Meretas Senja Kala di Ladang Minyak Teksas Wonocolo
Warga Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mengembangkan pariwisata sebagai mata pencarian untuk mengantisipasi jika suatu saat sumber minyak di sumur-sumur tua habis.
Puluhan menara kayu dengan paku pengebor minyak menjulang di perbukitan ”Teksas” Wonocolo. Kepulan asap dari aktivitas para petambang tradisional di sumur tua mengeluarkan aroma minyak menyengat bagi setiap warga yang melintas di kawasan tersebut.
Pada salah satu bukit bertuliskan ”TEKSAS WONOCOLO”, para pedagang menjajakan kudapan, terutama nasi gulung, makanan khas di Wonocolo, kepada wisatawan. Tak hanya di area pertambangan, warung makan juga mulai menjamur di pinggir-pinggir jalan sepanjang kawasan wisata geopark tersebut.
Teksas yang dimaksud bukanlah Texas di Amerika Serikat, tetapi kawasan ladang minyak di Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur. Teksas memiliki kepanjangan dari ”Tekad Selalu Aman dan Sejahtera”, sama seperti semangat para petambang lokal di desa ini.
Wilayah Desa Wonocolo dikelilingi pertambangan minyak sumur tua yang selama lebih dari 100 tahun secara turun-temurun telah menjadi mata pencarian utama masyarakat setempat. Pengelolaan pertambangan dilakukan berkelompok secara tradisional. Saat ini, terdapat sekitar 60 sumur tua yang dikelola oleh masyarakat.
Sejak tiga tahun terakhir, kawasan Teksas Wonocolo menjadi destinasi wisata baru di Bojonegoro. Hampir setiap hari, terutama akhir pekan, kawasan tersebut dipenuhi wisatawan yang penasaran dengan pengeboran minyak tradisional di sumur tua.
Baca juga : Mengangkat Derajat Petambang Tradisional di Sumur Minyak Tua
”Selama 2018, Desa Wisata Migas Wonocolo telah dikunjungi oleh 1.958 wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pariwisata kini menjadi ladang mata pencarian baru warga sekitar agar tetap bisa produktif ketika cadangan minyak bumi sudah habis,” kata Siswantoro dari Texas Tour Management (TTM), pengelola wisata di Kecamatan Kedewan, Bojonegoro, Rabu (13/11/2019), di Bojonegoro.
Salah satu petambang, Munika Rahayu (36), mengatakan, sejak setahun lalu, banyak keluarga petambang membuka usaha lain, seperti warung makan dan aksesori. Peluang usaha itu mereka lirik setelah hasil dari menambang minyak bumi kian merosot.
Selama 2018, Desa Wisata Migas Wonocolo telah dikunjungi 1.958 wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Pariwisata kini menjadi ladang mata pencarian baru warga sekitar agar tetap bisa produktif ketika cadangan minyak bumi sudah habis.
Jika pada 2013 satu sumur bisa menghasilkan 1.500 liter minyak per hari, kini produksinya turun menjadi tak lebih dari 1.000 liter per hari. Kondisi itu sudah dirasakan para petambang sejak lima tahun terakhir.
Pasti habis
”Kami sadar bahwa suatu saat minyak akan habis. Maka, kami harus menyiapkan pekerjaan baru karena tidak bisa hanya menggantungkan hidup dari minyak bumi,” ujar Munika yang memiliki lima sumur minyak.
Alhasil, mereka bersiasat untuk mencari ladang penghasilan lain untuk berjaga jika suatu saat sumur minyak telah kering. Terlebih masyarakat sudah dilarang membuka sumur minyak baru untuk ditambang.
Warga akhirnya mengembangkan usaha di sektor pariwisata. Hal ini sejalan dengan dukungan pemerintah daerah setempat yang mengembangkan kawasan Teksas Wonocolo menjadi geopark. Kelompok wisata dibuat di tingkat kecamatan, sedangkan warga sekitar sumur, terutama perempuan, menjadi pedagang makanan di kawasan wisata.
Baca juga : Legalitas 500 Sumur Tua di Bojonegoro Masih dalam Proses
Di Teksas Wonocolo, pengunjung bisa menyaksikan secara langsung aktivitas penambangan tradisional di lebih dari 200 sumur tua yang masih menggunakan alat-alat sederhana seperti ketika dikelola perusahaan Belanda sejak 1883.
Bedanya, jika dahulu paku pengebor minyak ditarik oleh manusia, kini sudah lebih modern dengan menggunakan mesin diesel. Adapun penyulingan masih sama seperti ketika ladang minyak bumi di kawasan ini dikelola oleh Belanda.
Tak hanya itu, wisatawan juga bisa mengetahui proses eksploitasi minyak di Museum Geopark Bojonegoro. Pengunjung yang suka dengan petualangan juga bisa menjajal wisata jip atau motokros untuk mengantar mereka berkeliling kawasan ladang minyak. Biayanya pun cukup terjangkau, mulai dari Rp 50.000 per orang.
Siswantoro menuturkan, ladang minyak di Wonocolo tidak hanya memberikan penghidupan kepada petambang. Ladang minyak telah menjelma sebagai daya tarik pariwisata. Warga semakin sadar untuk mengembangkan bisnis wisata setelah paham bahwa minyak yang ada di kawasan tersebut lama-kelamaan akan habis.
