Milenial Mengevaluasi Periode I Pemerintahan
Presiden Joko Widodo kembali dilantik untuk periode kedua (2019-2024) oleh MPR.
Presiden Joko Widodo kembali dilantik untuk periode kedua (2019-2024) oleh MPR. Pada akhir masa jabatan periode I (2014-2019), masih banyak pekerjaan rumah. Publik pun makin kritis, terutama dari kelompok milenial muda (di bawah 22 tahun) dan milenial matang (22-39 tahun).
Sikap kritis generasi Z, milenial muda, dan Y, milenial matang, terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla ini terlihat dari hasil Survei Kepemimpinan Nasional yang dilakukan Kompas pada 18 September-4 Oktober 2019 terhadap 1.119 responden di 34 provinsi. Ketidakpuasan yang menonjol terutama datang dari generasi Z terhadap pemerintahan Jokowi jilid I, terutama di bidang hukum, ekonomi, dan sosial.
Di bidang hukum, misalnya, sebagian besar responden generasi Z (60 persen) tidak puas dengan kinerja pemerintah dan hanya 40 persen responden yang puas. Ketidakpuasan generasi ini jauh lebih besar dibandingkan dengan generasi di atasnya, seperti generasi X (usia 41-52 tahun) sebesar 47,7 persen, dan generasi baby boomers (usia 53-71 tahun) sebesar 39,1 persen.
Fenomena yang hampir sama juga terjadi pada respons terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla di bidang sosial. Semakin muda golongan usia responden, semakin tinggi persentase responden yang tidak puas dengan kinerja pemerintah.
Persentase responden generasi paling muda atau gen Z yang tidak puas dengan kinerja pemerintah di bidang sosial sebanyak 64,2 persen, sementara responden gen X (41-52 tahun) yang tidak puas hanya 38,8 persen atau sebagian besar responden puas dengan kinerja pemerintah di bidang sosial.
Ketidakpuasan generasi Z terhadap kinerja pemerintah paling besar terletak pada bidang ekonomi. Tak kurang dari 64 persen responden tak puas dengan kinerja pemerintah. Sementara itu, pada kategori usia di atasnya, responden gen Y (usia 22-30 tahun) yang tidak puas sebesar 56,3 persen dan gen Y (31-40 tahun) sebesar 52,1 persen.
Secara umum, terhadap bidang-bidang politik, hukum, dan sosial terdapat perbedaan tingkat kepuasan yang berbeda antara generasi Z dan generasi di atasnya. Jangankan terhadap generasi X atau baby boomer, terhadap generasi satu jenjang di atasnya pun ada cara memandang yang berbeda dari para milenial mula ini.
Pola kecenderungannya, semakin muda usia responden semakin tinggi tidak puas terhadap kinerja pemerintah. Sementara responden usia generasi X ke atas sebagian besar justru puas terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi.
Jika dibandingkan dengan penilaian pada 2018 lalu, terlihat bahwa pola ketidakpuasan generasi Z terhadap pemerintah senantiasa lebih rendah daripada generasi yang lebih tua. Namun, jika dilihat dari angka-angka tampak bahwa penilaian ketidakpuasan pada 2019 cenderung lebih tinggi daripada pada tahun 2018.
Hal ini bisa ditelusuri dari konteks isu yang melatarbelakangi penilaian responden saat diwawancarai. Pada tahun 2018, kondisi yang menonjol adalah munculnya harapan terhadap nama-nama calon presiden dan partai-partai baru dalam pemilu. Hal demikian menyiratkan optimisme akan terbitnya celah harapan baru bagi keterwakilan usia muda.
Kondisi berbeda terjadi dengan konteks survei 19 September hingga 4 Oktober 2019. Survei ini dilaksanakan pada saat gencar-gencarnya isu revisi Undang-Undang KPK, KUHP, dan lainnya yang menyebabkan unjuk rasa besar-besaran.
Sebagaimana diketahui, kelompok mahasiswa dan pelajar yang turun ke jalan sebagian besar membawa pesan kekhawatiran pelemahan KPK, namun juga sekaligus masa depan kebebasan dan privasi mereka. Hal inilah yang membuat citra bahwa produk perundangan itu cenderung akan merugikan hidup orang muda ke depan.
