yang telah diseleksi mendapatkan pelatihan dan pendampingan, baik dari akademisi maupun profesional. Mereka dibimbing untuk menghasilkan produk yang dapat diterima pasar.
Selain itu, mereka juga belajar inovasi sebagai penggerak bisnis perusahaan. Sebab, menjawab kebutuhan pasar memerlukan sumber daya manusia yang andal.
Survei Boston Consulting Group (BCG) 2019 berjudul ”Most Innovation Companies” menemukan, 89 persen perusahaan di dunia menempatkan inovasi untuk pembaruan dan penyesuaian kebutuhan konsumen sebagai prioritas tertinggi dalam roda bisnis perusahaan.
”Kami mau agar akademisi dan industri sama-sama terlibat dalam membangun ekosistem bisnis dan inovasi. Kita bisa belajar dari negara seperti Singapura, dua unsur tersebut bersama pemerintah dan masyarakat bisa berkolaborasi untuk menghasilkan banyak start up,” katanya.
Kami mau agar akademisi dan industri sama-sama terlibat dalam membangun ekosistem bisnis dan inovasi. Kita bisa belajar dari negara seperti Singapura, dua unsur tersebut bersama pemerintah dan masyarakat bisa berkolaborasi menghasilkan banyak start up.
Wakil Rektor UMN Andrey Andoko mengatakan, untuk meningkatkan inovasi di dalam negeri, perguruan tinggi juga bertanggung jawab meningkatkan kompetisi mahasiswanya. ”UMN menyadari, inovasi yang dikolaborasikan dengan tren teknologi yang sedang tumbuh, seperti AI, Internet of Things (IoT), dan data science sedang bertumbuh dan banyak membawa perubahan di industri. Kami pun memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memiliki kompetisi di bidang tersebut,” tuturnya.
Sampai saat ini, Indonesia baru memiliki 120-130 inkubator bisnis, baik milik pemerintah maupun swasta. Setiap inkubator ditargetkan mencetak lima-enam wirausaha di bidang teknologi (technopreneur) setiap tahun. Meski demikian, rata-rata inkubator hanya mampu mencetak dua-tiga perusahaan pemula yang sukses per tahun (Kompas, 27/8/2019).
Batch 7
Skystar Ventures Universitas Multimedia Nusantara telah merampungkan program inkubasi bisnis Batch 6. Pada kesempatan yang sama juga membuka program inkubasi Batch 7.
Sebanyak enam usaha rintisan terlibat dalam Batch 6. Usaha rintisan itu yakni Exporin yang bergerak di bidang ekspor dan impor; Tribes yang bergerak di bidang e-dagang barang antik; Cedak Bengkel, aplikasi pencarian bengkel terdekat; Wax Craft, mendaur ulang lilin menjadi produk baru aroma terapi; Tag a Gift sebagai jasa kado buatan tangan; dan Helmaid yang menyediakan jasa perawatan helm.
Peserta Batch 6 memiliki target yang hendak dicapai seusai program inkubasi ini. Helmaid, misalnya. Usaha rintisan ini akan meluaskan sayapnya ke kampus-kampus lain di Tangerang dan Jakarta. Mereka memanfaatkan acara kampus untuk promosi. Kemudian, Cedak Bengkel dan Tag a Gift akan membuat basis data sesuai dengan jenis usahanya.
”Batch 7 akan fokus pada upaya memangkas jarak pengetahuan akademik dengan profesional melalui peningkatan kerja sama dengan industri,” kata Octa.