Pendampingan Pertamina
Melalui pendampingan dari PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, warga mengelola pariwisata dengan lebih profesional. Mereka bahkan melakukan studi banding ke pengelolaan wisata berbasis masyarakat di Gunung Merapi dan Goa Pindul, Yogyakarta, untuk mencari ilmu tentang pengelolaan wisata yang paling tepat dalam mendatangkan wisatawan di Teksas Wonocolo.
Warga sudah bersiap ketika suatu saat cadangan minyak habis sehingga mata pencarian kami tidak terputus setelah tidak bisa lagi menjadi petambang.
Pemkab Bojonegoro pun terus mendukung pengembangan pariwisata melalui perbaikan infrastruktur. Akses jalan menuju Teksas Wonocolo yang sebelumnya berupa paving block kini diubah menjadi jalan cor. Jalan pun sudah lebar dan bisa dilalui dua mobil dengan aman.
”Warga sudah bersiap ketika suatu saat cadangan minyak habis sehingga mata pencarian kami tidak terputus setelah tidak bisa lagi menjadi petambang,” ucap Siswantoro.
Baca juga : PI 10 Persen untuk Daerah Penghasil
Field Manager PT Pertamina EP Asset 4 Cepu Afwan Daroni menuturkan, sebagian besar warga Desa Wonocolo mengandalkan kegiatan penambangan sumur tua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, sejak dibukanya kawasan tersebut menjadi destinasi wisata, sebagian warga merambah bergelut di sektor wisata.
Sejak 2016, Cepu Field mengembangkan desa wisata berbasis masyarakat dengan konsep Petroleum Geoheritage. Konsep ini memadukan upaya mempertahankan warisan geologi pertambangan minyak tradisional dengan inisiatif pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat.
Desa wisata dikembangkan dengan konsep wisata alam yang natural dan mengusung nilai edukasi yang didukung keunikan budaya setempat. Dengan demikian, program ini diyakini mampu meningkatkan karakter geografis dan mampu berjalan dengan berkelanjutan. Desa wisata dibangun sebagai mata pencarian alternatif bagi warga sehingga tidak lagi hanya bergantung pada sektor pertambangan.
Baca juga : Minyak Bumi di Bojonegoro
Dukungan yang diberikan, lanjut Afwan, adalah dengan membangun sarana dan prasarana pendukung, seperti akses jalan, rumah singgah, MCK dan shelter, serta fasilitas wisata off road. Mereka juga membangun sumur percontohan, yaitu sumur tradisional yang direhabilitasi dan diberikan sarana layak sesuai standar HSSE dalam pengusahaan minyak pada sumur tua.
”Cepu Field juga membangun Museum Migas, Pusat Informasi dan Edukasi Migas dan CSR, sumur migas percontohan dan IPAL (instalasi pengelolaan air limbah),” ucapnya.
Pertamina EP tak hanya berkutat mendidik warga terutama petambang sumur tua, secara perlahan juga mencari sumber ekonomi baru. Di tengah tugas utama meningkatkan produksi, juga menyejahterakan warga sekitar sekaligus melestarikan lingkungan.
Komitmen pelestarian lingkungan beyond compliance terus diperjuangkan dengan melanjutkan upaya penghematan energi dan audit energi. Penghematan energi yang dihitung pada 2018 mencapai 3.339,19 gigajoule (GJ) dengan intensitas energi mencapai 2,76 GJ/TOE.
Pertamina EP-Asset 4 CEPU Field 8 juga berupaya mengurangi emisi gas rumah Kaca (GRK). Jumlah emisi GRK yang dihasilkan mencapai 616.852,05 ton CO2eq, kini turun 21,19 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Penurunan emisi GRK ini beriringan dengan penutupan lapangan Tiung Biru. Pelestarian lingkungan juga dilakukan melalui pelestarian rusa jawa yang berhasil meraih penghargaan Indonesia Green Awards dalam kategori Pengembangan Keanekaragaman Hayati. Bersama Perhutani, Cepu Field telah melestarikan rusa jawa di area penangkaran sejak 2013 dari awal 11 ekor hingga kini menjadi 49 ekor.
Baca juga : Petambang Tradisional Mulai Tertib
Cepu Field dalam program edukasi lingkungan dan pertanian di Desa Banyu Urip, Kecamatan Senori, Kabupaten Tuban, menggerakkan sekaligus menjaring peran aktif masyarakat lokal. Dalam program pengelolaan sampah 2018, Cepu Field berhasil merangkul 206 anggota bank sampah dan mengelola 3,3 ton sampah serta menghasilkan kemandirian ekonomi bagi anggota kelompok bank sampah dengan pendapatan sebesar Rp 218.357.000 hingga akhir tahun 2018.
Berbagai cara dilakukan demi yang terbaik buat masyarakat yang tinggal di wilayah sumur tua. Pertamina tak mengabaikan masyarakat begitu saja, tetapi justru didampingi sejak titik nol hingga mereka benar-benar berdaya dan mandiri. Dengan demikian, warga juga kian peduli pada bumi negeri ini.