Optimisme
Sikap kritis atau ketidakpuasan publik usia muda, terutama responden yang berusia kurang dari 30 tahun, terhadap kinerja pemerintahan selama ini ternyata tidak menjadikan mereka pesimistis terhadap kinerja pemerintah ke depan. Sebagian besar responden, baik usia muda maupun tua optimistis bahwa kinerja pemerintahan presiden Joko Widodo periode kedua ke depan akan semakin baik.
Kendati sebagian besar responden optimistis, ada kecenderungan semakin muda usia responden, maka yang yakin atau optimistis dengan kinerja pemerintah akan semakin rendah. Contohnya, kelompok responden usia di atas 41 tahun yang yakin bahwa kinerja pemerintahan Jokowi akan membaik mencapai di atas 61 persen, sedangkan responden usia kurang dari 22 tahun yang optimistis 53 persen.
Korelasi positif antara sikap optimistis responden dan golongan usia responden terhadap kinerja pemerintah ini juga terjadi pada persoalan-persoalan yang sedang hangat dibicarakan, seperti masalah Papua dan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Semakin rendah usia responden, semakin rendah pula keyakinan responden terhadap kinerja pemerintah dalam menyelesaikan persoalan Papua dan pemindahan ibu kota negara.
Terkait pemindahan ibu kota negara ke Kaltim, sebagian besar responden gen Z tidak setuju (64,2 persen) dan tidak yakin (58,5 persen) bahwa pemindahan ibu kota negara akan membuat pembangunan di luar Jawa akan lebih baik. Responden milenial muda pun memiliki penilaian yang tidak berbeda. Namun, persentasenya lebih rendah, yakni sebanyak 51 persen tidak setuju dan tidak yakin pemindahan ibu kota akan berujung baik sebanyak 45,9 persen responden.
Sebaliknya, di kelompok responden usia di atas milenial ternyata memiliki penilaian sebaliknya. Responden gen X (41-52 tahun), misalnya, sebagian besar (48,6 persen) setuju dengan kebijakan pemindahan ibu kota negara dan mereka juga yakin kebijakan tersebut akan membuat pembangunan di luar Jawa akan membaik. Sementara itu, responden kelompok usia ini yang tidak setuju dengan rencana pemindahan ibu kota hanya 39,1 persen.
Sikap lebih kritis responden gen Z dan gen Y atau milenial dibandingkan dengan generasi yang lebih tua ini juga terlihat dalam merespons penanganan pemerintah dalam masalah Papua. Sebagian besar responden kelompok usia muda tersebut tidak puas dengan penanganan pemerintah selama ini dalam penyelesaian masalah Papua. Hasil paparan di atas menunjukkan bahwa generasi muda cenderung lebih kritis dalam menilai kinerja pemerintah dibandingkan generasi lebih tua.
Harapan kepercayaan
Ketidakpuasan publik usia muda terhadap kinerja pemerintah tecermin dari tema tuntutan dalam demonstrasi oleh mahasiswa, pelajar, ataupun buruh. Di bidang hukum, misalnya, tuntutan penolakan terhadap revisi Undang-Undang KPK, RUU KUHP, dan persoalan-persoalan hukum lain, seperti korupsi yang masih merajalela ataupun kasus-kasus narkoba. Persoalan itu sangat mungkin menyebabkan ketidakpuasan generasi muda terhadap kinerja pemerintah di bidang ini lebih tinggi dari responden kelompok usia di atasnya.
Persoalan pengangguran, sulitnya mencari kerja, upah buruh rendah, karut-marut persoalan BPJS Kesehatan, ketimpangan kesejahteraan, dan tengkes (stunting) merupakan persoalan lain yang masih banyak muncul di publik dan memengaruhi ketidakpuasan milenial. Beberapa tuntutan mahasiswa yang disampaikan dari demonstrasi mahasiswa di antaranya tuntutan untuk merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Sikap kritis publik usia muda terhadap kinerja pemerintahan ini tidak bisa dianggap angin lalu dan perlu mendapat perhatian Presiden Jokowi pada periode jabatan lima tahun kedua ini. Jangan sampai sikap kritis orang muda berubah menjadi sikap pesimistis sehingga kepercayaan terhadap pemerintah pun akan makin luruh. (ANUNG WENDYARTAKA/ Litbang Kompas)