Langkah ini sebagai bentuk dukungan masyarakat sipil dalam penguatan upaya pemberantasan korupsi sambil terus mendorong Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah tokoh akan mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ke Mahkamah Konstitusi. Langkah ini sebagai bentuk dukungan masyarakat sipil dalam penguatan upaya pemberantasan korupsi sambil terus mendorong Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Mantan anggota dewan juri Bung Hatta Anticorruption Award, Betti Alisjahbana, menyampaikan, kedatangan sejumlah tokoh ke Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Jumat (15/11/2019), adalah untuk memberi dukungan moral. Masyarakat tetap mendukung KPK tetap fokus mencegah dan memberantas korupsi.
”Kami mendorong agar peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) KPK bisa keluar. Kami juga ingin ajukan uji materi sebagai bentuk dukungan agar KPK terus kuat,” ujarnya.
Selain Betti, tokoh lain yang datang memberi dukungan, antara lain, mantan komisioner KPK, Erry Riyana Hardjapamekas; pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar; pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti; Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari; peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana; pengacara Lembaga Bantuan Hukum, Alghiffary Aqsa; dan kuasa hukum Novel Baswedan, Saor Siagian.
Fickar menilai, melalui UU KPK yang baru, langkah penindakan hampir tidak ada karena tertahan kewenangan Dewan Pengawas KPK. Dengan begitu, KPK akan dikembangkan menjadi lembaga pencegahan korupsi.
”Tidak cukup kalau KPK hanya pencegahan karena sejarah pembentukannya, dia (KPK) adalah respons dari lemahnya penegakan hukum dalam penindakan. Itu yang harus dicatat,” ujar Fickar.
Untuk itu, perppu KPK dipercaya masih menjadi solusi efektif jika diterbitkan. ”Namun, uji materi UU KPK akan kami lakukan untuk selalu menghangatkan bahwa kita masih butuh KPK karena KPK hati nurani kita,” ucapnya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga kembali meminta agar perppu KPK segera diterbitkan. Terkait pengajuan uji materi, kata Saut, pimpinan KPK masih mendiskusikannya.
”Tadi juga ditanyakan, Pak Saut, kok, jadi kelihatan penakut. Tidak, kita tidak takut, kita jalan. Kalaupun ada pra-peradilan setelah keluarnya UU (KPK baru) ini, kami hadapi. Namun, tidak bisa juga dipaksakan menangkap orang kalau memang belum ada,” kata Saut.
Sebelum 40 hari
Kurnia Ramadhana menyampaikan, UU KPK sudah dipelajari, mulai dari pembuatan UU dan substansinya. Pengajuan uji materi ke MK pun akan dilakukan, baik di ranah formal maupun materiil dalam waktu dekat.
”Namun, karena untuk ranah formil itu ada batas waktunya, yaitu 40 hari setelah UU KPK berlaku (pada 17 Oktober 2019), jadi sebelum 40 hari akan kami daftarkan ke MK,” kata Kurnia.
Pengajuan uji materiil pun akan tetap dilakukan. Bivitri mengatakan, jika ingin dibatalkan secara keseluruhan, dasarnya harus uji formal. Namun, selama ini belum pernah ada uji formal yang mau dipenuhi MK jika uji materiil tidak kuat.
Bivitri menjelaskan, dalam putusan MK pernah beberapa kali dan ada dua yang jadi rujukan. Namun, keduanya ditolak karena ada asas kemanfaatan. Jadi, secara formal memang melanggar, tetapi MK tidak membatalkan secara keseluruhan karena akan menimbulkan kekosongan hukum, maka ditolak.
”Namun, lihatlah nanti. Kalau sudah permohonan (pengajuan uji materi UU KPK ke MK),” ucap Bivitri.